Dear Oma

Lyra
Chapter #2

Chapter 2 : Pernikahan

Aliyah memperhatikan susunan foto pernikahan di tembok rumah Oma, tiga bingkai foto berurutan dari atas kebawah. Anak perempuan berumur 10 tahun itu mengamatinya dengan mata berbinar, Sebentar lagi, batinnya, sebentar lagi, hari yang ditunggu-tunggunya akan datang, hari pernikahan Mawa dan Marum.

 

 Aliyah beranjak dari foto itu, ia berjalan kearah kamar yang ada tepat berhadapan dengan foto-foto itu, ia memasuki sebuah kamar yang cukup luas, tepat di depan pintu, ada sebuah lemari besar yang tingginya berkisar hampir 3 meter berwarna putih, meja tualet yang ada di sebelah pintu kamar mandi penuh dengan alat make up, parfum, salep, dan lain-lain. Di dinding sebelah meja tualet, terdapat gantungan yang penuh dengan aksesoris kalung-kalungan milik Oma, sebuah kasur berukuran queen size berada di samping jendela, karpet tua warna abu-abu dibentangkan di samping kasur, dua meja kabinet kecil di samping kanan dan kiri kasur dipenuhi oleh pulpen-pulpen dan buku-buku catatan, sebuah TV tua ditaruh diatas rak tepat berhadapan dengan kasur Oma.

 

 Aliyah menghampiri Oma yang sedang duduk di ujung kasurnya, dengan handphone yang ia tempelkan ke telinganya. Suara dial terdengar disambut oleh sapaan seseorang dari arah sana. Al mengamati Omanya yang sedang sibuk menelepon, ia duduk di karpet sambil menyenderkan punggungnya di lemari.

 

 “Iyo iyo, 21 Mei, nanti datang yo, iyo lah tu, kaduonyo alah dape’, indak khawatir lagi awak, iyo pasti… Sanangnyo hati awak kini, alah takabua do’a awak, dape’ urang rancak-rancak kalakuannyo, iyo, do’akan yo. Semoga lancar sadonyo, iyo… “ Oma mematikan telepon. Terlukis di wajahnya yang senyuman cerah, hari yang dinantikannya akan datang tidak lama lagi. Memakai kacamata plusnya, Oma mengambil pulpen yang ada di kasur, kertas-kertas dan buku tulis bersebaran di hadapan Oma, penuh dengan catatan-catatan Oma yang tidak pernah bisa Aliyah baca, wajar, tulisan orang jaman dulu, hanya orang yang memiliki kemampuan membaca dan menulis tulisan sambung yang bisa membacanya. Tulisan Oma rapih dan teratur, namun Aliyah saja yang belum bisa mengerti sepenuhnya dan hanya bisa mengamati tulisan itu, ia hanya bisa membacanya sedikit-sedikit.

 

 Oma kembali sibuk menulis, buku tulisannya penuh dengan berbagai macam tulisan Oma. Catatan orang-orang yang akan masuk undangan pernikahan, catatan arisan Oma selaku bendahara arisan, buku nomor, catatan keuangan harian, semuanya lengkap di tulis oleh Oma dengan telatennya.

 

 “Al, tolong ambil Al, buku tulis Oma yang ada diatas meja tualet.”

 

 Aliyah beranjak ke meja tualet yang ada di dekat kamar mandi. “Nggak ada Oma.”

 

 “Ah ada kok, cubolah cari yang bana, dibalik tas itu kali, ada disitu tadi.” Kata Oma sambil menurunkan kacamata plusnya untuk melihat kearah Aliyah.

 

 Aliyah mengangkat tas itu, tampak sebuah buku tulis kotak-kotak berwarna biru, “Yang ini ya Oma?”

 

 “Nah, itu ada, kamu nih kalo nyari indak taliti.”

 

 Aliyah tersenyum kecil sembari membawakan buku itu kepada Oma.

 

 Tidak lama, seorang perempuan memasuki kamar Oma dengan wajah riang, “Ma, kita pilih bahan buat seragam hari ini yuk Ma, Uni ngajak ke toko bahan.”

 

“Ya udah, ayo siap-siaplah, jam bara keceknyo?”

 

 Mawa melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul jam 9 lewat 15, “Nanti Ma, abis zuhur.”

 

 Mawa menoleh kearah Aliyah, “Al, kamu juga ikut, semuanya bakal pada ikut pergi, nanti ganti baju ya, siap-siap.”

 

 Aliyah mengangguk. Pemilihan bahan seragam adalah salah satu bagian penting bagi keluarga Aliyah, karena semua orang punya standar dan selera masing-masing. Aliyah dan adik-adiknya, Alika, dan Fatma, hanya duduk menonton aksi pemilihan bahan, seru ya, Aliyah memandang mereka. Sementara itu kedua adik laki-lakinya yang masih kecil, Musa dan Ismail, sibuk berlarian dan bermain petak umpat diantara kain-kain yang ditumpuk, Alika dan Fatma satu persatu menyusul mereka dan bermain kejar-kejaran diantara lipatan-lipatan kain dan gulungan-gulungan yang bertumpukan. “Kak! Main kena jadi yuk!” seru Alika.

 

 Aliyah berdiri , dan bergabung bersama mereka, “Siapa yang jadi?”

 

“Eeh, jangan lari-lari! Beko jatuah kain! Ha! Dimarahin satpam beko!” Seru Oma.

 

Lihat selengkapnya