"Baby?" Saat membuka mata untuk pertama kalinya saat bangun tidur, hal pertama kali Raka lakukan adalah memanggil sang kekasih ketika tak mendapatinya dalam dekapannya.
"Naura?" Bergegas Raka turun dari tempat tidur. Menuju ruang ganti pakaian. Mengecek apakah barang-barangnya masih ada. Barulah Raka menghela napas lega manakala mendapati barang-barang Naura masih utuh. Itu artinya Naura tidak pergi diam-diam darinya. Melangkahkan kaki jenjangnya ke luar dari kamar, menuruni tangga satu-persatu. Sedikit terburu-buru, tak sabaran segera melihat wajahnya.
Raka langsung menuju dapur kala hidungnya mencium bau wangi masakan mengudara di sekitarnya. Siapa lagi kalau bukan Naura yang memasak. Senyum indah terukir jelas di belah bibir pria dengan paras tak kalah dari model-model dunia saat mata elangnya menangkap punggung belakang kekasihnya.
"Baby." Raka melingkarkan kedua tangannya di pinggang Naura, mulai mengelus perut buncitnya. Seperti biasa, menyapa calon bayinya. Ketika telapak tangannya menyentuh perut buncit Naura, sang jabang bayi selalu bereaksi terhadap sentuhannya. Menendang-nendang. Seolah menyapa balik.
Disandarkan dagunya ke atas bahu sempit Naura yang terekspos jelas, menampilkan kulit putih mulusnya hingga mengundangnya untuk menempatkan bibirnya di sana, sembari menyesap wangi khasnya. Wangi yang selalu membuatnya merasakan betapa indahnya dunia bila bersama Naura. Seolah tak ada lagi yang diinginkannya dalam hidup ini.
Sementara itu, mata elang Raka sedari tadi memperhatikan kedua tangan Naura, begitu telatennya mengaduk nasi di atas wajan bersama toping-toping menggiurkan. Sungguh menggugah selera. Aroma nasi goreng yang menusuk penciumannya seketika membuat perutnya keroncongan. Rasa lapar seketika menyerangnya.
"Dear, menjauh dariku." Naura berusaha menggerakkan bahu sempitnya, menjauhkan bibir Raka di atas kulitnya. Sedikit terganggu acara memasaknya karena Raka bergelayut manja. Raka bergeming. Tak beranjak walau seinchi pun dari tubuh nya. Ia ingin menikmati waktu seperti ini sedikit lebih lama lagi. Hatinya bahagia. Betapa tidak. Moment-moment indah seperti ini kembali hadir di hidupnya. Ketika putus dari Naura, sungguh ia tidak mampu membayangkan akan bisa menikmati kembali moment indah seperti ini lagi.
"Dear, kau mendengarku?"
Raka hanya bergumam malas.
"Ayolah, Dear. Kau menggangguku," aku Naura jujur sambil menghela napas. Raka tetap diam hingga membuatnya jengkel. Ia jadi teringat adegan sama seperti ini. Beruntung di sini cuma ada dia dan Raka. Bagaimana bila dilihat orang lain. Sungguh rasanya jadi sangat malu. Seperti pertama kali dia memergoki Sunny sama Do-jin bermesraan di dapur.
"Oke, bila gak mau melepaskan tanganmu. Kita gak usah sarapan pagi ini," ancam Naura seraya mematikan kompor.
"Jangan!" Raka berteriak membuat Naura tersenyum geli. Padahal dirinya sudah selesai memasak. Raka mengerang tertahan. Dengan berat hati menjauhkan kedua tangannya dari tubuh kekasih hatinya. Memutar tubuh Naura menghadap padanya. Mata elangnya menatap lekat pendaran merah muda di pipi Naura.
"Sudah mandi dulu saja, gih. Kamu bau." Naura berpura-pura kebauan sembari mengibaskan tangan di sekitar hidungnya.
"Baiklah. Tapi sebelumnya ..." Raka menundukkan kepala hingga sejajar dengan wajah Naura. Secepat kilat menempelkan bibirnya di atas bibir plum Naura. Mengecup ringan bibir menggodanya.
"Morning kiss, Baby." Raka mengedipkan sebelah mata. Berlalu dari hadapan Naura dengan bibir tersungging senyuman kepuasan. Mulai hari ini pagi indahnya kembali bersinar bagaikan cahaya mentari yang tiada henti menyinari bumi.
***
"Iya, Mom. Raka mengerti." Sambil memakan nasi goreng buatan Naura, Raka menjawab pertanyaan ibunya di telepon. Seperti biasa, Cathie kembali menelepon. Menanyakan kapan balik ke Indonesia. Sementara itu, Naura sibuk menyuapinya seraya mengomelinya saat jam telah menunjukkan angka delapan. Sebentar lagi jam masuk perusahaan. Naura tak ingin terlambat bekerja. Kata Naura, dia justeru menghambat waktunya. Oh, ayolah. Ia bukannya sengaja menghambat waktu kekasihnya. Hanya saja masih ingin berlama-lama dengannya pagi ini. Berpisah beberapa jam itu terasa sangat lama.
"Raka, kenapa sih kau tak mau cepat-cepat pulang ke Indonesia? Kau tak rindu sama Mommy yang kesepian di sini?”
“Tentu saja Raka rindu sama Mommy.”
“Tapi kenapa belum mau pulang? Apa di sana ada yang lebih menarik hatimu?"
Sebelum menjawab pertanyaan ibunya, Raka membuka mulutnya lebar-lebar ketika Naura menyodorkan sesendok nasi goreng ke mulutnya. Suapan terakhir. Tanpa terasa, saat berbicara dengan ibunya di telepon, nasi gorengnya telah habis dengan Naura yang menyuapinya.
"Ada, Mom." Saat menjawab Raka menatap lekat wajah manis Naura. Tak sabaran ingin mengenalkan pada ibunya sebagai calon mantu.
"Oh, ya? Apa itu?"