"kita ngapain kesini sih Van?" Tanyaku pada Revan, pacarku. Kami sudah menjalin hubungan semenjak kelas 3 SMP. Kira-kira sekitar setahun yang lalu. Waktu itu Revan menyatakan cintanya disebuah danau yang tak jauh dari sekolah ku waktu itu. Aku yang memang juga menyukainya langsung meng-iyakan ajakan Revan untuk menjalin sebuah hubungan. Suka sama suka kenapa tidak?
Selama setahun ini hubungan kami selalu baik. Hanya saja aku sering kali bersifat kekanakan dan overprotektif terhadap Revan. Untung saja Revan itu cowok penyabar dan juga penuh dengan kasih sayang. Benar-benar pasangan yang saling melengkapi bukan?
Kami juga menempuh pendidikan ditempat yang sama, SMA Teipo . Walaupun kami tidak sekelas, itu cukup membuatku bahagia. Setiap hari aku bisa bertemu dengannya. Aku tidak bisa membayangkan jika kami belajar ditempat yang berbeda dengan aku yang tidak bisa melihat Revan terlalu dekat dengan wanita lain. Aku merasa cemburu. Itulah aku, gadis remaja yang tidak suka miliknya didekati oleh orang lain. Egois? Mengekang? Yah, mungkin itulah diriku. Aku tidak akan marah jika kalian nge-judge seperti itu. Karena itu benar adanya.
Malam ini malam Minggu. Dimana malam ini selalu dinantikan oleh pasangan remaja seperti diriku. Aku dan Revan selalu melakukan kencan di malam Minggu seperti ini. Ada kala kami melakukan dinner romantis, menikmati jajanan yang ada di kota Jakarta, atau hanya sekedar jalan-jalan mengelilingi kota Jakarta dimalam hari. Yang jelas, kami tidak pernah melewatkan kesempatan untuk berdua.
Namun malam ini, kami tidak melakukan hal yang barusan aku sebutkan. Karena Revan, mengajakku untuk menjenguk Tantenya yang baru saja melahirkan, adik dari ayahnya. Hubungan kami memang sudah cukup jauh. Kedua orang tua kami sudah saling merestui. Makanya, aku sudah sangat dekat dengan keluarga Revan, begitu juga sebaliknya. Bahkan setiap kali aku mengunjungi keluarga Revan, ibunya selalu bilang kalau aku itu menantunya. Aku bahagia? Tentu saja.
Setelah melihat Tantenya yang ternyata melahirkan anak berjenis kelamin perempuan itu, Revan tiba-tiba mengajakku kelantai paling atas gedung rumah sakit ini. Dari atas sini, aku melihat betapa indahnya kota Jakarta dimalam hari. Rumah-rumah berjejeran tapi. Lampu bersinar menerangi jalan-jalan. Pemandangan yang cukup menakjubkan menurutku. Kalian tidak percaya? Kalian bisa saja melihatnya sendiri.
Revan hanya diam. Dia hanya memandang kosong kearah depan. Aku yang berada dibelakangnya jadi bingung, ada apa?
"Van?" Aku kembali melayangkan pertanyaan kepada Revan. Walaupun pemandangan ini cukup indah, namun tidak akan terasa jika tidak dinikmati berdua. Maksudnya, dengan hanya saling diam begini terasa begitu menegangkan. Aku tidak pernah berada di situasi seperti ini. Biasanya jika aku dan Revan bersama, kami selalu melempar berbagai candaan. Revan bukanlah cowok dingin yang selalu diam saat bersama pacar nya, ataupun cowok romantis yang selalu mengucapkan kata-kata manis. Revan itu apa adanya. Aku sangat suka akan sosok dirinya. Revan-ku.
Dapat ku lihat kalau Revan menghela nafas, lantas menoleh kepadaku. Dia tersenyum, hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas. Sangat tampan. "Kamu tahu hari ini hari apa?" Dia bertanya lalu menggenggam tanganku sebelah kanan.
"Hari Sabtu, malam Minggu." Ku jawab.
Revan malah tertawa dengan mengacak-acak rambut ku yang tergerai indah mengunakan tangannya yang satunya lagi. "Kalau itu semua orang juga tahu sayang."
Pipiku tiba-tiba memanas. Aku tersipu mendengar Revan memanggilku sayang. Ini pertama kalinya. Sungguh, selama ini Revan tidak pernah memanggil ku begitu. Biasanya dia selalu memanggil ku Cahaya. Berbeda dengan yang lain yang selalu memanggil ku Bintang.
"Ciee, pipi nya merah." Revan mencolek daguku dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Sengaja menggoda diriku.
"Apaan sih Van." Ucapku cemberut.