SC 17, INT, KELAS, PAGI HARI
FADE IN
Pagi ini jam pelajaran bahasa Indonesia kosong. Kelas Jose semakin gaduh. Ada yang mengobrol, menyanyi keras-keras, main game, makan camilan, mendengarkan musik, dan membaca buku. Maria, Sharon, dan Silvi tampak duduk di lantai kelas, asyik menggelar alat-alat masak mainan milik Silvi yang dibawanya dari rumah. Jose yang sedang mengawasi teman-temannya agar tetap tertib, sontak mengangkat alis—keheranan. Ia menghampiri ketiga anak perempuan itu.
Jose:
“Silvi, kok kamu bisa bawa mainan sih dari rumah?”
Silvi:
“Aku sering kok bawa mainan. Biar nggak bosan,”
Narator:
Gini nih, kalo nggak ada guru. Kelas jadi berisik. Coba aja Andrio masuk hari ini. Pasti aku nggak bakalan sendirian jagain anak-anak sekelas.
Sebuah bungkus keripik kentang tampak melayang. Jose menangkapnya dengan cepat, lalu menatap tajam seisi kelas. Pandangannya tertuju pada Adi yang tengah menyeringai, menunjukkan dirinyalah yang membuang sampah tersebut.
Jose:
“Buang ke tempatnya!”
Adi menggeleng, lalu kembali sibuk bermain game di handphone-nya. Tiba-tiba Andrio memasuki kelas saat Jose akan memprotes bocah itu lagi. Para murid kelas menatap kaget ke arah pintu. Andrio tampak memakai kursi roda. Jose, Livio, dan Hito bergegas mendekatinya. Sepengetahuan mereka, hari ini Andrio tidak bisa masuk sekolah.
(Close up Andrio di kursi roda. Jose, Livio, dan Hito berdiri di kanan-kirinya).
Andrio:
“Ada pengumuman penting!” (berseru di sela helaan napas yang memberat)
Kelas mendadak hening. Andrio menghela napas berat, lalu melanjutkan ucapannya.
“Sebentar lagi ada kompetisi musik antar sekolah,”
Spontan para murid bertepuk tangan. Kompetisi musik adalah acara tahunan yang mereka tunggu. Yayasan milik Ayah Calvin memiliki sekolah-sekolah elite di banyak kota dan kontes musik akan mempertemukan murid dari semua sekolah. Pada babak final acara tersebut, biasanya akan didatangkan penyanyi-penyanyi papan atas sebagai bintang tamu.
Bukannya senang, Jose justru cemberut. Ayah Calvin tidak memberi tahu dirinya mengenai acara tersebut. Ia justru memberi tahu Andrio, alih-alih anaknya sendiri.
Jose:
“Andrio, kenapa kamu pakai kursi roda?”
Andrio:
“Kakiku nggak bisa digerakin. Kata Dokter Tian, gara-gara efek samping obat kemoterapi. Obatnya keras, ‘kan?”
Jose sedih mendengarnya. Ia memeluk Andrio erat. Sementara, Livio dan Hito terlihat muram, tetapi tetap berusaha tegar.
Livio:
“Kita harus ikut kompetisi itu!”
Jose, Andrio, dan Hito mengangguk mantap.
Mereka memanfaatkan sisa jam pelajaran kosong untuk berlatih. Keempat anak itu berbakat menyanyi.
Kubuka album biru.
Penuh debu dan usang.
Kupandangi semua gambar diri.
Kecil bersih belum ternoda.
Pikirku pun melayang.
Dahulu penuh kasih.
Teringat semua cerita orang tentang riwayatku.
Kata mereka diriku selalu dimanja.
Kata mereka diriku selalu ditimang.
Nada-nada yang indah.
Selalu terurai darinya.
Tangisan nakal dari bibirku.
Takkan jadi deritanya ....
(Melly Goeslaw-Bunda)