Dear F, Thanks You.

Rara Rahmadani
Chapter #5

Empat : Permainan Takdir

“Setidaknya jika kisah ini berakhir bukan denganmu,

Ku rasa rencana Tuhan lah yang terbaik.

Antara aku atau kau yang akan dipertemukan dengan seseorang yang lebih baik,

Atau kita akan dikembalikan lagi ketika nanti kita sudah sama-sama lebih baik.”

****

Sarah berjalan keluar rumah dengan langkah lemah. Ia berkali-kali menahan rasa kantuk yang menyerang kedua matanya. Pagi ini diawali dengan hawa yang cukup dingin, karena Kota Semarang baru saja selesai diguyur hujan. Beruntung pada pagi ini Sarah tidak memiliki jadwal kuliah sehingga ia bisa bersantai sedikit.

Sarah menarik kedua sisi jacketnya dengan kuat supaya menghangatkan tubuhnya yang mulai menggigil. Pelan-pelan, Sarah berjalan ke arah warung yang terletak di seberang jalan raya dan tak begitu jauh dari rumahnya

“Ibu, bubur ayamnya satu ya,” pinta Sarah kepada ibu-ibu yang menjual bubur ayam.

“Makan disini atau dibungkus mbak?” tanya ibu itu.

Sarah mengulum bibirnya dengan tipis. Lebih baik ia memilih makan disini saja, daripada makan di rumah yang sepi itu. “Makan disini aja bu.”

“Oke mbak, ditunggu ya.”

Sarah mengangguk kecil kemudian duduk disebuah kursi dan meja yang sudah disediakan. Sarah menopang pipinya dengan menggunakan kedua tangannya, sementara matanya menatap jalanan yang sudah mulai mengering.

“Terima kasih, Bu,” ucap Sarah saat ibu pemilik warung ini mengantarkan bubur ayam yang ia pesan.

“Nggih, mbak.”

Sarah mengambil ponsel dari saku jacketnya lalu memotret bubur ayam yang masih belum diaduk itu. Sarah tertawa kecil saat mengirim foto itu ke WhatsApp Rayana. “Lo tim yang mana nih? Di aduk atau gak diaduk? Kalau gue sih yang gak diaduk! Yang sekte diaduk, jauh jauh!”

****

Setelah membayar sarapan paginya, Sarah terdiam sebentar saat melihat jalanan yang sudah dipadati oleh anak sekolahan yang mengenakan seragam olahraga. Sarah mengeryitkan dahinya saat melihat pemandangan pagi itu.

“Itu ada apa ya bu? Kok anak sekolahan pada berkumpul ditepi jalan?” tanya Sarah kepada ibu pemilik warung yang juga melihat pemandangan itu.

“Oh itu mbak, biasa. Ada penampilan marching band,” jawab ibu itu.

Sarah mengangguk kencang saat mendengar jawaban ibu itu. Rasanya, ia ingin ikut berkumpul dengan anak sekolahan yang terlihat begitu bersemangat saat akan melihat penampilan marching band. Setelah berpamitan dengan ibu pemilik warung, Sarah melangkahkan kakinya menuju anak-anak sekolahan yang sedang berdiri rapi ditepi jalan.

“Adik-adik, tolong jangan terlalu deket dengan jalan ya! Nanti kakak-kakaknya pada kesusahan,” ucap seorang polisi wanita muda yang sedang mengatur beberapa anak sekolah yang meringsek maju ke tengah jalan.

“Woi, yang dibelakang jangan dorong-dorong dong!”

“Santai lah, jangan dorong-dorong.”

Beberapa teriakan dari anak laki-laki terdengar begitu keras saat melihat temannya yang berada dibagian belakang berusaha mendorong tubuh temannya yang lain. Sarah menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil saat melihat tingkah beberapa anak laki-laki yang ada dihadapannya.

Lihat selengkapnya