Azan Shubuh yang berkumandang merdu sayup-sayup terdengar dari dalam kamar. Kala itu, tidak seperti biasanya, Aku terbangun sendiri tanpa ada senggolan maupun teguran dan panggilan dari Oma. Entah mengapa, mataku sibuk mencari sosok itu, sosok yang tampaknya aku tidak dapat kehilangan pandangan darinya. Seolah sesaat, aku panik melihat kasur Oma yang kosong dan selimutnya yang dilipat dengan rapih, tanpa kusadari, aku berlari tergesa-gesa keluar kamar, aku tidak mau kehilangannya, tidak akan. Hanya itu yang ada di benakku.
Ruangan yang gelap namun tidak gulita, di bawah cahaya remang-remangnya lampu berwarna putih kekuningan itu, kudapati Oma yang duduk di sofa merah marun tua kebangsaannya dengan memakai mukena hijau muda yang sudah butut, dengan sarung peninggalan Opa yang ia ikat di pinggangnya dengan erat. Dengan khusyuk, ia bersembahyang. Entah apa yang aku rasakan pada saat itu, namun aku menyenderkan kepala di dinding dengan air mata mengalir di pipiku. Kutatap lama nenekku yang aku pun tidak tahu apakah ia menyadari kehadiranku atau tidak, mungkin tidak, ia sedang shalat, wajar saja.
.
"Al,"
"Aliyah."