"Mama- mau ke UGD! Sesek ini!"
Dibawah bayangan malam yang gelap dan suram, diterangi oleh lampu-lampu jalan dan bangunan-bangunan, bahkan seolah cahaya sinar rembulan kalah oleh sinar buatan dan penuhnya polusi. Malam itu, permintaan Oma untuk pergi ke UGD karena dadanya yang terasa sesak membuat mereka tidak punya pilihan lain selain memenuhinya.
"Jadi apa yang dirasa nek?" Dokter jaga kala itu sibuk menatap monitor komputer yang ada di hadapannya, sembari mulutnya menanyakan beberapa pertanyaan.
"Sesek," Ucap Oma singkat, mulutnya perlahan terbuka, namun ia tutup kembali.
"Udah berapa lama pake oksigen?" Tanya dokter,
"Udah dari dua hari yang lalu dok. Jadi Mama ini batuk, kami udah konsultasi ke Dokter Vira di rumah sakit ini sejak beberapa bulan yang lalu, beliau bilang, salah satu penyebab batuk ini bisa jadi karena ginjal dok," Mawa menoleh ke arah Oma, kemudian kembali pada dokter, ia menurunkan suaranya,
"Ginjalnya udah- yah... " Mawa memberi isyarat pada dokter, dokter mengangguk, tampaknya ia mengerti maksudnya.
"Ya udah Bu, silahkan pendaftaran dulu, abis itu kita langsung tangani."
Oma mengeluhkan sesak napas sedari tadi, ia gelisah, panik, hingga ia masuk ke ruang UGD dan segera di uap oleh suster. Hingga malam hari mereka ada di sana, dan kini, penyebab batuknya lagi-lagi terkuak.
"Ibu ini udah gagal ginjal," Ucap dokter jaga saat itu ketika mereka sedang jauh dari ruang tempat Oma berada, menatap wajah-wajah kecewa mereka yang mendengarnya,
"Penyebab seseknya ini dari ginjal, cairannya udah terlalu banyak masuk ke paru-paru, kita enggak ada pilihan lain selain cuci darah."
Mawa dan Marum, juga Mamirna malam itu hanya menggeleng mendengar apa yang dokter utarakan,
"Coba saya tanya dok, apa tingkat keberhasilan cuci darah itu tinggi?"
Dokter itu terdiam,
"Kami tidak mau membuat Mama semakin menderita dok, dengan cuci darah yang bahkan belom tentu berhasil, yang ada hanya Mama yang semakin menderita."
Dokter itu tidak dapat berkata-kata lagi. Akhirnya malam itu, mereka sudah pasrah, segala pengobatan dan ikhtiar sudah mereka coba, mulai dari pengobatan, rumah sakit, akupuntur, kedokteran, herbal, terapi, semuanya, mereka sudah tidak mau membuat Oma lebih menderita lagi.
Sepanjang malam, mereka semua menunggu di ruang UGD, napas Oma yang kian berbunyi tidak menunjukkan tanda-tanda membaik, Al menunggu di samping Oma, menggaruk tubuhnya yang gatal, apapun itu. Saat itu, waktu menunjukkan pukul tengah malam, Al menatap Mawa dan Marum yang kala itu memandang Oma dengan pandangan sendu, ia menyentuh bahu mereka berdua, kemudian tersenyum,
"Selamat ulang tahun Mawa, Marum."
.
"Ma, biasanya, kalo Adek Kakak ulang tahun, Mama bakal ada di samping kita, kita makan kue, jalan-jalan, pergi makan keluar, bahagia. Adek gak nyangka, di ulang tahun kami yang sekarang bakal ada di UGD nemenin Mama yang sakit..."
Aku melihat ke arah kedua ibuku ini, aku tahu betul apa yang mereka rasakan. Sekarang, kami sudah pulang dari UGD, namun, keadaan Oma belum juga membaik, malahan, semakin parah, ia berangsur-angsur kehilangan kesadaran, napasnya semakin lama, semakin tersengal-sengal, ini hari kelima.
Tante Sharon selalu datang, ia mengecek keadaan Oma terus menerus, aku selalu berterimakasih setiap melihat kedatangannya, seolah ada ketenangan baru yang datang di kala bantuan tiba di hadapan kami.