SC. 19, INT, RUMAH AYAH CALVIN, PAGI HARI
Jose bangun lebih pagi hari ini. Biasanya, dia butuh Ayah Calvin untuk membangunkannya. Namun, kali ini ia bangun sendiri.
Wajar saja Jose bangun lebih awal, karena sekarang adalah hari spesial. Audisi peserta kontes menyanyi akan segera dimulai. Bocah itu tidak sabar ingin segera mengikutinya. Ia sudah berlatih keras selama berminggu-minggu.
Ayah Calvin:
“Pagi, Sayang.”
Jjose:
“Pagi, Ayah.”
Ayah Calvin:
(menggandeng tangan Jose ke ruang makan) “Tumben kamu bangun pagi. Bangun sendiri lagi.”
Mereka duduk berhadapan di meja makan.
Jose:
“Ini, ‘kan hari audisi, Ayah.”
Sepiring besar roti panggang, beberapa mangkuk sereal, dan seteko susu putih telah tersaji di meja makan. Ayah Calvin mengambilkan roti untuk Jose, lalu mengolesinya dengan selai. Ia hafal kalau anaknya itu penyuka selai nanas.
Ayah Calvin meletakkan tiga potong roti berlapis selai nanas ke piring keramik. Diberikannya piring keramik itu pada Jose. Anak tunggalnya itu berterima kasih, lalu mulai memakan rotinya. Sesaat pria itu merasa ada yang kurang, lalu tersadar kemudian. Segelas Earl Grey kesukaannya tidak ada. Selang beberapa saat, seorang pelayan bercelemek putih tergesa masuk. Ia membawa secangkir teh hangat hingga wangi teh membelai lembut lubang hidung Jose. Pelayan itu minta maaf karena lupa membuatkan teh.
Ayah Calvin:
“Nggak apa-apa. Lain kali jangan lupa lagi, ya.” (berkata lembut pada pelayannya)
Narator:
Ayahku baik banget. Ayah nggak pernah marah-marah sama pelayannya di rumah atau pegawainya di perusahaan. Lama-lama aku jadi penasaran. Boleh nggak, ya, aku cicipin tehnya?
Jose:
“Ayah, aku mau cicipin teh Ayah. Kayaknya enak. Boleh nggak?”
Ayah Calvin:
(menyodorkan cangkir putih itu pada Jose) “Boleh, Sayang.”
Jose mencicipinya. Tehnya terasa hangat. Tidak manis, tidak pula pahit. Setelah meminumnya, ia merasa tenang.
Jose:
“Ayah, nanti datang ke audisi kan?”
Ayah Calvin:
“Iya, Jose. Ayah pasti datang,”
Jose:
“Yes! Jose mau nyanyi yang bagus buat Ayah!”
SC. 20, INT, AULA, SIANG HARI
Satu-satu daun-daun berguguran tinggalkan tangkainya.
Satu-satu burung kecil beterbangan tinggalkan sarangnya.
Jauh, jauh tinggi.
Ke langit yang biru ....
(Ita Tara-Andaikan Aku Punya Sayap).
Silvi bernyanyi. Suaranya merdu sekali.
(Split screen: menampilkan Silvi bernyanyi di panggung dan Jose yang berlari-lari memasuki aula)
Narator:
Gawat, gawat, gawat! Aku hampir telat! Pakai gugup segala, jadinya malah telat kayak gini! Tuh, Silvi udah nyanyi.
Andaikan aku punya sayap.
Ku ‘kan terbang jauh mengelilingi angkasa.
‘Kan kuajak ayah-bundaku terbang bersamaku.
Melihat indahnya dunia.