Namaku Bintang, Bintang Cahaya Anggraini. Orang-orang di sekitarku biasa menganggil dengan sebutan Bii atau Bintang. Saat ini aku bersekolah di SMA Sevige yang terletak di Jakarta pusat. Kelas 11, jurusan IPS.
Dua hari yang lalu, aku masih punya pacar. Namanya Revan Al-kahfi. Menurutku, Revan merupakan cowok sempurna yang diciptakan Tuhan hanya untukku. Revan yang selalu sabar, dan bersikap lembut padaku. Tapi itu berlaku untuk dua hari yang lalu. Sekarang, bagiku, Revan merupakan cowok brengsek yang memutuskan hubungan sepihak, tanpa sebab denganku.
Walaupun begitu, jujur, aku masih mencintai Revan. Mungkin, cinta ini tidak akan hilang untuknya. Walaupun kemungkinan suatu saat nanti, aku memiliki yang baru, nama Revan, akan tersimpan di hatiku. Selamanya.
Kata orang , cinta pertama itu sulit untuk dilupakan. Bahkan, untuk melupakannya butuh waktu bertahun-tahun. Begitupun dengan Revan, dia, cinta pertamaku. Bedanya aku tidak akan melupakan Revan atau berusaha untuk melupakannya. Karena dia adalah salah satu bahagia yang Tuhan berikan untukku.
Pagi ini aku berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Karena jarak rumahku dengan sekolah lumayan dekat. Kalau dihitung, mungkin akan memakan waktu hanya lima manit. Biasanya, setiap pagi di depan gerbang sekolah, Revan pasti selalu menungguku. Dan kami akan berjalan ke kelas beriringan. Memang, aku dan Revan berada di kelas yang sama. Yang paling menegangkan adalah, kami duduk sebangku. Namun itu semua tidak penting sekarang.
Aku memandang gerbang sekolah berwarna cream yang menjulang tinggi ini. Menghembuskan nafas, lalu mulai melangkahkan kaki menuju kelas. Sesuai dugaan ku, tidak ada Revan yang menunggu seperti biasa. Aku berfikir, apakah Revan memiliki cewek baru? Atau mungkin aku dulu hanyalah pelariannya saja?
Aku menyulusuri lorong-lorong sekolah yang terbilang masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang duduk di bangku yang disediakan didepan kelas mereka masing-masing.
Setibanya dikelas, aku langsung duduk di bangku nomor satu paling depan. Tempat dudukku dengan Revan. Aku menenggelamkan kepalaku kedalam kedua lipatan tangan. Membayangkan kisahku bersama Revan. Kebahagiaan yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata waktu itu.
"Hoi!!" Teriak seseorang berserta tepukan pelan di bahuku.
Aku langsung mengangkat wajahku untuk melihat siapa orangnya. Dia Reni, cewek tomboy dikelasku. Kami lumayan akrab, dia orangnya asyik. Dia cantik dengan rambut setengkuk miliknya.
"Kenapa Lo? Tumben datangnya pagi banget. Trus mana tuh si Revan? Biasanyakan kalian selalu bareng." Tanya Reni beruntun. Tak lupa dengan permen karet yang selalu dia kunyah.
Lagi-lagi aku menghela nafas. "Lagi pengen aja. Revan? Nggak tau gue."
"Tumbenan. Kalian, lagi ada masalah ya?" Reni memutar telunjuknya kearahku. Selain tomboy, Reni ini juga manusia paling kepo di kelas 11 IPS 1 ini.
"Nggak usah di bahas." Dengusku. Mood yang tadinya sudah buruk menjadi tambah buruk akibat Reni. Mungkin sudah mencapai level tertinggi.
"Yaudah. Kalau Lo nggak mau cerita." Tukas Reni. Kemudian berjalan menuju bangkunya yang terletak dibelakang.
Jam telah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Yang artinya lima menit lagi bel masuk akan dibunyikan. Murid-murid kelas 11 IPS 1 sudah banyak yang berdatangan. Tapi, dimana Revan? Bisanya dia selalu berangkat sebelum pukul 7.
Aku terus melirik jam dinding yang ada dikelasku. Revan tidak juga datang. Hingga bel masukpun akhirnya di bunyikan.
Jam pelajaran bertama akhirnya dimulai. Pelajaran sejarah oleh pak Supri. Satu persatu kami diabsen.