Dear Heart, Why Him?

Bentang Pustaka
Chapter #2

Part 1: Balas Dendam Berujung Petaka

Tidak semua hal buruk adalah petaka. Bisa saja ia datang dengan kebaikan yang mengiringi di belakangnya.

Wajah Dalvin bermandikan keringat. Sepulang sekolah, ia dan tim berlatih futsal sampai sekarang. Tak ada rasa lelah yang Dalvin rasakan. Menurutnya, menggiring dan menendang bola adalah hal yang sangat menyenangkan. Dalvin dan tim berlatih hingga sore begini karena sebulan lagi mereka akan mengikuti perlombaan futsal antar-SMA tingkat kota.

Pelatih meniupkan peluit, menandakan permainan selesai. Seluruh pemain berlari menuju tas masing-masing dan mengambil minum. Satu botol air mineral sudah Dalvin habiskan, setelah itu ia berlari kecil menghampiri pelatih tim yang memanggilnya.

Good job, Vin! Kamu dan teman-temanmu sudah menunjukkan banyak perubahan ke arah yang lebih baik.” Raka menepuk-nepuk pundak Dalvin. Ia merasa bangga memiliki Dalvin sebagai kapten di tim yang ia latih. Pelatih muda itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Sudah pukul enam, saya harus pergi. Latihan kita tutup.” Dalvin mengangguk patuh. Tepukan tangan Raka mengumpulkan semua anggota.

“Tetap semangat semuanya, kita pasti berhasil” ucap Raka menyemangati. Sebelum bubar, mereka semua berdoa terlebih dahulu. Setelahnya, dengan dipimpin Dalvin mereka berteriak, “Pasti bisa!” bersama-sama.

Baju yang basah karena keringat, wajah kusam, dan rambut yang acak-acakan tidak menurunkan sedikit pun ketampanan seorang Dalvin. Tak heran banyak cewek yang diam-diam jatuh hati kepada Dalvin. Namun, sifat Dalvin yang cuek dan terkadang menyebalkan membuat semua cewek malas berdekatan dengannya.

Cowok itu berjalan sendirian menuju parkiran. Sejenak ia terdiam memandangi mobilnya. Otaknya mengulang kejadian tadi pagi, ketika ia bertemu dengan cewek cerewet sekaligus menyebalkan. Rasa kesal masih melingkupi hati Dalvin, dalam diam ia berdoa agar ia tidak pernah bertemu cewek itu lagi.

qqq

Malam ini Bela sibuk mencari nama Dalvin di semua media sosial miliknya, tapi ia tak juga menemukan akun milik cowok nyebelin itu. Bela berencana balas dendam. Hal pertama yang harus ia lakukan adalah mengorek info tentang Dalvin. Empat kali ia bolak-balik mengganti kata kunci, membuka profil akun dengan username yang berhubungan dengan nama Dalvin, hasilnya masih sama. Bela tetap belum menemukan akun milik cowok itu.

Tiba-tiba saja layar di ponsel Bela berganti dengan tulisan “Nanda is calling”. Alis Bela bertemu, untuk apa sahabatnya itu menelepon malam-malam begini.

“Halo,” sebuah suara terdengar setelah ponsel Bela tersambung dengan ponsel Nanda di seberang sana. Bela menghidupkan mode speaker di ponselnya dan kembali mencari akun Dalvin.

“Iya, Nan. Tumben telepon gue malem-malem. Kenapa?”

“Nggak kenapa-kenapa, sih, gue bosen aja. Jos lagi pergi sama nyokapnya. Gue nggak ada temen chat, makanya nelepon lo.”

Bela memutar bola mata. “Oh, jadi, gue cuma jadi cadangan kalo cowok lo lagi sibuk,” sindir Bela yang membuat Nanda terkekeh.

“Bisa dibilang gitu.”

“Ah, lo mah gitu. Gue matiin aja, deh, teleponnya. Lagian gue lagi banyak kerjaan.” Bela turun dari kasurnya dan keluar dari kamar untuk mengambil minum. Ia merasa haus setelah sekian lama mencari Dalvin di dunia maya.

“Jomlo sibuk ngapain, sih? Paling juga nge-stalk doang sibuknya, kata Nanda yang dibenarkan Bela dalam hati.

“Jangan salah, Say! Jomlo gini, Bela banyak fannya.”

Apa yang Bela katakan memang benar, bukan hanya sekadar alibi untuk meninggikan derajatnya yang telah diturunkan Nanda karena ia tak punya pacar. Bela termasuk cewek most wanted di sekolah. Mungkin karena terlalu banyak cowok yang mendekati, makanya Bela malas berpacaran.

“Yah, air habis.” Bela menatap sedih galon kosong di hadapannya.

“Kenapa, Bel?” tanya Nanda heran dengan ucapan Bela yang tidak nyambung dengan topik percakapan mereka.

“Ini, gue mau minum, tapi air di rumah habis.”

“Yaelah gitu doang susah amat. Minimarket banyak, Coy, tinggal beli!”

Lihat selengkapnya