Seoul.
Sabtu, 31 Maret 2018. Pukul 10:00.
Mobil mewah jenis sedan sekelas BMW memasuki Gerbang Tol Seoul. Cat hitam metalik yang melapisi bodi mobil, ditambah efek pantulan sinar matahari yang membuat mobil itu tampak bercahaya memberikan kesan misterius nan berkelas, seakan mewakili karakter sang pemilik, Ahn Jisung. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan 120km/jam. Melintasi Jalan Tol Yeongdong, menembus Terowongan Maseong, menyebrangi Jembatan Bokhacheongyo menuju Daejeon, hingga papan penunjuk jalan bertuliskan “Pintu Keluar Tol Daegu” diambang mata.
Jisung memarkirkan mobilnya di halaman parkir sebuah Vila* yang digunakan sebagai rumah dinas Kejaksaan Cabang Daegu. Semilir angin dengan hawa dingin yang membawa kesegaran musim semi pun berhembus menyambut Jisung yang baru saja menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Kota Daegu.
Jisung membuka pintu rumah dinas yang telah disiapkan untuknya. Ia melepas sepatunya, melangkah perlahan memasuki ruangan tipe 1.5 room* itu. Ukurannya tidak besar, namun cukup untuknya yang hidup sendiri. Diputarnya kran air di wastafel untuk memeriksa kondisi air, lalu membuka lemari yang berada di atas wastafel. Kemudian ia menyalakan kompor untuk memeriksa apakah masih berfungsi atau tidak, dan dilanjutkan membuka pintu kamar mandi. Matanya menyelidik setiap sudut ruang kecil yang lembab itu dengan jeli, dan menutup pintu kembali setelah memastikan kondisi kamar mandinya. Jisung berjalan menuju kamar tidur dan memeriksa kondisi setiap fasilitas dengan teliti. Lalu kembali ke ruang tengah, disentuhnya dengan halus sofa yang bertengger di sana, memastikan tidak ada debu halus tertinggal, baru kemudian duduk dan menyalakan televisi dengan volume suara kecil. Saat sedang memilah-milih saluran yang akan ia tonton, ponselnya berdering. Diangkatnya telepon dari ibunya.
“Ya, Eomma.*”
“Jisung, apa kau sudah sampai?”
“Baru sampai. Ada apa?”
“Sepertinya barang-barangmu baru bisa dikirim besok pagi. Pihak kargo mengabari terjadi kesalahan sistem. Kau beli saja pakaian ganti untuk sementara.”
“Baiklah.” Ucap Jisung mendengus.
Mendengar kabar tak sedap dari ibunya, Jisung memutuskan untuk meninggalkan rumah dinasnya itu dan berjalan keliling kota sambil menikmati segarnya udara di musim semi.
⁂⁂⁂
Kejaksaan Cabang Daegu.
Senin, 2 April 2018. Pukul 09.00.
Semua staf yang sedang berjalan menuju gedung kejaksaan terkesima melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam melintas, memasuki gerbang Kejaksaan Cabang Daegu. Mereka bertanya-tanya, siapakah orang yang membawa mobil mewah itu kemari? Mungkinkah ia anak konglomerat yang akan diselidiki? Semua pertanyaan itu terjawab sudah saat Jisung turun dari mobilnya.
Setelan jas dan celana bahan berwarna biru gelap yang dipadukan dengan kemeja putih dan dasi biru dengan motif salur membuat Jisung tampak begitu menawan dan karismatik. Perpaduan jaket coat berwarna abu-abu dan sepatu pantofel hitam mengkilap mampu menambah kesan elegan. Bagai mendapat lotre di waktu krisis moneter, semua orang di kejaksaan tercengang melihat seseorang yang biasanya hanya dapat mereka lihat di televisi.
Jisung membenarkan coat yang dirasa kaku. Sambil menenteng tas kerjanya, Jisung berjalan dengan gagah melintasi para staf kejaksaan yang masih tersihir oleh pesona Jisung yang begitu nyata. Orang pertama yang ia temui adalah Kepala Cabang, Jaksa Yoo Hyungshik.
Seperti kantor kejaksaan pada umumnya, Kejaksaan Cabang Daegu memiliki beberapa departemen, diantaranya Departemen Anti-korupsi dan Kejahatan Terorganisir, Departemen Hak Asasi Manusia, Departemen Keamanan Publik dan Departemen Kriminal. Namun, dengan pertimbangan tingginya tingkat kriminalitas di Daegu selama beberapa tahun terakhir, maka Departemen Kriminal di Kejaksaan Cabang Daegu dibagi menjadi dua divisi. Jisung ditempatkan di Divisi Kriminal Satu. Sebetulnya, tidak ada perbedaan khusus antara Divisi Kriminal Satu dan Dua, yang perlu diperhatikan adalah kedua tim menyelesaikan tugasnya dengan baik. Itu saja.
Selesai berbincang singkat dengan Jaksa Kepala Yoo, Jisung masuk ke ruang Kepala Divisi Kriminal Satu didampingi oleh Kepala Cabang. Kehadirannya disambut oleh para anggota Divisi Kriminal Satu.
Jaksa Kepala Yoo memperkenalkan Jisung. “Mulai hari ini, dia anggota baru Cabang Daegu, ini Jaksa Ahn Jisung.”
Jisung pun menyapa rekan-rekan kerjanya. “Annyeonghaseyo*, senang bertemu dengan rekan-rekan sekalian.”
“Selamat datang di Kejaksaan Cabang Daegu.” Ucap Kepala Divisi, Jang Minseok.
“Tolong jaga Jaksa Ahn dengan baik. Bahkan kalau perlu, jangan bebani ia dengan tugas di minggu ini. Beri dia waktu penyesuaian.” Pinta Jaksa Kepala Yoo pada Kepala Divisi Jang.
“Baik, akan kami laksanakan.” Jawab Kepala Divisi Jang.
Lalu Jaksa Kepala Yoo meninggalkan ruangan dan Jisung pun berkenalan dengan para anggota Divisi Kriminal Satu yang mulai detik ini resmi menjadi rekan kerjanya.
Masih di ruangan Kepala Divisi, Jisung beserta anggota Divisi Kriminal Satu menempati meja rapat.
“Jaksa Ahn, seperti yang dikatakan Kepala Yoo, kau sebaiknya fokus untuk menyesuaikan diri pekan ini.” Ucap Kepala Divisi Jang.
Namun Jisung dengan tegas menolaknya. “Terima kasih tawarannya. Bagiku, ditempatkan di manapun sama saja. Jadi, akan lebih baik jika aku mulai bekerja sesegera mungkin.”
Mendengar jawaban Jisung, seketika semua anggota divisi termasuk kepala divisi menjadi kaku.
“Sepertinya Jaksa Ahn sangat bersemangat.” Ucap Kepala Divisi sambil memaksakan tawa. Ia berusaha memecah situasi canggung diantara rekan kerjanya.
“Apakah penyidik dan sekretaris timku sudah disiapkan?” Tanya Jisung pada Kepala Divisi Jang.
“Oh tentu. Mereka adalah tim yang bekerja bersama Jaksa Jo Taesung, jaksa yang menempati posisimu sebelumnya. Kemampuannya tidak perlu ditanya, mereka adalah tim yang terbaik di Kejaksaan Cabang Daegu.” Ketua Divisi Jang menjawab dengan penuh percaya diri.
“Baiklah. Oh ya, satu hal lagi, aku ingin mengajukan reformasi.” Balas Jisung.
“Reformasi?” Ucap Jaksa Moon Youngkwang terkejut.
“Reformasi apa yang kau maksud?” Tanya Ketua Divisi Jang tak mengerti.
“Aku sudah memeriksa online database Kejaksaan Cabang Daegu. Dari angka 100%, 5% diantaranya adalah kasus yang ditangani Departemen Hak Asasi Manusia, 9% kasus ditangani Departemen Anti-Korupsi dan Kejahatan Terorganisir, lalu 24% adalah kasus yang masuk ke Departemen Keamanan Publik. Maka 62% sisanya adalah kasus yang masuk ke Departemen Kriminal. Mulai sekarang, aku akan menerima semua kasus yang belum terpecahkan lebih dari dua bulan dari masing-masing anggota. Selain itu, tolong serahkan 50% dari jumlah keseluruhan kasus yang ditugaskan ke Divisi Kriminal Satu padaku.” Ucap Jisung.
“Jaksa Ahn, bukankah seharusnya kau berdiskusi dulu denganku terkait hal ini?” Tanya Kepala Divisi Jang terkejut.
“Maaf atas tindakanku ini.” Jawab Jisung segan.
Jaksa Kim Boah menimpali dan menahan emosinya. “Begini Jaksa Ahn, aku tahu kau adalah tipe orang pekerja keras. Dan hal itu merupakan sesuatu yang positif. Tapi apa alasanmu bertindak sampai sejauh ini?”
“Jika dibandingkan dengan Divisi Kriminal Dua, Divisi Kriminal Satu hanya menangani 20% dari keseluruhan kasus yang masuk ke Departemen Kriminal. Namun, tingkat penyelesaian kasusnya sangat rendah. Padahal, jika dilihat dari tingkat kesulitan pemecahannya, kompleksitas perkara tidak mencapai level medium. Bahkan ketika aku membuka satu persatu profil anggota Divisi Kriminal Satu, tiap anggota memiliki setidaknya 20 kasus yang belum terpecahkan setiap bulannya. Lebih parahnya lagi, kasus itu dibiarkan menumpuk hingga terbengkalai. Jika hal itu diketahui publik, bukankah nama baik kejaksaan akan tercoreng?” Balas Jisung dengan tatapan tajam. “Aku juga sudah berbicara dengan Kepala Cabang terkait hal ini. Kuharap Pak Kepala Divisi juga mendukung gagasanku. Namun jika ada yang menentang, maka silahkan selesaikan kasus anda sendiri dan mulai bekerja lebih keras.” Tukasnya.
Seolah mendapat sindiran keras, Jaksa Kim Boah beserta anggota Divisi Kriminal Satu, Jaksa Moon Youngkwang, Jaksa Kang Junghoon, termasuk Kepala Divisi Jang Minseok skakmat mendengar jawaban Jisung. Rumor yang selama ini beredar di kejaksaan ternyata bukan sekedar gosip tanpa landasan yang jelas. Mereka merasakan langsung betapa kakunya seorang Ahn Jisung. Tampaknya, julukan “Anjing Pemburu” yang disematkan pada Jisung bukan sekedar julukan biasa, melainkan sebuah fakta yang tak bisa ditapik. Pertemuan pertama pun diakhiri dengan kecanggungan.
Selepas pertemuan pertama usai, para jaksa anggota Divisi Kriminal Satu berkumpul dan mulai menggunjingkan sikap Jisung.
“Aku rasa dia menganggap orang-orang di Daegu sama dengan orang-orang di Seoul.” Ujar Jaksa Kim Boah.
“Ya, dia tidak tahu, seberapa keras kita bekerja menghadapi orang-orang di Daegu. Dia harus merasakannya langsung.” Sahut Jaksa Kang Junghoon.
“Kita lihat, berapa lama dia akan bertahan disini.” Jaksa Moon Youngkwang menimpali.
Kepala Divisi Jung mendampingi Jisung ke ruangannya. Begitu membuka pintu, seorang pria berumur 45 tahun dan seorang wanita berumur 28 tahun menyambut kedatangan Jisung. Mereka adalah Penyidik Baek Hongjin dan Sekretaris Han Yiseo, yang akan menjadi bagian dari tim Jisung. Mereka dengan sabar menunggu kedatangan Jisung selama tiga bulan masa penundaan pemindahtugasan.
Selesai berkenalan dengan singkat, Jisung meminta Sekretaris Han untuk membawa setegah dari jumlah keseluruhan berkas kasus yang belum terselesaikan. Sekretaris Han tanpa basa-basi menuruti perintah Jisung. Ia beregas pergi ke ruang arsip tempat menyimpan dokumen kasus yang belum selesai.
Selagi menunggu Sekretaris Han kembali, Penyidik Baek menyerahkan sebuah tumpukan kertas tebal pada Jisung.
“Apa ini?” Tanya Jisung.
“Ini salah satu kasus yang ditangani Jaksa Jo Taesung. Namun belum terselesaikan hingga waktu pemindahtugasannya tiba.” Ucap Penyidik Baek sungkan.
Jisung membaca sekilas berkas kasus yang ia terima dari Penyidik Baek, “kekerasan pada anak”.
“Jaksa Ahn, jika dilihat dari urgensinya, bukankah kasus ini harus didahulukan?”
Jisung membuka satu persatu lembaran kasus itu. Ia membacanya dengan cepat namun teliti. Kasus ini sudah lebih dari tiga bulan, gumamnya dalam hati.
“Kenapa kasus seperti ini belum diselesaikan selama lebih dari tiga bulan?” Tanya Jisung tak percaya.
“Awalnya, korban hanya menderita sakit perut biasa akibat dari pukulan yang ia terima. Jaksa Jo menganggap kasus ini tidak terlalu mendesak untuk diselesaikan. Tetapi beberapa hari yang lalu korban mendapat operasi akibat luka serius di perutnya.”
“Baiklah, sepertinya kita akan menangani kasus ini dulu.” Sahut Jisung yang setuju dengan pendapat Penyidik Baek. “Penyidik Baek, tolong buatkan jadwal wawancara dengan tersangka dan saksi. Kita adakan penyelidikan ulang. Dan juga, bagaimana keadaan korban?”
“Karena kondisinya yang semakin memburuk, korban telah mendapat penanganan medis beberapa hari yang lalu. Namun untuk kondisi saat ini belum bisa dipastikan karena korban tak kunjung siuman.”
“Aku harus tahu seberapa parah kondisi korban. Kalau begitu tolong buatkan janji dengan dokter yang merawatnya. Kita akan ke rumah sakit setelah jam makan siang.”
“Baik Jaksa Ahn.”
⁂⁂⁂
“Yeoboseyo.” Ucap Hyejung sesaat setelah ia meletakkan ponsel di telinganya. Terdengar suara seorang laki-laki dari seberang telepon.
“Dokter Nam, aku sudah melihat rekam medis pasien yang kau kirimkan.”
“Ya sunbae, bagaimana pendapatmu?”
“Aku bersedia menjadi dokter bedah utamanya, dengan dua syarat.”
“Syarat? Apa itu?”
“Pertama, kau yang akan menjadi asisten pertama.”
“Oke, tidak masalah. Lalu apa syarat yang kedua?”
“Makan malam bersama. Malam ini.”
“Malam ini?” Tanya Hyejung tak percaya.
“Ya, malam ini, Dokter Nam tidak mau?”
“Baiklah, aku terima syaratmu. Selanjutnya akan ku atur jadwal konsultasi sunbae dengan pasien.” Lalu laki-laki itu menutup teleponnya.
Dia adalah dokter Gong Kangin, dokter ahli bedah ortopedi, salah satu orang yang menyukai Hyejung. Telah lama ia menantikan kesempatan ini, di mana ia bisa makan malam bersama wanita pujaannya. Meskipun ia tahu, Hyejung hanya menganggapnya sebagai rekan kerja, ia tak mempermasalahkan hal itu, selama ia bisa berada di dekat Hyejung. Begitupun juga Hyejung yang tak mempermasalahkannya.
Beralih ke meja administrasi Departemen Pediatri. Dokter Kang Minhyuk dan Dokter Spesialis Kardiologi Pediatri, Shin Naeun sedang berkumpul bersama para perawat untuk membahas perkembangan pasien yang mereka rawat. Ditengah-tengah obrolan, seorang wanita muda yang tampak asing datang menghampiri.