Dear, My Baby

Renny Ariesya
Chapter #6

06| Goes To Jeju Island

“Benaran kamu akan ke pulau Jeju, Naura?” tanya Neil di seberang telepon. Baru saja ia diberi kabar lewat whatsapp oleh Naura akan keberangkatannya ke pulau Jeju. Kemudian Neil langsung menelepon Naura untuk memastikan kabar tersebut benar adanya, bukan gurauan semata yang biasanya sering dibuat candaan oleh Naura. Yang katanya, dia kepingin hidup di pulau Jeju usai menonton drama Korea favoritnya. Mungkin saja kali ini gadis itu juga seperti itu.

“Yakin dengan niatmu itu?” ulang Neil lagi meyakinkan pendengarannya sendiri.

“Yup!” jawab Naura serius sembari menutup resleting kopernya setelah memasukkan semua barang-barangnya ke dalam koper besar berwarna cokelat tua. Ia memindahkan smartphone ke telinga kirinya, kemudian mendudukkan pantatnya ke sisi tempat tidur. Melirik sekilas pada arloji yang melingkar apik di pergelangan tangan kanannya. Kurang dari dua jam lagi, dia akan berangkat ke bandara dan terbang ke pulau Jeju. Pulau impiannya.

“Kamu sudah bangun, Naura?” tanya Neil ragu.

“Yup.”

“Masih ingat sama mimpi semalam?”

“Gak, Naura gak mimpi apa-apa semalam.”

“Yakin?”

“Seratus persen.” Naura menjawab tanpa ragu sama sekali dalam nada bicaranya. Samar telinganya menangkap helaan napas panjang dari belah bibir Neil.

“Kenapa?” samar Neil bertanya.

“Maksud Kakak?” Naura menautkan kedua alisnya.

“Kenapa harus pergi ke pulau Jeju. Kamu seperti ingin mengasingkan diri. Bukankah pindah ke luar pulau saja sudah cukup? Kenapa mesti ke luar dari Indonesia?” Tampak dari seberang telepon Neil mengeluh. Terlebih bila menyangkut soal dadakan begini.

“Enggak juga, Kak, Naura nggak mengasingkan diri,” sangkal Naura cepat dengan mengelus batang hidungnya yang sedikit gatal. "Memang Naura apaan. Buronan polisi," tambahnya mengerucutkan bibir.

Neil terkekeh geli. "Bukan buronan polisi. Tapi idol yang kepingin hidup menyendiri saja."

“Ih, Kakak bisa saja.” Naura tersenyum geli mendengarnya. Neil memang pintar mengambil alih suasana hatinya menjadi senang kembali.

“Kebetulan seminggu yang lalu ..." Naura kembali melanjutkan penjelasannya, "Waktu aku cari loker di internet, ketemu sama perusahaan mie Indonesia yang beroperasi di pulau Jeju sedang buka lowongan kerjaan---tunggu bentar ya, Kak.”

Naura menggeser sedikit duduknya dan meraih segelas susu. Meminumnya sampai habis. Kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya. “Nah, iseng-iseng saja aku melamar kerja di sana. Diterima syukur alhamdulillah, gak diterima juga gak apa-apa,” cengirnya sembari mengelus sebelah alisnya.

“Terus, kamu diterima, gitu?”

“Iya, gak tahunya lamaran Naura diterima. Mungkin juga berkat dedek bayinya, Kak. Kan ada pepatah mengatakan, kalau memang rezeki anaknya, pasti gak akan ke mana-mana.” Naura mengelus sayang perutnya yang mulai membuncit.

“Kamu betul, Na. Tapi---ya, sudahlah.” Neil mengembuskan napas panjang. “Kakak gak bisa berbuat apa-apa lagi. Mungkin benar katamu, itu rezeki dedek bayinya. Juga keinginan terpendam Mommy-nya selama ini. Iya, ‘kan,” godanya terkekeh.

“Ho’oh. Debaynya tahu saja, kalau selama ini Mommy-nya kepingin tinggal di negeri Gingseng, gudangnya idol-idol tampan. Cuci mata tiap hari, euy,” timpal Naura semangat.

Neil tergelak. “Bisa saja kamu, Na.”

Naura ikut tergelak.

“Gimana dengan kehamilanmu?” tanya Neil mengubah topik pembicaraan kembali serius. Semenjak dinyatakan hamil, Naura belum menelepon atau memberi kabar apa pun padanya. Sepertinya Naura benar-benar menikmati masa kehamilannya dengan suka cita tanpa ada beban sama sekali. Baru tadilah Naura memberinya kabar. Sekalinya memberi kabar, tak tanggung-tanggung langsung ke pulau Jeju.

“Baik-baik saja, Kak," jawab Naura seraya mengelus perutnya.

“Ada keluhan?”

“Gak ada.” Naura menggeleng pelan.

“Syukurlah---omong-omong, kapan mau berangkat ke pulau Jeju?” tanya Neil, terdengar suara grasak-grusuk di seberang telepon. Entah apa yang dilakukannya sekarang ini.

“Dua jam lagi.”

“Apa!!”

Naura terperanjat kaget mendengar teriakan Neil. Buru-buru menjauhkan telepon pintar dari telinganya, menyelamatkan gendang telinganya biar tak pecah.

“Kakak, gak usah teriak begitu. Bisa, ‘kan, Kak,” sungutnya setelah dirasa aman untuk menempelkan kembali smartphone ke daun telinganya.

Lihat selengkapnya