Dear, L

aatikana
Chapter #2

Chapter II

SMA MuhI Jogjakarta.

Tujuh belas tahun yang lalu.

Seremoni wisuda dan kelulusan siswa MuhI sudah selesai. Tetapi, Kanaya masih saja celingukan. Ia mencari sosok Laras yang tak kunjung muncul batang hidungnya.

Kedua orang tua Laras dan Kanaya masih asyik beramah tamah dengan para guru yang dikenal dekat dengan kedua gadis itu, Kanaya dan Laras.

Mungkin, mereka mengucapkan terima kasih kepada para guru karena telah mendidik putri-putri mereka dan lulus dengan baik.

"Woy!" Laras tiba-tiba sudah muncul di belakang Kanaya, saat gadis itu mulai manyun.

"Darimana aja sih?!" Ujar Kanaya kesal, "gue laper, nih!"

Laras tertawa.

Mata Laras melirik ke arah panggung, dan itu membuat mata Kanaya ikut ke arah lirikan Laras.

Tanpa dikomando, kedua gadis itu mulai cekikikan.

Sementara di atas panggung, segerombolan wisudawan dan wisudawati lulusan SMA MuhI nampak sedang berfoto bersama dengan berbagai pose yang lucu-lucu.

Beberapa wajah nampak familiar bagi Kanaya dan Laras. Mereka adalah teman-teman yang pernah sekelas dengannya. Sementara wajah yang lain nampak asing karena mereka tidak pernah sekalipun satu kelas selama tiga tahun berjalan hingga lulus. Kecuali, mungkin yang pernah satu ekstra kurikuler.

Kanaya mengangkat bahunya. Sedikit banyak Ia merasa lega bahwa kehidupan SMA-nya sudah usai. Akhirnya akan ada babak baru dalam hidupnya.

Babak baru yang selalu Ia nantikan.

Kanaya lalu mengkode Laras untuk bergegas. Kedua orangtua masing-masing sudah melambaikan tangan agar mereka segera mendekat dan pamit pada para guru.

Waktunya pulang.

"Selamat tinggal putih abu-abu," gumam Kanaya pelan.

"Aku tidak akan mengingatmu."

...

"Memikirkan apa?" Celetukan Aditya membuyarkan lamunan Kanaya.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya pelan.

"Nothing special." Sahut Kanaya acuh.

Adit mengangkat bahu.

Laki-laki itu menunjuk kopi Kanaya yang mulai dingin.

"Kasian lho kopinya dianggurin." Ujar Adit pelan. Segaris senyum menghias wajah lelaki itu.

Mata Kanaya mendelik.

"Garing." Ujar perempuan itu cepat.

Adit tertawa lepas.

Kanaya akhirnya tersenyum.

Sekali lagi, Kanaya sadar sepenuhnya bahwa ada sesuatu yang familiar dari laki-laki yang di depannya itu.

Sesuatu, entah apa, yang membuat Kanaya merasa nyaman.

Meski masih terasa asing, aura seorang Aditya sangat familiar bagi Kanaya.

Entah bagaimana.

Lihat selengkapnya