Dear Honey

Nengshuwartii
Chapter #6

CINTA ITU MEMANG BUTA

“Aku sungguh mencintai kamu…”

Kalimat itu selalu menggema di dalam hatiku, setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik. Seolah jantungku berbisik lebih lantang daripada bibirku. Tapi entah kenapa, kata-kata itu selalu berhenti hanya sebatas dada, tidak pernah berhasil keluar dan menyeberang ke duniamu, Honey.

Yang bergerak justru tubuhku. Langkahku yang selalu tanpa sadar mencari arahmu, jemariku yang selalu ingin mengetik pesan padamu, mataku yang selalu menoleh kalau ada orang yang mirip kamu. Seakan aku ini magnet dan kamu kutub utara yang tak pernah bisa kuabaikan.

Aku tidak lagi mengenal batas waktu.

Pagi, siang, malam semuanya sama.

Semua hanya tentang kamu.

Cuma kamu.

Dan terus kamu.

Kadang aku bertanya-tanya, “Sejak kapan hidupku berubah jadi seperti ini?” Dulu aku merasa yang mengejarku itu kamu. Dulu kamu yang mengajak bicara duluan, kamu yang memberi perhatian dulu, dan kamu yang memanggilku dengan lembut:

“Bos… sini bentar. Aku mau cerita sesuatu.”

Masih jelas suaramu di kepalaku, Honey.

Panggilan Bos itu bukan karena aku benar-benar bosmu. Kamu dulu sering menjelaskan sambil tertawa kecil, “Soalnya kamu keliatan tegas, dewasa, bikin aku segan. Jadi ya… Bos.”

Aku ingat setiap detilnya.

Bagaimana dulu kamu menatapku waktu pertama kali memanggilku Bos, seakan-akan aku adalah seseorang yang penting.

Tapi entah sejak kapan, keadaan itu berubah pelan-pelan.

Awalnya kamu yang suka.

Sekarang aku yang gila.

Dulu kamu yang mengejar.

Sekarang aku yang terperdaya.

Kadang cinta memang lucu. Bisa membuat orang bahagia sampai lupa besok harus bekerja, dan bisa membuat seseorang gila hanya karena menunggu satu pesan saja.

Kalau seharian tidak ada kabar darimu, aku stres.

Kalau tidak ada pesan masuk, aku pening.

Kalau hari ini kamu tidak muncul, aku seperti kehilangan ritme napasku sendiri.

Sampai aku bertanya dalam hati:

“Butuh berapa lama lagi aku harus menahan semuanya sendirian?”

Pertanyaan itu menggantung, memenuhi kepalaku, menetes ke hati, lalu meledak menjadi rasa yang tak bisa lagi dibendung hanya oleh obrolan pendek atau pesan sesekali.

Honey, aku tahu kamu sibuk.

Aku tahu kamu punya dunia yang kadang tidak melibatkan aku.

Tapi aku perempuan juga punya rasa.

Aku punya mimpi.

Aku punya batas.

Dan aku punya cinta… yang terlalu besar untuk kamu.

Aku sadar, gejolak ini makin kuat saat aku mulai melihat sesuatu yang janggal. Sudah lima tahun kita bersama, kalau memang itu bisa disebut bersama. Lima tahun bukan waktu yang pendek. Tidak lagi satu bulan, tidak lagi satu tahun. Bertahun-tahun berjalan tanpa kepastian.

Aku tidak pernah kamu kenalkan pada keluargamu.

Tidak pernah aku menjadi bagian dari teman-teman dekatmu.

Tidak pernah kamu menyebut aku sebagai kekasihmu di hadapan siapa pun.

Kadang aku bertanya dalam hati:

“Malukah kamu karena aku?”

Atau…

Lihat selengkapnya