Dear Oma

Lyra
Chapter #7

Chapter 7 : Pandemi

Maret, 11, 2020

 

 Pengumuman akan pandemi virus covid-19 diumumkan pada hari rabu ini, seluruh Indonesia maupun dunia semakin meningkatkan kewaspadaan mereka akan virus yang menyebar, masker menjadi sesuatu yang harus dipakai apabila hendak keluar rumah. Sejak pengumuman pandemi, semua orang berdiam di rumah sebisa mungkin, terutama para lansia yang dianjurkan untuk tidak keluar rumah sama sekali.

Semua kegiatan Oma seperti arisan, berkumpul bersama teman maupun keluarga dan kegiatan-kegiatan yang lainnya terhenti seketika, Marum yang biasa pergi ke kantor mendapat izin WFH (work from home). Guru agama dan guru matematika anak-anak berhenti datang ke rumah untuk sementara, dalam seminggu, anak-anak diberi beberapa pelajaran yang harus mereka kerjakan sebanyak tiga kali, hari Senin, Rabu, dan Jum’at.

 Kegiatan sehari-hari mereka terbatas, suara anak-anak yang biasa bermain setiap sore sekarang menjadi sunyi. Aliyah, Alika dan Fatma masih biasa ke rumah Oma setiap harinya. Sekarang, Aliyah sudah diperbolehkan untuk memakai handphone, walaupun segala kegiatan seperti browser, play store, dan lainnya di pakaikan password yang hanya diketahui oleh Ummi sandinya. Ia mendapatkan handphone itu dari Mawa yang memberikan handphone lamanya yang masih bagus.

 

Hari itu, seperti biasa, Aliyah datang ke rumah Oma, harum masakan tercium semerbak dari arah dapur, sebuah bau yang familiar bagi Aliyah. Al membuka pintu ke dapur basah di belakang, ia mendapati Oma yang sedang duduk di sebuah kursi kantor tua yang entah kenapa ditaruh di dapur itu sejak lama. Mata Oma yang menyipit nampak di mata Aliyah seolah ia sedang tertidur pulas. Al menghampiri Oma, “Oma masak apa Oma?” Oma menoleh ke arah suara itu berasal, lalu matanya kembali ke arah kompor di depannya yang tidak jauh dari tempat ia duduk.

“Nih, lagi panasin ayam balado kemaren,” Ucapnya, “Kamu udah makan?”

Aliyah menggeleng, “Belom Oma. Baru jam dua belas Oma… Aku belom laper.” Ujarnya. Oma mengernyit, “Dirumah ada makanan?”

“Ada Oma, ayam balado yang Oma kasih kemaren malem masih ada.” Oma mengangguk, “Baguslah.”

Al berjalan ke depan kompor, “Oma, ini mau aku balik nggak ayamnya Oma?” Ia mengambil sodet yang ada di samping wajan.

 “Boleh, baliaklah.”

Aliyah membalikkan ayam itu satu persatu, setelah selesai, ia duduk di bangku yang ada di sebelah Oma. Matanya berfokus pada ayam di wajan, tampaknya ia ingin menarik kata-kata ‘Belum lapar’ yang sebelumnya ia katakan.

“Oma, aku boleh makan ayam baladonya nggak Oma?”

Oma membuka matanya, melihat kearah Aliyah yang matanya berbinar menatap ayam balado itu, ia tergelak, “Bolehlah, makanlah Al, udah tau kok Oma.”

 

Al terkekeh, ia berjalan ke luar dapur untuk mengambil nasi, dilihatnya Mawa yang juga tampaknya sedang mengambil piring, Mawa menyengir, “Makan Al?”

“Iya, hehe.”

“Mawa juga mau nih,” Ujarnya, Aliyah menyengir, ia berjalan kembali ke dapur, ia mengambil sepotong ayam balado, kemudian makan di sebelah Oma. “Oma makan yuk.” Ajaknya.

Senyum Oma sumringah melihat Al makan, “Tolong matikan kompornya Al,” Ucapnya, Aliyah mematikan kompor di depannya itu, Oma beranjak dari kursi, “Yuk bawa ayamnya keluar Al.”

Aliyah mengambil dua lap dapur kecil yang digantung di rak piring, kemudian ia membawa wajan itu dan mengikuti langkah Oma keluar dapur.

Oma mengambil nasi di piring, lalu ia mengambil ayam balado yang ada di wajan, ia berjalan ke arah sofa marun kebangsaannya, lalu duduk dan makan dengan tenang.

 

Suara pintu yang dibuka terdengar pelan di sebelah mereka, tampak seorang anak berusia 11 tahun dengan kerudung hitamnya memasuki rumah, “Assalamu’alaikuum..” Ucap Fatma.

Lihat selengkapnya