Dear, My Baby

Renny Ariesya
Chapter #18

18| Jangan Libatkan Dia

"Anda baik-baik saja, Mr. Park?" Naura bertanya formal ketika Jongin memasuki ruangan divisi umum. Terkejut melihat keadaan atasannya, tidak dalam keadaan baik-baik saja. Sepertinya bukan hanya Naura saja yang kelihatan terkejut, beberapa rekannya juga bereaksi sama sepertinya. Wajah atasan mereka terlihat sangat pucat. Sedari tadi terus meringis menahan sakit di bagian area perutnya.

"Anda baik-baik saja, Mr. Park?" ulang Naura lagi. Suaranya sedikit lebih keras dari sebelumnya.

Jongin berhenti tepat di depan meja Naura. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya tersenyum kecut. Meski berkata baik-baik saja, tetap saja raut wajahnya tak bisa berbohong.

"Apa Bapak sakit perut?" tebak Naura penasaran melihat Jongin sedari tadi terus meringis memegangi perutnya.

"Tidak."

"Sebelumnya sudah sarapan?" Siapa tahu karena belum sarapan perutnya jadi sakit. Sama sepertinya, ia juga sering seperti itu. Apalagi kini dirinya sedang hamil, porsi makannya jadi dua kali lipat. Bila tidak sarapan dan minum susu hamil, jangan harap dirinya akan kuat seharian. Lagian kasihan bayinya bila dia jarang makan, apa lagi kurang minum susu. Meski ia sendiri tidak bisa memungkiri kenyataannya yang sering kali telat makan. Terutama bila pikirannya sedang kacau.

"Mungkin." Jongin menjawab sekenanya. Mata elangnya menyapu seluruh ruangan divisi umum. Semua bawahannya kembali menyibukkan diri--berpura-pura--atau memang segan untuk berbicara padanya, kecuali Naura. Jujur, dirinya memang belum sarapan saat akan pergi ke kantor. Sebetulnya, ia memang tidak pernah sarapan sebelum melakukan aktifitas di pagi hari. Selain alasan tidak sempat, tentu saja karena tinggal sendiri, jadi tak ada yang mengurusi keperluannya setiap paginya. Well, sepertinya dirinya memang harus mulai serius mencari pendamping hidup untuk mengurusinya.

Jongin menatap lekat wajah manis Naura yang menatapnya penuh tanda tanya. Samar sudut bibirnya tersenyum tipis. Hatinya sudah memilih. Nauralah yang cocok menjadi pendamping hidupnya. Ia sangat perhatian padanya. Bahkan mencemaskan keadaannya yang dikiranya sakit perut karena tidak sarapan. Akan tetapi, sakit perutnya ini bukan disebabkan sebagian besar dari tidak sarapan, melainkan karena ditonjok oleh Raka ketika di lobi perusahaan tadi.

Masa bodoh dengan peringatan Raka. Selama janur kuning belum melengkung, Naura bukan milik siapa-siapa. Lagian jodoh siapa yang bisa menebak. Siapa tahu Naura berjodoh denganku. Jongin mengelus perutnya dengan bibir tiada henti menyunggingkan senyuman menatap Naura.

"Kalau begitu kupesankan sarapan saja. Bapak mau makan apa?" Naura mulai mengekori Jongin yang berjalan masuk ke ruangan khusus kepala divisi umum. Mendudukkan pantatnya di kursi empuknya. Sementara Naura berdiri di depan mejanya.

"Tidak usah, Naura. Tidak perlu repot-repot," tolak Jongin halus.

"Aku tidak merasa repot, kok. Jong." Naura menjawab informal setelah mereka hanya berdua saja berada di ruangan. "Lagipula kau adalah atasanku langsung," lanjutnya tersenyum manis.

Atasan ya. Jongin berkata muram dalam hati. Seakan menekankan hubungan mereka, tidak lebih dari sebatas atasan dan bawahan.

"Oke. Kalau begitu," Jongin menarik lengan kemeja putihnya hingga batas siku. "Pesankan aku apa saja. Apa pun yang kau pesankan akan kumakan." Ia tersenyum lebar, seolah saat ini sedang menjawab pertanyaan sang istri impiannya. Mungkin bila gadis lain yang berdiri di depannya akan meleleh hatinya, terpana akan senyuman mempesonanya.

"Bagaimana dengan sarapan bubur abalon, mau?" Naura minta pendapat sebelum memutar tubuhnya.

"Boleh juga." Jongin mengelus dagu.

"Mau minum kopi?" tawar Naura lagi. Ia sangat hafal kebiasaan Jongin. Setiap paginya minta dibuatkan kopi---apa pun jenisnya, asal masih minuman dari kopi.

"Sangat tak keberatan," sahut Jongin semangat.

"Oke, segelas kopi dan bubur abalon, lima belas menit lagi sarapannya akan tiba di mejamu."

***

Baru saja Naura memencet tombol mesin pembuat kopi otomatis ketika dirinya dikejutkan oleh rekan duduk di sebelahnya. Kania menepuk pundaknya lembut.

Kania merupakan salah satu rekan seniornya di divisi umum. Selain itu, Kania orangnya ramah dan supel. Serta berpenampilan sangat modis dengan ditunjang tubuh proporsional. Naura pikir, Kania termasuk wanita paling cantik di divisi umum perusahaan mie. Melihat Kania, mengingatkan Naura pada salah satu member girls band paling terkenal dan legend di Korea Selatan, Choi Soo-young. Rupa mereka sangat mirip sekali, bahkan bentuk badan dan tingginya pun sama. Karena kemiripannya itu, Kania sering dipanggil Soo-young KW 1 oleh rekan-rekan di perusahaan.

"Kopi buat Pak Jongin, ya?" terka Kania.

Naura mengangguk singkat. "Mau ngopi juga, ya, Kak?" Naura balik bertanya. Sedikit menyingkir dari tempatnya berdiri setelah kopinya terisi kopi panas, memberi ruang untuk Kania mengambil bagian kopinya.

"Kau tahu sendirilah. Aku pecinta kopi. Kalau enggak ngopi di pagi hari, kepalaku rasanya berat, mataku pun jadi ikut-ikutan ngantuk. Dan berujung pada pekerjaanku yang kena imbasnya." Kania menyeruput kopi panasnya sesaat dan meletakkan kembali gelasnya ke atas meja. Matanya begitu lekat memperhatikan Naura. Seolah berasal dari planet alien kala melintas hal yang menarik di kepalanya

“K-kenapa, Kak. Ada yang aneh sama wajahku, ya?” tanya Naura risih.

“Ternyata kau hebat juga, Na.”

“Hebat?” Naura menaikkan salah satu alisnya. Mengurungkan niatnya untuk kembali secepatnya ke ruangan divisi umum. Tertarik pada apa yang akan diucapkan oleh seniornya.

“Yup.” Kania berkata penuh semangat, melebihi semangatnya bertemu dengan gebetan di malam minggu.

“Kau diperebutkan dua orang pria kece pagi ini. Wow, daebak.” Kania menepuk pundak Naura dengan gemas.

Lihat selengkapnya