Dear Oma

Lyra
Chapter #21

Chapter 14 : Lembaran Gelap

 Tahun itu, tahun 2024.

Awal tahun dimana lagi-lagi dibukanya sebuah lembaran baru, namun kali ini, lembaran itu bukan berwarna putih. Perlahan-lahan, Al membalik halaman di buku itu, lama-lama, tangannya yang tadinya lambat dalam membuka halaman putih yang telah berubah menghitam, kini menjadi semakin cepat, semakin cepat, dan semakin cepat, seperti orang yang berlari dari kejaran ombak berwarna hitam.

.

Mereka berjumpa dengan ulang tahun Oma lagi, kini yang ke 79 tahun. Seperti tiap ulang tahun Oma yang lainnya, banyak orang yang datang ke rumah siang itu.

Sayangnya, keadaan Oma sedang kurang baik, ia tidak banyak bicara, ia hanya mengiyakan, atau menggeleng. Ia kembali pada fase itu yang datangnya pada waktu yang tidak tepat, sama sekali tidak tepat. Sepanjang hari, mereka yang masuk dan berbicara dengan Oma tidak mendapatkan respon yang bagus seperti biasanya, Oma hanya mengangguk, mengucap "Iya." Atau "Enggak.", terus seperti itu.

Fatma membuatkan kue coklat, usaha kerasnya sejak tadi malam itu tampaknya terbayarkan setelah melihat reaksi orang-orang yang memakannya dengan lahap dan habis seketika, kue yang coklatnya sangat terasa, dan tekstur kue browniesnya yang lembut, ditimpa oleh whipped cream, kemudian dituangkan coklat cair diatasnya. Fatma tersenyum malu saat kuenya dipamerkan pada Oma, walaupun Oma tidak dapat memakannya, ia tetap memberikan senyuman bangga.

.

Suara gemuruh petir dan hujan yang deras membasahi tiap jalanan yang mereka lewati, mobil melaju di bawah gelapnya langit mendung dan derasnya hujan, tujuan mereka adalah suatu tempat akupuntur yang Opa Dodi rekomendasikan minggu lalu. Tempat itu tidak begitu jauh, namun jalan untuk melewatinya cukup sulir, mereka melewati gang-gang kecil dan beberapa perumahan, hingga akhirnya mereka sampai di sebuah parkiran luas dengan bangunan yang memancarkan beberapa cahaya lampu itu di pojoknya, tampak tulisan "Pengobatan Akupuntur dan Refleksi' tertulis di spanduk yang dipasang di temboknya. Mawa menyetirkan mobil ke dalam parkiran, ia membanting setir, kemudian memosisikan mobil tepat ke bawah atap bangunan itu. Suara dentuman air yang meluncur melalui pipa di bawah genteng terdengar keras di atas mobil yang posisinya hanya setengah itu.

Al menurunkan kursi roda dari belakang bagasi, ia bersama dengan Marum membuka kursi roda yang dilipat itu, kemudian mereka membuka dan menyusunnya satu persatu.

"Kak, ini Mama turun?" Seru Marum dengan mengeraskan suara, melawan suara bising dari hujan yang deras.

"Iya! Mau gimana lagi dong?" Ucap Mawa dari dalam mobil.

Al membuka pintu mobil depan, "Oma, kita turun dulu ya." Oma mengangguk, Al mendekat, kemudian mendekap tubuh Oma, dibantu oleh Marum yang mengeluarkan kaki Oma, mereka berdua memiringkan tubuh Oma sehingga Oma berada dalam posisi duduk keluar, Marum mendekatkan kursi roda besar itu, lalu menguncinya, sementara Al mengangkat tubuh Oma dengan posisi Oma yang seperti berdiri, kakinya menapak di lantai semen itu, namun tanpa kekuatan apapun. Membalikkan tubuh Oma, Al mengarahkannya ke arah kursi roda, lalu mendudukkannya.

Mereka pun memasuki bangunan itu, orang yang melakukan prosedur akupuntur pada setiap pasiennya hanya ada satu, yaitu pemilik pusat akupuntur itu sendiri, panggilannya adalah 'Kokoh', ia adalah seorang mantan dokter yang menganggap obat-obatan dokter itu ternyata hanyalah menjadi salah satu penyebab rusaknya tubuh mereka yang mengonsumsinya secara terus menerus. Tempat akupuntur itu memiliki banyak review dan hasil yang bagus dari banyak pasiennya, terutama dari pasien stroke seperti Oma.

Setelah pendaftaran, mereka menunggu di ruang tunggu itu hingga nama Oma dipanggil, beberapa pegawai perempuan mempersilahkan mereka untuk masuk ke sebuah ruangan yang besar. Masuk ke dalam, hawa dingin dari penyejuk ruangan seolah meniup tubuh mereka seketika, terdapat 13 kasur dipan berwarna hitam, sesaat tampak seperti kasur pijat tanpa lubang kepala. Disana terdapat banyak pasien perempuan lainnya, kebanyakan sudah tua. Kurang lebih ada 11 orang di ruangan itu, menunggu gilirannya satu-satu untuk di tusukkan jarum di tubuhnya.

Al mengangkat tubuh Oma ke salah satu dari kasur-kasur itu, dibantu oleh Mawa dan Marum, setelah Oma berbaring, seorang pasien di sebelahnya menyapa,

"Stroke ya bu?"

Melihat Oma yang tidak merespon, pandangan wanita itu beralih ke arah Mawa dan Marum,

"Iya, udah dari tahun lalu."

"Saya juga sama kayak ibunya, stroke, tadinya saya enggak bisa jalan sama sekali, tapi alhamdulillah setelah menjalani akupuntur disini, saya udah bisa jalan lagi."

"Ooh, gitu ya?" Mawa dan Marum beradu pandang, mungkinkah ini jalan menuju kesembuhan Oma?

Sosok laki-laki besar dan gemuk, berkepala botak dengan baju kemeja cerah dan celana pendek itu masuk ke dalam ruangan, ia memberi aura ramah dan santai, ia menyapa pasien pertamanya, kemudian menusukkan satu-satu jarum ke titik-titik tertentu, sampai akhirnya setelah beberapa lama, tibalah giliran Oma.

"Stroke ya?" Tanyanya singkat sembari mengambil jarum akupuntur yang belum terbuka dari kemasannya dari kantung kemejanya.

"Iya Kokoh-"

"Siapa nih saya manggilnya? Nenek? Eyang? Oma? Oma ya?"

Mawa mengangguk, "Iya. Jadi koh, Mama itu udah kena serangan sejak akhir tahun lalu,"

"Hmm," Sahutnya,

"Jadi Mama ini, udah banyak sekali penyakitnya ya Koh, awalnya dari lambung, abis itu kena serangan jantung, terus serangan stroke, sekarang tambah lagi ginjal sama paru-parunya."

"Hm-mm."

"Mama sering menurun kondisinya, kadang enggak bisa ngomong, abis itu besok paginya, lancar lagi, begitu terus kejadiannya. Nah kami denger, disini emang udah biasa nanganin orang stroke, jadi kami kesini."

"Okeh, kalo gitu saya minta list obatnya ya."

"Oh iya- Al kamu bawa kan?"

Aliyah mengeluarkan buku catatan obat itu dari dalam tas, ia memberikan buku itu pada Kokoh, setelah diamati dengan seksama, Kokoh menyerahkan buku itu pada salah satu pegawainya, menyuruhnya untuk mencatat semua obat-obatannya.

"Banyak sekali ya obatnya." Ujarnya. Sementara tangannya mulai menggopoh jarum yang ada di kantung kemejanya, ia mengeluarkannya satu-satu, kemudian menusukkan jarum-jarum itu pada Oma. Setelah selesai, ia menyerahkan bekas bungkus jarum itu pada pegawainya, "Jadi ini, saya coba dulu ya dilancarkan peredaran darahnya. Sekali lagi, bukan saya yang menyembuhkan, tapi Allah, saya hanya perantara. Jadi saya lakukan sebisa saya ya."

Mawa dan Marum mengangguk menyetujui, "Nunggunya berapa lama Koh?"

"Mm, sekitar 30 menit, nanti pegawai saya udah pasang timer, kalo udah nanti dicabutin jarumnya sama dia."

"Oke makasih banyak ya Kokoh."

Tidak lama, seorang pegawai perempuan menghampiri, kemudian menegur mereka bertiga, "Bu, yang nungguin cuma boleh satu ya, takutnya nanti pasien yang lain keganggu."

Lihat selengkapnya