"Aliyah! Alikah! Fatma! Makanlah! Talai'-talai' jugalah makan! Masuak angin beko!"
Oma mengeluarkan logat minangnya yang khas, melihat cucu-cucunya yang sudah ia suruh makan, namun belum beranjak pula sedari tadi.
"Iya Oma...! Sebentar lagi... Belom laper Oma..."
"Ha! Belom laper jugalah! Ada patai kantang balado, Oma alah masak, masih gamau makan?"
Wajah Aliyah dan kedua adiknya bersinar gembira, "Ooohh... Ada pete... Iya Oma aku makan dulu ya Oma..."
Sambil cengengesan, mereka berjalan kearah Oma di dapur untuk mengambil makan, belum sempat mengambil piring, tangan Oma sudah dengan cepatnya menaruh nasi di piring, lengkap dengan sambal balado, patai dan kentang balado khas Oma yang sudah ia masak sedari tadi, nasi dan sambalnya dirames dengan tangan Oma sendiri, diambilnya satu-satu untuk cucu-cucunya.
Oma memberikan piring berisi nasi dan lauk kepada Fatma, “Makasih Oma…” Fatma mengambilnya, lalu ia pun duduk di lantai sambil makan dengan lahapnya, Alika yang menunggu di belakangnya segera pergi ke kursi sofa begitu menerima piring dari Oma dan mengucapkan terimakasih dengan senyum kecilnya, Aliyah pun tidak lupa di berikan dengan nasi yang berporsi dua kali lebih banyak.
“Adek-adek kalo kebanyakan suka indak abis, kalo kamu apa aja dikasih pasti abis.” Kata Oma sembari memberikan piring yang penuh dengan nasi dan lauk, dua kali lipat lebih dari porsi adik-adiknya, Aliyah melihat ke arah perutnya yang gendut dan buncit, ia menyeringai, “Hehe… Makasih Oma…”
Aliyah makan dengan lahap, menurutnya, belum ada makanan yang bisa menandingi masakan Oma, sambal balado yang dimasak dengan sangat matang, garamnya pas, semua bumbunya pas menurut Aliyah, walaupun ia tahu, dia sendiri jarang tidak doyan dengan makanan apapun sejak kecil, namun makanan Oma adalah juara baginya.
Oma duduk di sofa merah yang berada di ruang tamu yang cukup luas itu, beberapa sofa tua yang mana beberapa dari mereka sudah banyak dari kulitnya yang terkelupas, sofa-sofa itu bersender di dinding berderetan di sebelah Oma, sebuah foto keluarga besar dipajang di dinding tepat di depan pintu keluar, beberapa foto keluarga dipajang dengan rapih di dinding tepat di atas kepala Oma. Oma membesarkan matanya untuk melihat cucu-cucunya yang makan dengan lahap, senyum puas tampak di wajahnya memperhatikan mereka makan dengan lahap, Oma mengambil kacamata plus yang ada di atas meja kaca kecil yang ditutupi taplak putih, ia mengambil buku catatan tua yang sudah robek-robek, kemudian ia mulai menulis di buku catatan itu.
“Assalamu’alaikum!”
Terdengar suara ketukan pintu, kemudian pintu itu terbuka dengan dorongan yang cukup cepat dan riuh, seorang laki-laki paruh baya masuk dengan senyum lebar, ia menghampiri Oma “Hai Mamaa, wangi banget nih, mama masak apa maa?” Laki-laki itu mengecup dahi Oma.
“Alah makan kamu Fad? Onde makin gapuak wa’ang ko, Makanlah dulu.” Kata Oma sambil menepuk perut anak keduanya.
“Hehe, iya nih, Fadli mesti jogging lagi, dah lama ga jogging”
Aliyah dan adik-adiknya segara berdiri dan menyalami laki-laki itu, “Papa Fadli… Makan yuk Papa Fadli…”
Satu persatu anak-anak Papa Fadli masuk dengan sopan, mereka segera masuk dan menyapa Oma, mereka memeluk dan mencium pipi Oma bergantian, “Apa kabar Oma…” Kata Kakak Dena, cucu tertua Oma, disusul oleh adiknya Mas Darran, kemudian Dimas, lalu Dira, anak dari Papa Fadli yang paling bungsu.
Oma tersenyum sumringah, ia menyambut mereka dengan ceria, “Makan dulu gih makan dulu, Mama mana?”
“Di mobil Oma, tadi lagi ada yang dicari, kayaknya sebentar lagi turun.” Kata Mas Darran. Tidak lama, seorang perempuan memakai selendang pashmina dan berpostur cukup tinggi masuk ke rumah, ia segera mendatangi Oma, kemudian menyalaminya.
“Gimana keadaan Ma? Baik?”
Oma tersenyum, “Baik Rin, makan dulu lah Rina, ada kentang balado”
“Waahh mantaapp, siapp Ma.”
Kakak Dena menyapa Aliyah dengan ramah, ia bertos ria dengan Aliyah, Alika dan Fatma, “Heeeiii All, Alikaa, Fatmaa, lucu banget si kalian lagi makaann, jadi gemeesh. Mawa sama Marum mana??”
“Mawa di atas Kakak Dena… Tadi Mawa katanya mau mandi dulu diatas, Marum kayaknya ada kerjaan, lagi kerja di kamar Oma.” Kata Aliyah.
“Sabtu gini?? Iiih Marum hebat bangett, salutt,” Kakak Dena menggelengkan kepala sambil mendecakkan lidah, menunjukkan rasa salutnya. “Aku ke Marum dulu ah, lanjut makan gaeess.”
Kakak Dena memasuki kamar Oma, terdengar suara sapaan Kakak Dena dan suara ceria Marum, tidak lama, Marum keluar dari kamar Oma.
“Maaf yaak, ada kerjaan tambahan, adek kerja dulu deh tadi,” anak-anak Papa Fadli mendatangi Marum dan memeluknya, mereka di sambut oleh senyum ceria Marum, “Mas Bimaa, nih Bang Fad dateng nih!” Tidak lama, Om Bima turun dari kamar di lantai atas.
Mawa yang juga baru turun dari kamarnya tidak lama kemudian pun disambut oleh anak-anak Papa Fadli, Mawa menyapa Papa Fadli, “Bang, Kak Rin. Kakak abis mandi, panas beeuuhh, gak tahan Kakak.” Om Hardi yang mengikuti di belakang segera menyalami Papa Fadli dan Mama Rina.
Papa Fadli, Mama Rina, dan anak-anaknya satu persatu mengambil makanan diiringi oleh Oma yang menunjukkan dimana lauk dan nasi ditaruh, mereka pun duduk makan di meja makan bundar.
Hari sabtu atau minggu, adalah hari dimana Papa Fadli, Mama Rina dan anak-anaknya datang berkunjung ketika mereka sedang tidak sibuk, jadwal anak-anaknya yang penuh terkadang membuat beberapa dari mereka tidak datang. Namun hari ini, nampaknya jadwal mereka sedang cukup luang sehingga mereka datang sekeluarga lengkap.
Begitu juga dengan Mamirna dan Pakdhe Irad yang sering berkunjung di hari sabtu atau minggu, tidak jarang Mamirna mengajak keluarganya makan diluar, ataupun pergi berlibur bersama.
Aliyah masuk ke kamar tamu, disusul oleh Alika, nampak kamar tamu yang penuh dengan lego-lego dan mainan yang berserakan, kasur yang seprainya nampak terlepas ujung-ujungnya, beberapa baju mereka tertumpuk di dekat lemari. Tidak lama, Fatma masuk ke kamar, Dira menyusul di belakangnya.
“Yu Dir, mau ikut main lego gak?” Kata Fatma pada sepupu seumurannya itu, gadis berumur tujuh tahun itu segera duduk di lantai, ia menunjukkan beberapa rumah lego yang ia buat pada sepupunya. Dimas yang masuk tidak lama setelahnya segera terseret dan diajak main oleh sepupu-sepupunya. Suara tawa dan riang dari anak-anak yang bermain pun terdengar dari luar ruang tamu, Dimas yang akhirnya tidak tahan karena dijahili terus oleh sepupu-sepupunya itu pun akhirnya keluar kamar, “Udah udah! Keluar dulu ah!” Katanya sambil menyeringai, sementara mereka yang di dalam acuh tak acuh dan lanjut bermain.
Mawa mengajak anak-anak bermain kartu bersama. Empat satu, joker, go fish, tepok nyamuk, adalah permainan yang sering mereka mainkan ketika sedang berkumpul, yang anak-anak maupun yang dewasa, sudah jadi seperti tradisi keluarga bermain kartu dan gaplek bersama. Suara riuh terdengar ketika tepok nyamuk dimainkan, Om Bima dan Om Hardi pun ikut meramaikan, Mawa yang memang suka bermain dengan anak-anak membuat permainan tampak lebih seru dan riuh. Marum yang baru selesai kerja pun segera diajak dan ikut bermain, karena Marum yang biasanya sibuk bekerja dan tidak bisa selalu ikut, bermain tepok nyamuk terasa lebih menyenangkan bagi Aliyah.