Dear Malaikat Izrail

princess bermata biru
Chapter #9

Bab 9

SC. 22, INT, KAMAR JOSE, MALAM HARI

Jose menulis surat untuk Malaikat Izrail.

(Close up kertas surat dan tangan Jose)

Dear Malaikat Izrail,

Jangan jemput Ayah Calvin dulu ya. Jose masih butuh Ayah. Jose pengen banggain Ayah.

SC. 23, INT/EXT, KELAS/HALAMAN SEKOLAH, SIANG HARI

FADE IN

Kepala Jose terkulai lesu mendarat di lengannya. Sementara, sikunya meluncur ke tepi meja. Ia sangat mengantuk. Andrio yang duduk di sampingnya nampak kasihan. Dari bawah meja, diam-diam ia memberi Jose beberapa bungkus permen. Bocah itu memakannya pelan, agar tidak ketahuan Ms. Erika.

Narator:

Hoammm ... aku ngantuk banget, nih. Salah aku juga, sih, semalem tidurnya kurang. Abis keasyikan main game. Ayah Calvin udah nyuruh tidur berkali-kali, tapi akunya bandel.

Sementara, di bangku belakang, Sharon mencolek lengan Silvi. Bocah perempuan yang tengah menyalin rumus-rumus di papan tulis itu tersentak, lalu menatap Sharon.

Sharon:

(berbisik) “Enak ya, bentar lagi kamu karantina.”

Silvi:

“Enak apaan?”

Sharon:

“Kan jadi nggak ikut pelajaran. Nggak usah bikin PR.”

Silvi:

(cemberut) “Yeee, tadi colek-colek kirain mau ngomong apa. Nggak penting!”

Bel berbunyi. Jam pelajaran kelima berakhir. Seisi kelas mendesah lega.

Jose, Andrio, Hito, Livio, dan Silvi membereskan barang-barang mereka, lalu pamit kepada teman-temannya. Seisi kelas bersorak memberi dukungan. Semua anak mengucapkan semoga sukses, kecuali Adi. Ia malah melempari kelima perwakilan sekolah itu dengan botol plastik.

Ayah Calvin telah menunggu di gerbang sekolah. Jose memeluknya erat saat bertemu. Mereka berdua masuk ke mobil. Dalam perjalanan, anak itu komplain kepada sang ayah.

Jose:

“Ayah, kenapa sih aku harus ikut karantina juga? Kan hotelnya di sebelah kompleks rumah.”

Ayah Calvin:

“Ini prosedur, Sayang. Jalani aja ya. Hitung-hitung cari suasana baru.”

Jose cemberut.

Jose:

(VO) “Ngapain karantina di sebelah rumah? Nanggung, kenapa nggak sekalian karantina di Singapore aja?”

Setengah jam kemudian, mereka tiba di hotel. Bagasi mobil dibuka beberapa detik kemudian. Dua tas besar penuh berisi pakaian dan perlengkapan mandi tampak diturunkan. Satu tas yang lebih kecil berisi makanan ringan, laptop, dan kamera. Selama karantina, Ayah Calvin menemani Jose.

Para pegawai hotel menyambut ramah Ayah Calvin. Beberapa anak dari sekolah lain sudah datang didampingi guru dan orang tua mereka. Guru-guru menyalami pria itu penuh hormat. Jose mendapat kamar nomor sembilan. Beruntung sekali karena ia suka angka sembilan karena itu adalah tanggal lahir ayahnya.

Ayah Calvin:

“Nak, itu lihat. Teman-temanmu dari sekolah lain sudah datang. Mau kenalan?”

Jose:

(menggeleng) “Nggak mau, ah. Aku mau langsung ke kamar aja.”

Lihat selengkapnya