Dear my Love, it is a Great Frightful Felicity

Ovianra
Chapter #2

Bab I, Jepit Rambut dan Mata Perak

Di sebuah kamar dengan nuansa warna cokelat muda, seorang gadis kecil tengah duduk di atas sofa sambil membaca buku di tangannya. Sesekali dia akan mengambil biskuit di atas meja dan memakannya tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari halaman yang ia baca.

“Nona, sudah saatnya untuk tidur,” ucap gadis muda berusia enambelas tahun yang berdiri di depan gadis kecil itu. Dia merupakan pengasuh nona muda dari keluarga Duke Tunissa sejak dua tahun lalu.

“Sebentar lagi, Kate,” ucap Rosalind Quinsley, putri satu – satunya Duke dan Duchess Tunissa.

“Baiklah, ini susu hangat yang nona minta tadi.” Kate mengulurkan segelas susu strawberri pada Rosalind.

Rosalind lalu meneguk susu favoritnya hingga tandas. “Terima kasih, Kate.”

Kate tersenyum kecil melihat noda susu yang tersisa di sudut bibir nona mudanya, ia lalu mengulurkan tangan untuk menghilangkan noda itu. “Tidur sekarang ya, Nona?” bujuknya sekali lagi. Rosalind akhirnya mengangguk dan menutup bukunya. Dia lalu berjalan ke tempat tidur dan membaringkan tubuh di sana. Kate menyelimuti tubuh gadis itu dan berucap, “Selamat malam, Nona. Mimpi indah.” Dia pun meniup seluruh lilin yang menyala dan meninggalkan kamar Rosalind.

Setelah Kate pergi, Rosalind membuka matanya. Dia melirik ke arah pintu kamar untuk memastikan bahwa pengasuhnya tidak akan masuk lagi. Setelah merasa yakin, Rosalind menyingkap selimut dan beranjak dari tempat tidur. Dia mengambil jubah yang dia sembunyikan di bawah ranjang dan memakainya. Dengan langkah mengendap – endap, dia menghampiri jendela kamar dan melompat dengan hati – hati. Untung saja kamarnya berada di lantai satu.

Hawa dingin langsung menyerang tubuh kecil Rosalind saat dia berhasil menapakkan kakinya di atas rumput. Menutupi wajahnya dengan tudung jubah, Rosalind mulai berlari kecil ke gerbang belakang mansion sambil tetap menghindari pengawasan dari para penjaga yang berkeliling. Dia lalu memiringkan tubuhnya agar muat saat melewati sela – sela gerbang itu.

Butuh waktu limabelas menit untuk sampai di alun - alun kota Tunis, ibukota Provinsi Tunissa yang ia tinggali. Hari ini adalah malam kesepuluh Rosalind memberanikan diri untuk keluar dari mansion sendirian tanpa orangtua maupun pengawal. Merapatkan jubahnya, Rosalind berjalan mengamati pertokoan yang masih buka dan orang – orang yang berlalu - lalang di depannya. Kedua matanya berbinar saat dia sampai di pasar malam. Rosalind berjalan cepat menghampiri pedagang yang menjual aksesoris rambut.

“Hai, nona manis. Jepit rambut ini cocok untukmu,” ucap si penjual menyodorkan sebuah jepit berwarna biru tua. “Cantik seperti mata nona.”

Rosalind menerima jepit itu dengan senang hati. “Terima kasih, Bibi. Tapi aku tidak membawa uang, bolehkah membayar dengan ini?” tanya Rosalind yang mengeluarkan permata dari kantung jubahnya.

Bibi penjual kaget melihat permata yang tidak sebanding dengan harga sebuah jepit rambut. “Nona, dengan permata itu, anda bisa membeli seluruh dagangan saya.”

Rosalind terkejut dengan fakta itu. Dia lalu tersenyum manis. “Aku tidak tahu. Ambil saja Bibi, aku sangat menyukai jepit ini.”

Bibi penjual menggeleng. “Ambil saja jepit itu, Nona. Anggap saja sebagai hadiah karena nona sangat menggemaskan.” Dalam hati, Bibi itu mengetahui identitas dari Rosalind saat beberapa helai rambut gadis itu tak sengaja keluar dari balik tudungnya.

“Terima kasih, Bibi. Aku memang sangat menggemaskan.” ucap Rosalind. “Tapi aku akan tetap membayarnya.” Rosalind dengan cepat menaruh permata itu diantara aksesoris rambut di depannya sebelum berlari dengan cepat mengabaikan Bibi penjual yang memanggilnya.

Rosalind tertawa senang menatap jepit di tangannya tanpa berkonsentrasi dengan apa yang dia temui di jalan. Tubuhnya menabrak seseorang hingga ia terjatuh dan membuat tudung yang menutupi wajahnya tersingkap. Panik, dia segera membetulkan tudung dan segera bangkit.

“Tunggu,” ucap anak laki – laki yang ditabrak oleh Rosalind. Dia membungkuk mengambil jepit rambut yang tergeletak di ujung sepatunya, lalu berjalan dengan langkah lebar -berhimpitan dengan orang – orang untuk mengejar Rosalind. “Saya bilang tunggu!” Tangannya berhasil meraih siku Rosalind membuat gadis kecil itu berteriak kaget. .

“Lepaskan aku!” ucap Rosalind ketakutan dan tubuhnya mulai gemetaran. Sontak dia menjauhkan tangannya dari gadis itu

Anak laki – laki itu berniat mengulurkan tangan kembali untuk menenangkannya, namun Rosalind reflek menghindar dan semakin menempelkan tubuhnya ke dinding sebuah toko roti yang telah tutup. Sang anak lelaki pun berjongkok dan menatap Rosalind. “Maaf saya telah membuat nona jatuh. Ini milik anda, bukan?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah jepit rambut.

Rosalind melirik ke telapak tangan anak itu dan segera mengambil jepit rambutnya. “Iya. Ini punyaku. Kau bukan orang jahat, kan?” tanyanya dengan polos.

Tawa langsung keluar dari mulut anak laki – laki itu. Dia lalu kembali berdiri dan mengusap kepala Rosalind. “Tentu saja saya bukan orang jahat. Jika memang saya berniat jahat pada nona, saya tidak akan minta maaf dan mengembalikan jepit rambut nona.”

"Mendengar hal itu, Rosalind mengangkat kepalanya dan menemukan iris berwarna abu – abu menatapnya dengan lembut. Warna mata abu – abunya yang berkilauan di bawah sinar bulan mengingatkan Rosalind akan gelang perak kesayangannya yang dia simpan di laci kamar. Rambut ikal cokelat muda anak laki – laki itu tertiup angin dan Rosalind tanpa sadar berucap, “Indah.”

“Terima kasih, Nona Quinsley.”

Rosalind melebarkan matanya terkejut. “Kau mengenalku?”

Diambilnya beberapa helai rambut Rosalind dengan perlahan, “Tentu saja. Hanya Duchess dan putrinya, Rosalind Quinsley yang memiliki rambut seperti ini di Kekaisaran Reich.”

Lihat selengkapnya