"Jadi ini perusahaannya." Thesa menatap lekat bangunan megah di depannya. Sudut bibir tipisnya mengembang ke atas, tersenyum penuh arti. Awalnya, ia ingin memberikan Raka kejutan di rumahnya. Tetapi setelah dipikir-pikir lagi, lebih baik mengejutkan tunangannya di kantornya saja. Mengingat jam sudah menunjukkan angka sepuluh, sudah pasti pria bermata bulat itu berada di kantornya. Tenggelam dalam tumpukan dokumen yang menggunung di atas mejanya.
Sekalian menunjukkan pada seluruh orang-orang di perusahaan Raka, bahwa dirinya adalah tunangan sah Raka. Bahwa Raka sudah ada yang memilikinya. Paling penting lagi, untuk mengusir para lalat-lalat ganjen yang bertebaran di sekitarnya. Diakuinya, selama ini Raka tidak pernah mengenalkannya pada siapa pun sebagai tunangannya.
Baginya itu tidak masalah, asalkan Raka tetap menjadi miliknya. Mau Raka bersikap cuek dan dingin, baginya tidak masalah. Benar-benar tidak masalah. Sebab ada pepatah mengatakan, bila nanti sudah menikah, lambat laun rasa cinta akan tumbuh sendiri seiring berjalannya waktu dalam kebersamaan mereka.
"Di mana ruangan CEO kalian," ujar Thesa penuh percaya diri pada salah satu karyawan di meja receptionist.
"Silahkan isi buku tamunya terlebih dahulu. Ada keperluan apa anda dengan beliau?" Wanita dengan rambut dicepol menyodorkan buku ke hadapannya.
"Aku tidak butuh itu. Aku hanya butuh di mana ruangan CEO kalian," jawabnya dengan angkuh tanpa membuka sama sekali kacamata hitam yang membingkai wajah cantiknya. Mengabaikan sama sekali buku tamu di depannya.
"Tidak bisa begitu, Miss. Anda harus mengikuti aturan yang berlaku di perusahaan ini. Memangnya anda siapa?" tanya karyawati ini mulai terpancing emosinya saat mendengar jawaban angkuh Thesa.
Thesa tersenyum miring. Bersidekap dengan dagu terangkat ke atas. Menunjukkan bahwa statusnya lebih tinggi dari wanita sedikit lebih pendek darinya ini. "Kau tanya aku siapa?"
"Tentu saja. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangan CEO." Wanita di depannya tidak mau kalah dalam berdebat. Lagipula sudah menjadi tugasnya, juga mengorbankan pekerjaannya. Bisa-bisa dirinya dipecat hanya karena kesalahan seperti ini.
Thesa
 tersenyum sinis. "Asal kau tahu. Aku bukan termasuk sembarang orang. Aku bisa menyuruh CEOmu memecatmu detik ini juga bila tidak mau menunjukkan di mana ruangannya. Paham!"
***
"Masuk!" Raka menghentikan kegiatannya bersamaan irisnya menatap ke arah pintu yang diketuk. Seketika matanya membalak lebar. Tubuhnya mengeras, tidak bisa bergerak bagai kayu mati - meski ada ular yang melintas di depannya pun takkan bereaksi sama sekali. Seolah dunianya hanya berpusat pada sosok di depannya. Seolah pandangannya tidak ada yang lain selain kemunculan tiba-tibanya.
"Kejutan!" Thesa beseru gembira, tersenyum lebar hingga menampilkan gigi-gigi putih bersihnya. Keceriaannya begitu terpancar manakala menatap sosok nyata tunangannya. Hatinya semakin mengembang bahagia kala melihat ekspresi Raka yang sangat diharapkannya. Begitu terkejut akan kehadirannya di kantor yang penuh dengan ornamen kemewahan di dalamnya. Selama beberapa bulan ini mereka sama sekali belum pernah berjumpa.
"T-Thesa?" Raka berkata terbata-bata. Tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Tak menyangka Thesa justeru menyusulnya ke pulau Jeju. Astaga! Raka lupa satu hal tentangnya. Thesa bisa bertindak nekad bila menginginkan sesuatu. Bahkan dulunya, ketika dirinya jauh menetap di benua Amerika, gadis ini nekad menyusulnya - meski sama sekali ia tidak pernah menggubris kehadirannya. Jangankan menganggap kehadirannya, gadis ini meneleponnya saja ia tidak pernah mengangkatnya.