Justyce menjatuhkan diri di sofa kulit empuk dalam rubanah Manny, lalu mengambil game controller dari kursi ottoman di hadapannya.
“Kau baikbaik saja, Sob?” tanya Manny sambil menekannekan dengan gesit aneka tombol pada controllernya yang bergetar, sementara bunyi tembakan senapan mesin menggelegar dari segala penjuru ruangan. Bunyinya menerobos telinga Justyce, memantulmantul dalam kepalanya; dia merasakan bunyi itu berdentumdentum di rongga dada: DORDORDORDORDORDORDORDORDORDORDOR.
Dia menelan ludah. “Ya. Baikbaik saja.”
“Mau main apa tidak?”
Avatar Manny bergontaganti senjata dengan cepat, menyerang pasukan musuh habishabisan.
Granat: DUAR.
Pistol Glock 26: TAR TAR TAR.
Penyembur api: WUZZZZ.
Bazoka: NGEEEENGG ... DUAARRR.
Begitu banyak senjata api. Seperti yang digenggam Castillo saat memperlakukan Jus layaknya seorang penjahat. Salah bergerak sekali saja, bisabisa Jus bernasib sama dengan Shemar Carson.
Dia bergidik ngeri. “Hei, boleh kita main yang tidak terlalu … sadis?”
Manny mempause permainan itu. Dia menoleh ke arah sahabatnya.
“Maaf.” Justyce tertunduk. “Aku masih belum bisa mendengar tembakan pistol dan semacamnya.”
Manny mengulurkan tangan, meremas bahu Jus dengan sikap mendukung, lalu menekan beberapa tombol untuk mengganti permainan. Madden keluaran baru, permainan football yang baru pekan depan dijual bebas di toko-toko.
Justyce menggeleng. Andai saja hidupnya seperti hidup Manny. Pasti asyik rasanya, punya ayah seorang Wakil Direktur di suatu perusahaan finansial terkemuka.
Masing-masing memilih tim. Manny menang dalam lempar koin, dan memilih untuk menerima bola. Dia berdeham. “Kau ingin curhat?”
Justyce mendesah.
“Yah, kau tahu, kan ... aku siap menerima curhatanmu?” kata Manny.
“Aku tahu, Manny. Kuhargai itu. Aku cuma tak tahu harus bilang apa.”
Manny mengangguk. Pemainnya berputar menghindari pemain lineman Justyce, dan mencetak down pertama. “Pergelangan tanganmu sudah mendingan?”
Justyce menahan diri untuk tidak melirik tangannya. Lebamnya tidak terlihat jelas karena warna kulitnya sangat gelap, tapi seminggu setelah kejadian, lebam itu masih ada.
Terkadang, Jus merasa lebam itu tidak akan hilang.
“Yeah, pergelangan tanganku tidak kenapakenapa. Mel memberiku salep aneh dari Norwegia. Wanginya seperti bau kaki bercampur permen mint menyengat, tapi manjur.” Pemain quarterback Manny melakukan lemparan jauh, tapi ternyata lemparannya kurang jauh. Pemain free safety Justyce menangkap bola itu. “Kemarin malam, kami balikan lagi.”