“Wish you were here.
Or i was there.
Or we were together anywhere.”
****
Oke. Aku biarkan kamu masuk ke hidupku lagi.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Sarah langsung mengalihkan pandangannya ke arah luar rumah. Ia tak berani lagi menatap mata Fajri. Sementara, Fajri langsung mengguncang bahu Sarah dengan pelan, seakan-akan tidak mempercayai ucapannya.
“Hah? Kamu serius?” Fajri memastikan.
“Jadi kamu maunya gimana? Aku gak serius gitu?”
Fajri langsung menghentikan guncangannya pada bahu Sarah. Setelah itu, Fajri menggaruk tengkuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Atmosfer canggung yang sebelumnya mengisi suasana, kini perlahan-lahan mulai menguap.
Fajri melirik ke arah jam dinding yang ada di ruangan tamu. Terlihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga siang. Berarti Fajri masih memiliki waktu tiga jam sebelum kembali ke asrama.
Fajri bangkit dari duduknya lalu mengulurkan tangan kirinya ke arah Sarah, mengajaknya untuk bangkit juga. Sarah sedikit terheran, “Kenapa?”
“Main yuk,” ajak Fajri. Tangan kirinya masih setia terulur ke arah Sarah, sementara tangan kanannya menggapai topi petnya yang terletak diatas meja.
“Main kemana? Kamu gak balik ke asrama?” tanya Sarah. Sarah melirik ke arah jam dinding. “Udah jam setengah tiga loh.”
“Aku pesiar hari ini sampai jam enam sore. Jam segitu aku balik ke asrama. Yuk main timezone,” jawab Fajri.
Sarah tersenyum simpul lalu menerima tangan kiri Fajri. Sarah bangkit dari duduknya kemudian berkata “Yaudah tunggu sebentar, aku siap-siap dulu.”
****
Timezone adalah tempat permainan anak-anak yang kadang diisi oleh sebagian orang dewasa. Kali ini, Timezone yang terletak di salah satu Mall di Semarang tidak begitu ramai. Awalnya, Fajri dan Sarah berdebat kecil saat memilih tempat Timezone, namun setelah melalui perdebatan panjang akhirnya Sarah mengalah.
Sebelum berangkat ke Timezone, Fajri memesan ojek online terlebih dahulu menuju ke arah rumah kakak sepupunya untuk menjemput mobil. Beruntung saat ini kakak sepupunya sedang bekerja di salah satu rumah sakit di Semarang sehingga tidak ada seorang pun berada di rumah. Sarah sempat terkejut juga saat Fajri menjemput mobil dirumah kakak sepupunya, karena setahu Sarah, Fajri tak punya saudara di Semarang.
“Sejak kapan kamu punya sepupu di Semarang? Setahu aku, saudara kamu bukannya di Palembang dan Padang semua?” tanya Sarah saat Fajri keluar dari rumah sepupunya yang terlihat begitu luas.
“Udah lama. Kakak sepupu aku lagi PPDS Anestesiologi,” jawab Fajri lalu mengunci pintu rumah. Setelah dirasa terkunci, Fajri langsung menarik tangan Sarah ke arah garasi mobil.
Suasana Timezone tidak begitu ramai, namun tidak sepi juga. Biasanya saat weekend seperti ini, suasana Timezone sangat ramai, bahkan untuk bermain salah satu permainannya saja butuh mengantri. Tetapi, entah mengapa weekend kali ini tidak terlalu ramai. Mungkin, karena jam masih menunjukkan pukul tiga sore.
Sarah menyandarkan punggungnya ke mesin capit boneka yang ada dibelakangnya. Sementara, matanya menatap langkah kaki Fajri yang menuju ke arah kasir untuk mengisi powercard. Tak butuh waktu lama, Fajri kembali menghampiri Sarah yang masih menatapnya dari kejauhan.
“Mau main apa dulu nih?” tanya Fajri.
Sarah mengangkat kedua bahunya dengan kencang. “Terserah sih.”
“Dasar cewek, apa-apa jawabannya terserah mulu,” dengus Fajri sambil mendorong tubuh Sarah dengan pelan, berusaha menggesernya dari mesin capit boneka.
Setelah tubuh Sarah tak menghalangi mesin capit boneka, Fajri langsung menggesekkan powercard miliknya pada salah satu bagian mesin itu. Sarah menatap layar kecil yang terletak dibawah mesin capit. Terlihat harga sekali bermain mesin itu. 4.500 rupiah.