Naura meletakkan segelas teh panas ke atas meja bersamaan Raka keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada - usai membersihkan tubuhnya. Buru-buru ia memalingkan wajah ke atas meja, berpura-pura menikmati susu hamilnya kala tanpa sengaja melihat lekukan tubuh berotot Raka yang menggiurkan. Tak ingin pria--dengan body proporsional, yang selalu menjaga ketat bentuk tubuhnya--memergokinya. Melihat wajahnya penuh dengan pendaran merah muda.
Cukup sejam yang lalu ia begitu malu. Ketika bangun mendapati dirinya dalam pelukan Raka. Sampai sekarang wajahnya masih terasa panas manakala membayangkan--ketika dirinya membuka kedua belah mata--Raka memandanginya begitu intens. Ditambah lagi ia bermimpi dalam tidurnya pria ini menciumnya, semakin menjadi warna-warna merah muda berkeliaran di wajah manisnya.
Dan entahlah. Naura tak tahu, selagi dia tidur apakah Raka sudah meraba tubuhnya atau tidak, secara ia sadar betul selama semalaman Raka terus mendekapnya dan menenangkannya. Kendati demikian, ia tetap bersyukur. Berkat kehadiran Raka, semalam ia tidak takut lagi sampai tertidur lelap.
“Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?” Raka membuka percakapan. Menarik kursi, duduk di depan Naura - usai menyampirkan handuk di sandaran belakang kursi. Mata elangnya begitu intens menatap Naura yang menyesap susu hamilnya. Sebenarnya pertanyaannya cocok ditujukan untuk dirinya sendiri. Pelipisnya terluka. Akan tetapi, ia tidak mau ambil pusing soal dirinya.
“Hum ... iy-ya.” Naura menjawab gugup, sedetik menahan napas manakala pandangan Raka begitu menusuknya. Diletakkan gelas susu yang telah habis ke atas meja. Cepat ia melarikan tangannya di bawah meja, meremat ujung gaun hamilnya. Dipandang sebegitu intens oleh Raka membuatnya merasa tidak nyaman. Dadanya berdebar kencang. Seolah ia kembali jatuh cinta pada Raka. Tidak. Naura menggeleng. Ia tidak boleh lemah padanya. Setengah hatinya masih belum mampu menerimanya kembali.
Sementara di seberang meja Naura, Raka yang sedari tadi memperhatikannya, mengerutkan dahi manakala melihat ekspresinya. Dia memang bukan ahli menebak ekspresi wajah seseorang. Tetapi dari pengalaman yang selama ini didapatkannya, terutama terhadap lawan jenisnya, bila wajah perempuan memerah bisa diindikasikan dua hal. Satu, karena marah. Dua, karena ada rasa suka. Dan ia bisa mengindikasikan wajah bersemu merah Naura karena suka padanya? Mungkin. Semoga ia berharap begitu.
Raka berdeham. Mencoba memecahkan kekosongan sesaat di antara keduanya.
"Punyaku, kan," katanya dengan mengangkat gelas tehnya. Memberi tahu bahwa ia tidak salah ambil. Atau lebih tepatnya berusaha membuat Naura kembali fokus padanya.
"Iya." Naura mengangguk sambil menyelipkan poninya yang menjuntai ke samping telinga. Sedikit bernapas lega, Raka tidak memandangnya seintens sebelumnya.
"Na," Raka meletakkan kembali gelas tehnya, hanya sedikit saja diseruputnya, masih terlalu panas. "Aku mau berbicara serius akan hubungan kita. Bisa, kan?"
Raka tersenyum, menampakkan deretan gigi putih bersihnya. Berulang kali, takkan bosan ia memperjuangkan hubungannya pada Naura, demi masa depan mereka berdua dan calon anaknya kelak.
Naura diam sesaat. Untuk kesekian kalinya, ia tak mampu untuk menjawab apa yang akan diutarakan Raka ke depannya. Hatinya masih dipenuhi rasa bimbang.
"Apa kau sudah memutuskan untuk menikah denganku?" lanjut Raka penuh harap dan to the point.
"Tidak." Seketika Naura menjawab tegas. Entah darimana datangnya keberanian tiba-tibanya ini. Senyuman yang terukir indah di belah bibir sensual Raka lenyap seketika. "Hanya karena kejadian semalam, bukan berarti aku luluh padamu."
Raka mendesah keras. Kenapa susah sekali meyakinkan Naura. Seolah ia mendaki gunung Everest tanpa persiapan yang matang. Satu hal ia bisa ambil hikmah dari hubungannya dengan Naura. Sekali kita sudah menghancurkan kepercayaan seseorang, maka akan sulit untuk membuatnya kembali percaya pada kita. Butuh perjuangan dan keyakinan yang kuat. Itulah yang dirasakannya saat ini. Ia akui itu salahnya. Dan mungkin saja dengan cara ini pula ia menebus semua dosa yang telah dilakukannya pada Naura.
"Dan terima kasih soal semalam," lanjut Naura terus berbicara saat Raka hanya diam tak menyahut.