“Ingat semua yang dikatakan dokter Levi tadi.” Neil kembali mengingatkan Naura yang duduk di depannya.
Naura tersenyum amat lebar. Terlihat jelas bahwa sosok manis ini dipenuhi perasaan bahagia. Berkali-kali mengelus perutnya dari balik sweater rajut berwarna kuning favoritnya. Lima belas menit yang lalu selesai melakukan serangkaian proses inseminasi buatan untuknya. Kini, Naura dan Neil telah kembali ke ruang kerja dokter muda ini, membahas apa saja yang harus dilakukan untuk ke depannya.
Semoga cepat jadi janin, batin Naura berkali-kali mengelus perutnya. Tak peduli dengan keadaan sekitarnya. Termasuk sedari tadi diperhatikan begitu lekat oleh Neil.
“Naura? Masih mendengarku?”
Nanti kalau sudah jadi janin ....
“Naura.”
Apa yang harus gue lakukan selanjutnya?
Apa gue juga ngalamin yang namanya ngidam?
Apa gue---
“Naura Almira Atmajaya!”
“Eh? Ah? Ya?”
Neil menggelengkan kepala. “Iya, Kakak ngerti kamu ngebet banget kepingin hamil.”
“He he he.”
“Tapi, please. Dengarin omongan Kakak dulu.”
“Maaf, Kak. Maaf. Maklumin saja tingkahku ini, ya, Kak.” Naura tercengir lebar.
“Kau ini.” Neil mengembuskan napas.
“He he he. Apa yang mau Kakak omongin tadi?” Naura menyimpan kekehan gelinya untuk dirinya sendiri, dan kembali serius. Irisnya begitu lekat memperhatikan Neil yang menatap monitor komputer di depannya.
“Omongan dokter Levi tadi harus diingat.”
“Iya. Katanya, kembali lagi ke sini setelah dua minggu.”
“Betul, sebelumnya kamu tes kehamilan sendiri dulu. Bisa kamu lakukan tesnya di rumah. Nah, setelah itu bawa hasilnya ke rumah sakit,” tambah Neil membenahi letak kacamatanya. Memutar kursinya sepenuhnya ke depan.
“Ya.”
“Kamu tahu, ‘kan, alat apa yang digunakan untuk tes kehamilan.”
“Tahulah, Kakak."
"Apa coba?"
"Test pack.”
“Kirain kamu mau jawab alat termometer,” gurau Neil tersenyum. Ketika tersenyum mata sipitnya tenggelam.
“Ih, Kakak.” Naura memajukan bibirnya, manyun. “Enggaklah, Kak. Anak SMP jaman sekarang saja pada tahu apa itu test pack. Masa Naura kalah sama mereka.”
“Ha ha ha. Oops!” Neil menghentikan tawanya kala melihat Naura mengerucut sebal. Ia segera berdeham. Kembali serius berbicara, setelah mengelap lensa kacamatanya sekilas. Terlalu banyaknya ketawa, membuat sudut matanya berair dan sedikit membasahi lensa kacamatanya.
“Astaga!”
“Kenapa, Kak?” Naura terkejut menatap Neil menepuk keras keningnya. Sepertinya ada suatu hal yang sangat penting dilupakan oleh Neil.
“Kakak lupa."
"Lupa?"
"Iya. Lupa menyampaikan soal risiko melakukan inseminasi.”
“A-apa ada yang sangat membahayakan, Kak?” tanya Naura gugup. Wajah putihnya sedikit dihiasi warna pucat. Kelihatan bila sosok manis ini sangat ketakutan.
“Enggak.” Neil menggeleng. “Gak sampai membahayakan. Apalagi sampai kehilangan nyawa.”
“Syukurlah.” Naura menarik napas dalam-dalam. Kembali mengelus perutnya. Kamu aman, Baby, dalam perut Mommy. “Terus apa risikonya, Kak?”
“Program inseminasi memungkinkan untuk mendorong terjadinya kelahiran kembar.”
“Wow! Nanti Naura bisa punya dua Baby sekaligus, bahkan tiga, empat, atau lebih dari itu,” serunya gembira. Rasa ketakutan yang menghinggapinya beberapa saat lalu sirna sudah, setelah mendengar hasil proses inseminasinya memungkinkan punya bayi kembar.
“Memang bagus. Tapi, bila setiap lahirnya selalu kembar, repot juga bagi dokter. Pihak rumah sakit sekarang ini berupaya keras untuk mencegah risiko ini terjadi, mengingat kehamilan kembar memiliki banyak risiko, baik itu selama kehamilan maupun pada saat proses persalinan.”
“Oh, begitu.” Naura mengangguk-angguk mencoba memahami.
“Risiko lainnya yaitu mengalami keguguran. Bahkan peluang kegugurannya lebih tinggi selama awal kehamilan. Maka dari itu, penting memiliki sikap ekstra hati-hati di awal tri semester kehamilan.”
“Aku mengerti.”
“Untuk lebih jelasnya lagi, kamu bisa baca semuanya di sini.” Neil menyodorkan satu map berwarna merah ke hadapan Naura. “Semuanya sudah Kakak print out khusus untukmu.”
“Wah, makasih banyak, Kak.”
“Bila tak ada yang dimengerti, jangan sungkan-sungkan bertanya pada Kakak, oke?”
“Oke.”
“Selama dua minggu menunggu hasil tes, sebaiknya kamu lakukan kegiatan seperti biasanya. Jangan buat dirimu stres dengan memikirkan kehamilan, biar hasilnya benar-benar maksimal, oke?”