Sebenarnya akupun merasa tak enak hati karena kemarin aku menghindar dan membuatnya menunggu lama, aku sendiri merasa bersalah, mungkin tak seharusnya aku melakukan hal tersebut. Lagipula Yian dan Irene sama-sama teman baikku, mereka pasti bisa memahami apa yang ku lakukan.
Aku dan Yian duduk sebelahan di dalam kereta, sesekali aku menatap kearahnya dan semakin merasa bersalah, kenapa dia hanya diam dan tak menanyakan apapun, padahal jelas-jelas kemarin dia menungguku sampai malam.
Tapi aku pun tak mungkin menanyakan hal tersebut padanya, atau aku akan semakin merasa tak enak hati.
Aku menatap kearahnya lalu tanpa sengaja mata kami bertemu dan membuat ku merasa canggung, lalu ia melemparkan senyuman tipis padaku.
“ Huft”. Gumamku sembari mengehela napas gusar.
“ Tadi dia baik-baik aja, kenapa sekarang jadi murung lagi”. Batin Yian.
Tanpa sempat meminta maaf kamipun sudah lebih dulu tiba di sekolah, aku takut tapi sesuatu dalam diriku terus mendorongku untuk meminta maaf atas perbuatanku kemarin. Tak seharusnya aku memperlakukannya seperti kemarin.
“ Yian… k-kemarin, maaf udah bikin lo nunggu sampe malam, harusnya gue kabarin lo kalo gue gabisa pulang bareng”. Ucapku pelan.
“ Gapapa, masuk kelas sana”. Ucapnya sembari menepuk kepalaku lembut.
Deg!, kenapa dia menyentuh kepalaku seperti ini, apa yang dia lakukan, batinku.
“ I-iya dahh...”. Ucapku yang langsung mengambil langkah seribu menuju kelas.
Wajahku terasa memanas, padahal dia hanya menepuk kepalaku tapi kenapa jantungku berdebar seperti ini.
“ Aduh Mika! baru tadi niatnya udah baik mau nyatuin mereka!”. Gumamku dalam hati.
“ Mika!”. Kejut Irene dari belakang.
“ I-irene, hi…”. Sapaku.
“ Kenapa? Kok muka kamu merah? Kamu sakit?”. Tanyanya sembari meletakan tangannya di dahiku.
Aku mengerutkan dahiku, tiba-tiba saja aku merasa cemas. Apakah aku beritahu Irene saja kalau aku dan Yian saling mengenal, tapi bagaimana caranya, apa aku harus mencari timing yang tepat. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas, Irene pasti stress karena harus memikirkan cara untuk dekat dengan Yian. Tapi, apa Yian akan suka jika aku menjodohkannya dengan Irene, tapi sebenarnya Irene memang cantik, pintar dan baik, tak mungkin juga Yian tak menyukai perempuan seperti Irene.
“ Hey!, kok malah melamun?”. Ujar Irene memecah lamunanku.
Aku menggelengkan kepalaku, kenapa begitu banyak pertanyaan dalam pikiranku, sebenernya ini bukan hal yang serius, apa susahnya hanya mengenalkan keduanya.
“ Gak, yaudah yuk ke ke kelas”. Ajakku.