Matahari sudah terbenam saat Rosalind menyelesaikan kelas etiketnya. Gadis kecil itu berjalan menuju ruang makan dan menemukan kedua orangtuanya telah berada di sana menantinya.
“Selamat malam, Ayah, Ibu.” Rosalind memberi salam sambil menekuk lutut dan mengangkat tepi gaunnya.
“Malam, sayang,” balas Alexander. Pria itu lalu mengangkat tangan kanannya sebagai tanda bagi pelayan untuk menyajikan makan malam.
“Malam, putri ibu yang cantik. Kemarilah,” pinta Margareth dan Rosalind duduk di samping ibunya. “Bagaimana kelasmu hari ini?”
“Rose bisa mengerjakan tugas yang diberikan Nyonya Laurence dengan baik,” jawab Rosalind dengan semangat. “Ibu, bisakah Rose menambah satu kelas lagi?”
Margareth mengusap puncak kepala putrinya. “Kelas apa yang kau inginkan?”
“Kelas Bahasa Neos. Bahasa Resmi Kerajaan Neo.”
“Kelas bahasa lagi? Baru dua bulan kau mengikuti kelas Bahasa Blumy. Apa kau yakin, sayang? Ibu tahu kau anak yang diberkati dengan kecerdasan di atas rata – rata. Tapi Ibu tidak ingin kau membuat dirimu tertekan dengan pelajaran yang kau pelajari.”
“Rose tidak merasa tertekan, Ibu. Bagi Rose semua kelas menyenangkan. Maka dari itu, Rose ingin menambah kelas baru lagi,” sanggah Rosalind.
“Ayah akan mencarikan guru Bahasa Neos setelah kita kembali dari ibukota kekaisaran,” ucap Alexander tiba – tiba.
“Sayang.” Margareth menatap protes pada sang Duke. “Putri kita masih kecil. Aku tidak ingin dia dibebani oleh pendidikannya.”
“Justru karena dia masih kecil, daya ingatnya sangat baik. Apalagi Rose akan menjadi penggantiku di masa depan. Dia harus memiliki kemampuan yang layak untuk menjadi seorang Duchess Tunissa,” ucap Alexander tegas.
Margareth hendak membantah namun akhirnya dia memilih menarik nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. “Baiklah. Tapi aku ingin Rose menyelesaikan kelas Bahasa Blumy terlebih dahulu sebelum memulai kelas Bahasa Neos-nya.”
“Ya, begitu lebih baik.” Alexander setuju.
“Terima kasih, Ayah, Ibu. Rose akan belajar dengan rajin,” ucap Rosalind sungguh – sungguh.
“Sama – sama, sayang.” Margareth memberikan kecupan ringan di kening Rosalind.
Menu makan malam telah tersaji semua di atas meja. Mereka menghentikan percakapan dan memulai makan malam bersama dengan tenang. Setelah makan malam selesai, Rose izin kembali ke kamarnya. Dia beralasan untuk tidur lebih awal sebagai persiapan untuk perjalanan ke ibukota besok pagi. Namun, Rosalind bangun dari tempat tidurnya dan pergi menyelinap keluar seperti malam – malam sebelumnya.
Di depan sebuah toko roti yang tutup, Helio duduk menunggu kedatangan sang putri. Setelah beberapa waktu, seorang gadis kecil berambut pirang dengan jubah hitam menghampiri dirinya.
“Helio,” tegur gadis kecil itu.
Helio berdiri menyambut kedatangan Rosalind. “Selamat malam, Nona.”
“Kau membawa susu cokelat-ku, kan?”
“Tentu saja.” Helio mengeluarkan sebotol susu cokelat dari balik jubahnya dan Rosalind meraih botol itu secepat kilat.
“Akhirnya aku bisa meminumnya.” Tanpa membuang waktu, Rosalind bersiap duduk di teras toko roti itu. Dengan gesit, Helio melepas jubah yang ia kenakan dan menaruhnya di lantai teras untuk alas duduk Rosalind.