Dear me,
Postingan seseorang tanpa nama di portal blog tentang Lulu yang sempat menghebohkan itu kini telah hilang. Hari ini, manajemen Lulu juga mengeluarkan pernyataan bagi masyarakat agar tidak percaya dengan ‘tulisan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang berisi fitnah dan pencemaran nama baik.’
Entahlah, harus diakui bahwa kau memang tidak mengenal Lulu yang sekarang, namun kelakuannya saat kecil membuatmu mempercayai tulisan itu. Tetap saja, setiap orang bisa berubah, jadi kau memutuskan untuk tidak mempercayai pernyataan dari netizen ataupun manajemen Lulu.
Kau ingat pertemuan keduamu dengan Lulu. Hari itu adalah hari pertama pembacaan skenario. Lulu dan kedua orang tuanya datang terlambat namun mereka sama sekali tidak meminta maaf.
“Aku Shera, dan aku akan memerankan Angel,” katamu saat perkenalan diri.
Setelah mengatakan itu, anak-anak lain memperkenalkan diri, namun Lulu dan kedua orang tuanya masih memandangimu. Pandangan remeh itu berlanjut sampai selesai pembacaan skenario, dan Lulu bersama kedua orang tuanya mendatangimu dan ayahmu.
“Kamu beneran main jadi Angel?” tanya Lulu setelah kalian ke luar ruangan.
“Iya,” jawabmu, nyengir.
Baik Lulu maupun kedua orang tuanya tidak membalas cengiran itu.
“Kenapa bisa? Kamu nangis-nangis sama Sutradara Yoga, minta jadi Angel pas audisi?”
“Nggak minta-minta. Iya aku nangis pas akting, tapi nggak nangis karena minta jadi Angel,” jawabmu lagi, mulai merasa tidak suka dengannya.
“Ah, Shera ini memang sangat berbakat sekali,” sahut ayahmu, memegang bahumu dan nyengir pada Lulu serta kedua orang tuanya.
“Lulu juga sangat berbakat sekali,” timpal ayah Lulu, “permisi,” ia pamit, lalu pergi bersama istri dan anaknya.
Kau pikir, saat itu adalah terakhir kalinya Lulu mengeluarkan ucapan yang tidak kau sukai. Namun, pertemuan itu justru awal dari rasa bencimu padanya hingga sekarang.
Hari pertama syuting, kau merasa sangat lelah karena ayahmu membuatmu tidur jam 11 malam demi menghapal skenario. Namun, kau menjadi semangat karena Sutradara Yoga menjanjikanmu es krim yang paling enak jika kau berhasil menyelesaikan syuting dengan baik.
“Bagaimana denganku?” Lulu, yang tadinya berada jauh darimu dan Sutradara Yoga, tiba-tiba menghampiri dengan wajah murung.
Sutradara Yoga menoleh. “Bagaimana apanya, Lulu?”
“Es krim!” Lulu menjawab keras.
Kau dan Sutradara Yoga terlonjak.
“Kalau dia dapat es krim,” kata Lulu pada Sutradara Yoga sambil menunjukmu, “bagaimana dengan aku? Aku juga bisa syuting dengan baik,” lanjutnya dengan muka masam.
Pemahaman muncul di wajah Sutradara Yoga. Ia tersenyum. “Pasti, Lulu. Siapapun yang bisa menyelesaikan syuting dengan baik akan mendapat es krim. Mau itu kamu, Shera, Cindy, Angga, ataupun Frans.”
Mendengar kalimat itu, ketiga anak lain ikut loncat kegirangan. Namun alih-alih girang, raut muka Lulu semakin cemberut.
“Nggak mau!” ia merengek, “Kenapa mereka juga harus dapat? Kan aku yang mau!”
“Lho, tapi Cindy, Angga sama Frans juga mau es krim, kan?” Sutradara Yoga bertanya pada tiga anak lain yang kini berada di samping Lulu, menjawab pertanyaan itu dengan mengangguk.
Mulut Lulu semakin manyun. “Oke kalau gitu, tapi aku dapat yang paling enak dan paling mahal,” tegasnya.
Sutradara Yoga mengangguk-angguk, “Iya, boleh.”
Lalu anak itu pergi, setelah menatapmu seolah Cindy, Angga dan Frans mendapat es krim adalah kesalahanmu.
Kejadian selanjutnya yang kau ingat adalah bahwa syuting berlangsung dengan lancar tanpa banyak pengulangan adegan. Sebelum pulang, Sutradara Yoga menepati janjinya dengan membelikanmu bersama keempat anak lain es krim.
“Kenapa Om Yoga kasih dia es krim yang itu?” protes Lulu saat kalian sedang memilih es krim.
“Memangnya kenapa, Lulu?”
“Aku mau es krim itu juga,” rengeknya.
Sutradara Yoga mengambil es krim yang sama persis dengan yang diberikannya padamu.