Dear F, Thanks You.

Rara Rahmadani
Chapter #11

Sepuluh : Luka

“Kehidupan itu suci.”

****

“Mbak Amel mau kemana?”

Mbak Amel sedang sibuk berdandan di ruang residen Rumah Sakit, mengalihkan pandangannya kepada perempuan muda yang sedang berdiri di depan pintu. Perempuan muda itu terlihat menggunakan pakaian operasi bewarna hijau lengkap dengan topi scrubnya.

“Ya ampun Cica, kamu mau ngapain disini? Kamu mau operasi kan? Buruan nanti dicariin konsulen,” Mbak Amel terdengar panik. Bagaimana ia tidak panik saat melihat junior koasnya malah sibuk pergi ke kamar residen yang terletak jauh dari ruang operasi.

“Loh Mbak, Cica bukan mau gangguin Mbak. Professor Halim dari obgyn bilang Mbak harus ikut operasi kali ini, soalnya residen anestesi yang lain pada operasi lain,” jelas Cica.

Mbak Amel menurunkan brush make up dari pipinya. Dahi Mbak Amel terlihat sedikit mengkerut karena beberapa menit yang lalu ia baru saja selesai mengikuti operasi pasien kardiovaskuler. “Ada apa? Mbak sebenarnya ada janji, padahal tadi Mbak baru selesai operasi loh sama Dokter Reza.”

C-Section Mbak, pasien 17 tahun G1P0A0. Fetal distress dan preekslampsia. Tekanan darah 170/90mmHg,” Cica menjelaskan kondisi pasien yang akan di operasi.

Tak salah Mbak Amel menjadikan Cica sebagai kandidat koas stase anestesi terbaik yang pernah ia temukan sejak menjadi dokter residen. Disaat koas lain yang hanya mengatakan operasi cito, justru Cica menjelaskan kondisi pasien yang akan masuk ruang terdingin itu dengan sejelas-jelasnya.

“What? 170/90mmHg? Cito ya?” tanya Mbak Amel tak percaya. Tekanan darah yang melebihi dari 140/90mmHg dan dialami oleh ibu hamil itu sangat berbahaya.

“Iya Mbak, buruan, soalnya pasiennya udah setengah sadar,” jawab Cica.

Setelah itu, Mbak Amel langsung membereskan seperangkat alat make up miliknya lalu memasukkannya ke dalam laci. Sebelum berlari keluar untuk mengganti pakaian dengan baju operasi, Mbak Amel sempat mengetikkan pesan kepada seseorang.

“Sarah, Mbak ada operasi darurat. Sekitar dua jam-an. Nanti aja kita berjumpa ya.”

****

Ruang Operasi merupakan ruangan yang menyeramkan menurut sebagian orang. Namun, bagi orang yang sedang berjuang untuk melawan penyakit, ruang ini adalah ruangan mukjizat, dimana para dokter berjuang menyelamatkan pasien dan dibantu oleh Tuhan.

Dingin dan senyapnya ruang operasi tak membuat siapapun yang berada di sana merasa takut. Kali ini, pasien operasi caesar yang masih muda harus berjuang untuk tetap hidup demi bayi yang ia kandung. Sementara, laki-laki yang tak lain merupakan suami pasien itu hanya bisa menatap sekerumunan dokter yang sedang berusaha menyelamatkan istri dan calon anaknya.

Mbak Amel dan Cica menatap monitor di samping bed pasien yang menjadi penanda respirasi dan tekanan darah. Saat suasana senyap dan hanya ada suara pelan dari monitor, kini muncul suara keras pertanda tekanan darah pasien itu menurun.

“Amel, tolong kamu peras kantong darahnya, yang lain, tolong ambil kantong darah B di ruang penyimpanan. Cepat!” perintah Professor Halim.

Mbak Amel langsung berpindah tempat. Ia berjalan ke sisi kanan bed pasien itu lalu meremas kantong darah yang berada di atas tiang infus dengan kencang. Sementara, Cica berlari keluar ruang operasi untuk mengambil kantong darah.

Meskipun Mbak Amel sudah berusaha, tetapi suara nyaring dari monitor itu masih ada. Kali ini, saturasi oksigen pasien itu menurun hingga 9x/mt, padahal normalnya bagi orang dewasa adalah 16-20x/mt.

“Prof, saturasi menurun,” ucap Mbak Amel.

“Koas yang lain, tolong ambu bag,” perintah Professor Halim sambil terfokus kepada pisau bedah yang sedang membuka lapisan kulit atas yang melindungi rahim pasien itu.

Dinda selaku koas yang ikut operasi darurat ini, langsung mengambil ambu bag lalu berjalan maju ke arah kepala pasien. Dinda berusaha memompa ambu bag yang ia letakkan pada hidung pasien itu, bahkan sampai beberapa bulir keringat muncul dari dahinya.

Cica kembali masuk ke dalam ruang operasi sambil membawa lima kantong darah. Dengan cekatan, Cica langsung mengganti kantong darah yang sudah hampir habis di peras oleh Mbak Amel.

“Prof, tekanan darahnya malah semakin menurun,” kata Mbak Amel.

Lihat selengkapnya