SC. 33, INT, HOTEL, SIANG HARI
FADE IN
Suasana menjelang babak penyisihan. Para finalis menderita demam panggung. Ada yang komat-kamit menghafal doa, mengingat-ingat lirik lagu, dan curhat pada orangtuanya. Silvi tampak meremas tangan Paman Revan dan wajahnya agak pucat. Sementara, Ayah Calvin menggenggam tangan Jose. Ia meminta anak tunggalnya itu agar tetap tenang.
Narator:
Teman-teman, kalian liat aku di babak penyisihan, ya. Bentar lagi mulai. Aku takut ngecewain Ayah, Ms. Erika, dan teman-teman sekelas. Ntar aku dibully lagi sama Adi. Hmmm, coba aja Andrio, Livio, dan Hito masih ada. Mereka, ‘kan langganan juara kontes nyanyi tingkat nasional dan internasional. Suaraku nggak sebagus mereka.
Jose:
“Ayah, bagaimana kalau sekolah kita kalah?” (cemas)
Ayah Calvin:
“Yang dicari bukan kalah-menang, Sayang, tapi pengalamannya. Dalam perlombaan, ada yang menang dan kalah.”
Jose:
(bersandar ke punggung kursi.) “Jadi, Ayah nggak apa-apa kalo sekolah kita kalah?”
Ayah Calvin:
“Nggak apa-apa. Semua sekolah di yayasan, kan, milik Ayah. Siapa pun yang menang, kemenangan itu milik kita.”
Perasaan Jose sedikit lega. Acara dimulai beberapa menit kemudian. Bocah itu mendapat giliran tampil pertama.
Silvi:
(melambaikan tangan ke arah panggung) “Semangat, Gabriel!”
Jose bernyanyi dengan suara lembut nan merdu:
Hatiku sedih
Hatiku gundah
Tak ingin pergi berpisah
Hatiku bertanya
Hatiku curiga
Mungkinkah kutemui kebahagiaan seperti di sini
Sahabat yang selalu ada