Dear Me

Linda Agnesia
Chapter #5

Selasa, 2 Juli

Dear me,

Hari-hari yang kau selalu benci setiap tahun telah tiba. Anak-anak sekolah sedang dalam masa liburan, dan trilogi film Detektif Angel tidak pernah absen muncul di televisi. Kau berusaha sebisa mungkin untuk tidak sering-sering ke luar rumah, bahkan makan siangmu di kantor selalu kau lakukan pada saat kantin agak sepi.

Kau memutuskan untuk tidak menceritakan soal penguntit yang tahu rumahmu itu ataupun suara-suara yang kerap mengganggumu pada Risa. Kau merasa bahwa semua yang terjadi padamu lebih baik menjadi rahasia. Tapi kau tidak tahu sampai kapan kau merahasiakannya, karena Risa menyadari adanya perubahan pada wajahmu.

“Kantung mata kamu tebal, Sher. Kamu semaleman nggak tidur?” tanya Risa saat kau baru duduk di meja kantor.

Kau mengangguk.                                      

“Kenapa, nggak bisa tidur atau gimana? Kayaknya muka kamu juga agak pucat,” ujar Risa.

“Nggak apa-apa, emang agak capek aja sama kerjaan. Dan, oh, ketambahan sama karena sekarang udah mulai libur sekolah,” jawabmu.

“Hah?” Risa sedikit membelalak, “jadi karena saking nggak sukanya sama Detektif Angel kamu sampai nggak bisa tidur?”

Memutuskan hal itu bisa dijadikan alasan, kau mengangguk.

“Emang kenapa, sih? Kamu cuma cerita kalau kamu nggak suka dipanggil mantan artis cilik gara-gara nggak suka Detektif Angel, tapi kamu nggak pernah cerita apa alasan kamu sebegitu nggak sukanya sama Detektif Angel.”

“Ya kan aku sering bilang nggak suka aja. Udah ya jangan tanya-tanya lagi, mau kerja dulu,” katamu, mengalihkan perhatian pada komputer di depanmu.

Risa memperhatikanmu sebentar, lalu mengedikkan bahu dan kembali pada kerjaannya. 

Kau tahu Risa terus bertanya banyak hal tentangmu karena dia peduli padamu, dan kau sangat berterima kasih padanya, tapi dengan kebiasaanmu bertahun-tahun untuk menyimpan semua rahasia terdalam di dirimu sendiri, membuatmu jengkel dengan keingintahuan Risa. Kau baru mengenalnya selama delapan bulan. Dia adalah teman pertama dan terdekatmu di perusahaan tempatmu bekerja sekarang, sebuah bank swasta, di mana kau dan Risa sama-sama ditempatkan di bagian back office untuk mengurus keuangan.

Adit, pria yang menurut Risa menyukaimu, adalah teman Risa saat kuliah, yang baru diterima bekerja di kantor sebulan lalu. Fakta itu semakin membuatmu jengkel, karena Risa terus-terusan mendukung Adit untuk mendekatimu meskipun berulang kali kau berkata bahwa kau merasa tidak nyaman.

“Kamu kan belum terlalu kenal sama Adit. Kalau kenal pasti tahu Adit itu orang baik,” adalah jawaban yang selalu dilontarkan Risa setiap kau mengungkapkan hal itu padanya.

Seperti kemarin siang. Kau sedang menunggu penghujung waktu istirahat untuk makan di kantin bersama Risa, ketika pria itu menghampiri mejamu.

“Hai, Shera,” ia tersenyum.

Kau membalas senyumannya, tapi langsung memandang Risa. Kau bisa melihat bahwa sejenak sebelum kau mengalihkan pandanganmu padanya, Risa melihatmu dan Adit. Ia sekarang pura-pura sibuk dengan komputernya.

“Ada apa?” tanyamu pada Adit.

“Emm… aku mau minta maaf karena waktu itu manggil kamu mantan artis cilik. Aku nggak tahu kalau kamu nggak suka dipanggil itu,” jawabnya, tidak lagi dengan nada sok akrab yang kau tidak suka.

Kau mencoba tersenyum seramah mungkin. “Nggak apa-apa,” katamu.

Adit tersenyum. “Tetep aja sih aku merasa bersalah. Emm… buat menebus kesalahan aku, gimana kalau kita jalan-jalan akhir minggu nanti? Terserah aja mau ngapain, kita lakukan apa yang kamu suka, mau itu jalan-jalan di mall, nonton, atau jalan-jalan ke mana aja. Yang jelas, aku yang traktir. Hm?” ujarnya penuh harap.

Dari sudut matamu kau bisa melihat bahwa Risa terkikik.

Lihat selengkapnya