Dear, My Baby

Renny Ariesya
Chapter #32

32| Cukup Dengan Rencana Indah Saja

Lama Naura memandangi wajah tampan Raka, tanpa ekspresi sama sekali, bagaikan orang yang tidak punya jiwa. Pandangannya begitu kosong. Entah apa yang ada dalam benaknya. Ia tak bisa menebak jalan pikiran kekasihnya saat ini. Naura mendesah dalam diam. Kebisuan telah melanda keduanya selama lebih kurang lima belas menitan setelah makanan tersaji di hadapan mereka. Tidak. Naura rasa kebisuan melanda mereka sekitar sejam lebihan. Lebih tepatnya ketika Raka menjemputnya sepulang dari bekerja. Ia terus diam. Bahkan ketika dia mengutarakan singgah sebentar di cafe favorit mereka, Raka hanya menurut saja, tanpa protes sama sekali.

Naura mengembuskan napas pendek. Tidak biasanya Raka diam seperti ini. Adakah hal yang membuat hatinya kesal saat ini?

"Dear, kau baik-baik saja?" Naura bertanya hati-hati. Suaranya begitu lembut, bagai seorang ibu yang membujuk buah hatinya - enggan membuka mulut mungilnya untuk memakan nasi putih.

Raka tergagap ketika Naura menepuk lembut punggung tangannya. Memberi tahu di mana mereka saat ini. Seolah memberi kode kepadanya - cukup untuk waktu melamunnya. Bola matanya bergerak-gerak memperhatikan sekitar. Hanya beberapa pengunjung memenuhi meja di sekitar mereka duduk. Cahaya lampu yang tidak terlalu menyilaukan mata menyinari ruangan cafe, membuat para pengunjung merasa nyaman menikmati santap malam. Ditambah dengan hiburan dari suara merdu seorang penyanyi wanita melantunkan musik mellow membuat para pengunjung betah berlama-lama berada di dalam cafe.

"Ya. Aku baik-baik saja, Baby," jawabnya dengan sedikit tersungging senyuman di belah bibirnya setelah kembali menatap iris cokelat bening Naura. Tak bosan memandang kedua bola mata indah yang selalu bisa membuat jantungnya berdebar-debar tak karuan. Seolah merasakan berkali-kali jatuh cinta untuk pertama kalinya.

"Apa kau punya masalah, Dear?"

"Tidak." Raka menggeleng cepat. "Memangnya kenapa, Baby?" tanyanya sembari menyeruput kopi hitam originalnya. Rasa pahit dan manis ketika pertama kali menyentuh ujung lidahnya membuat pikirannya sedikit tenang. Tidak kusut seperti beberapa jam yang lalu. Dalam hati ia memuji pilihan minuman Naura ketika dirinya butuh rasa penenang selain kata-kata support--biasanya--dari sosok manisnya.

"Tapi wajahmu tidak bisa membohongiku, Dear."

“Ya?” Raka meletakkan cangkir kopi ke tatakannya. Dahinya mengkerut mendengar ucapan bernada cemas dari Naura.

"Ekspresimu seolah mengatakan kau punya masalah. Adakah yang membuat hatimu kesal?" Naura mencoba menebak. "Barangkali dengan bercerita padaku, bisa mengurangi sedikit beban masalahmu, Dear."

Naura tahu benar sifat Raka. Selama mereka menjalin kasih, Raka tidak pernah menunjukkan bila dirinya punya masalah berat padanya. Ia sangat mengerti tujuan Raka tidak pernah menceritakan masalahnya. Tak ingin membuatnya ikut-ikutan cemas terhadapnya. Tetapi ... bukankah itulah tujuan hidup kita dalam berpasangan? Untuk saling berbagi dalam keadaan sulit, bukan hanya berbagi dalam kebahagiaan saja. Ada istilah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Percuma punya pasangan bila tidak bisa dijadikan teman untuk berbagi pikiran. Percuma bila tidak bisa dijadikan sandaran ketika punya masalah. Kendati demikian, tidak sepenuhnya Raka selalu menutupi masalah darinya. Adakalanya bercerita. Mungkin ada hal yang memang tidak perlu Raka ceritakan padanya. Naura menghargai setiap keputusan kekasihnya. Sama seperti yang selama ini Raka lakukan padanya. Selalu menghormati keputusannya.

"Aku siap menjadi pendengar setiamu," sambung Naura dengan senyum menenangkan setelah menyeruput cokelat panasnya.

Raka menggeleng samar. "Tak ada, Baby."

"Benaran nggak ada masalah?" Sekali lagi Naura bertanya. Hatinya seolah tak yakin dengan jawabannya. Ia meragukannya.

"Benaran."

"Yakin?"

"Yakin."

"Nggak bo'ong?" Naura berkata penuh selidik, bagaikan seorang polisi yang menginterogasi penjahat.

"Benaran, Baby. Sudah, tak usah dipikirkan. Bila memang ada yang mengganjal hatiku. Aku akan cerita padamu. Karena menurutku ini memang tidak terlalu penting, jadi aku putuskan buat tidak cerita padamu."

Naura mengangkat bahu. "Ya sudah kalau begitu. Lain kali kalau punya masalah, apa pun itu, cerita padaku ya. Siapa tahu aku bisa membantu."

"Siap, Nyonya." Raka tersenyum lebar. Mengusap sayang pucuk kepala Naura. Inilah yang disukainya dari sifat Naura. Perhatiannya yang begitu tulus. Samar senyum Raka memudar. Ingatannya segera melayang pada kejadian siang tadi.

“Kenapa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?”

Lihat selengkapnya