Dear, My Baby

Renny Ariesya
Chapter #14

14| Siap Menikah?!

"Begitulah ceritanya." Neil mengakhiri ucapannya. Menarik napas panjang sambil menatap sosok manis di depannya. Tak ada yang ditutupinya lagi, dari awal sampai akhir diceritakan semuanya pada Naura. Sekarang tinggal menyerahkan semuanya pada Naura. Ia akan menerima apa pun konsekuensinya.

"Sungguh gak bisa dipercaya. Kakak bekerja sama dengan Raka." Naura mengembuskan napas berat. Menatap wajah bersalah Neil padanya.

"Silakan marahi Kakak sepuasnya."

"Aku nggak marah sama sekali, kok, Kak." Naura menyunggingkan senyuman lebar bagai model iklan pasta gigi di bawah teriknya matahari, sembari memukul-mukul kuat meja Neil, bahkan getarannya sangat terasa di paha Neil, kebetulan menempel di mejanya.

Gila, meski hamil tenaganya sangat kuat, seperti banteng yang ngamuk. Ini yang katanya disebut nggak marah? Neil menelan ludah berkali-kali. "Oh, begitu ya. Syukurlah."

Naura makin keras memukul meja, layaknya drumer yang asyik menabuh drum di atas panggung. "Coba Kakak pikir, masa aku tega marahin Kak Neil yang sudah kuanggap Kakak sendiri, yang gak mungkin banget Kakak tega membiarkan Naura punya masalah. Iya, kan, Kak," ujarnya dengan suara datar ketika menekankan kalimat demi kalimat. Tetap dipertahankannya senyum lebar ala pasta gigi.

Neil hanya mampu tercengir, tidak bisa berkomentar lagi, seolah mulutnya dilakban sangat kuat. Ucapan Naura terlalu menohoknya. Dibukanya beberapa kancing teratas kemeja putihnya. Tiba-tiba terasa panas dan pengap, seolah udara di sekitarnya tersedot ke dalam lubang hitam tak kasat mata. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, bagaikan keberadaan oksigen di muka bumi ini akan musnah seketika.

Sedangkan Naura menatap Neil dengan wajah sayu. Menggigit bibir kuat-kuat. Ia tak bisa marah sepenuhnya pada sosok tetangganya ini. Salahnya. Sebelumnya tak mau tahu identitas pendonornya, padahal Neil pernah berkata padanya. Mengingatkannya. Yang lebih penting lagi, ia sadar diri, karena kriterianya yang terlalu tinggi, hingga menyulitkan Neil untuk mencari pendonor yang tepat, berakhir Neil hanya justeru kepikiran dengan Raka seorang.

"Huft. Selain bekerja sama dengan Raka diam-diam di belakangku, sedikit aku menyayangkan tindakan Kakak," sambung Naura dengan nada kecewa sembari memperhatikan satu persatu kuku-kukunya yang mulai memanjang, lalu kembali beralih memandang bola mata hitam Neil.

"Apa itu?" tanya Neil pasrah di bawah tatapan dingin tetangga manis-nya ini.

"Kenapa Kakak justeru kepikiran ke Raka soal pendonornya. Kan, banyak pendonor yang mungkin bisa memenuhi kriteria yang kuajukan."

"Yakin banyak?" Neil mengangkat sebelah alisnya, lantas terkekeh geli.

"Ih, Kakak. Tentu saja yakin." Naura mengerucutkan bibir. Tak suka mendengar kekehan Neil, yang sudah pasti mengandung olokan untuknya.

"Tapi menurut Kakak, enggak."

Ne?” Naura berbicara dengan logat Korea serta kedua alis menyatu.

"Kalau memang banyak, tentu saja sekarang ini janin dalam perutmu bukan dari sperma Raka. Dan Kakak, tak perlu menjadi pertapa di dalam gua bersemedi selama seminggu ini memikirkannya."

Naura tercengir. Tak bisa lagi mendebat ucapan Neil. "Jadi, selama ini Raka yang membayar semua biaya hasil proses inseminasiku?" tanyanya mengalihkan topik soal pendonor sperma-nya. Sangat tak ingin membahas soal itu. Ia masih belum menerima sepenuhnya bila yang menanamkan sperma di rahimnya justru mantan kekasihnya dua tahun silam. Orang yang pernah melukai hatinya, dengan tega mengatakan alasan mereka putus karena keturunan.

"Iya, semuanya," jelas Neil jujur.

"Kakak, padahal aku nggak mau berutang budi pada siapa pun. Sekarang masalahnya jadi makin rumit. Karena Raka ingin menikahiku." Naura menunduk, menatap sendu perut buncitnya. Teringat akan ucapan Neil setelah melakukan proses inseminasi tiga bulan yang lalu. Bila ada yang berniat serius menikahinya, jangan ditolak. Terima saja. Tapi nyatanya sekarang ada dua pria yang berniat serius menikahinya.

"Kurasa kalian memang berjodoh. Memang ada sedikit campur tangan dari Kakak. Tapi, kau tahu Naura.”

“Ya?”

“Campur tangan Kakak itu semuanya juga berasal dari Yang Maha Kuasa. Kalau gak ada izin dari-Nya. Juga enggak akan terjadi. Buktinya sekarang, Raka-lah yang mendonorkan sperma-nya padamu. Kalau gak berjodoh, mungkin saja saat ini kau mengandung anak orang lain,” ucap Neil berkhotbah.

Naura tertegun. Ditatapnya bola mata hitam pekat Neil di balik kacamata-nya seraya termangu dalam kebimbangan.

Lihat selengkapnya