Satu bulan sebelumnya.
BRAAAK!!
Pintu kamar Alvin terbuka dengan lebar. Dan penyebabnya adalah Leo yang langsung menghampiri Alvin di mejanya.
Alvin sontak menoleh ke asal suara dan mendapati Leo terengah-engah di depannya. “Napa lo ngos-ngosan gitu?” tanya Alvin heran.
“Lo sibuk?” Leo balik bertanya. Dan tanpa perlu jawaban Alvin, dia sudah paham melihat monitor laptop Alvin. Layar itu menunjukkan sebuah desain gambar.
Saat itu Alvin memang sedang mengerjakan orderan desain dari klien. Ya, disamping kuliah, sejak semester kedua Alvin bekerja sambilan membuat desain sesuai permintaan. Terkadang dia juga membuat komik digital di aplikasi hijau meski tidak rutin karena kesibukannya. Memang ini tak sesuai dengan jurusan yang diambilnya, tapi menggambar adalah hobinya.
Hasil yang didapat dari hobinya ini lumayan untuk menambah uang jajan atau koleksi komiknya. Alvin melakukan ini karena dia menyukai dunia menggambar sejak kecil, tapi orang tuanya keberatan. Mereka mengijinkan jika menggambar ini hanyalah hobi, bukan dijadikan pekerjaan tetap.
“Nggak juga sih,” jawab Alvin berbalik menghadap Leo. Jika wajah Leo sampai seserius ini, pasti ada yang penting. “Ada apa?”
“Nih!” Leo menyodorkan hapenya pada Alvin. “Lo nggak ngampus kan hari ini, jadi gue fotoin berita ini buat lo.”
Alvin mengamati foto brosur di hape Leo. Seketika senyumnya mengembang lebar.
“Wah keren nih!” seru Alvin senang. “Kesempatan gue buat buktiin ke bonyok gue!”
Leo tersenyum bangga. “Udah gue duga lo bakal seneng. Kurang baik apa gue jadi sobat lo!”
“Thanks!” Alvin langsung merangkul leher Leo sambil mengacak-acak rambut Leo yang sudah berantakan jadi semakin berantakan.
“Aaarrghhh!” teriak Leo. Ia berusaha menyingkirkan tangan Alvin dari kepalanya. “Lepasin tangan lo dari rambut gue!”
Alvin tertawa ketika Leo berhasil melepaskan diri darinya. “Rambut gue jadi makin berantakan b*go!” protesnya.
“Dah lah! Gue cabut dulu,” kata Leo setelah merapikan rambutnya dengan cemberut. “Sukses ya, Bro! Gue selalu dukung lo!”
Setelah Leo pergi, Alvin kembali berkutat dengan gambarnya yang belum selesai tadi. Mengingat info yang ia baca tadi, seketika semangatnya langsung muncul.
Pengumuman yang dibawa Leo tadi adalah kompetisi webtoon di suatu aplikasi yang baru didengar Alvin. Hadiahnya menggiurkan. Apalagi ini bisa dijadikan pembuktian pada orang tuanya bahwa dengan menggambar dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya.
Berbagai macam ide menari-nari di benaknya. Alvin harus memutuskan apa yang harus dia buat dalam kompetisi ini.
“Ah, iya harus download dulu aplikasinya!” Alvin menyambar ponselnya kemudian mencari nama Kawaiiku di GStore.
“Nah ini dia!” Jarinya menekan tombol download. Lalu kemudian dia sibuk mengikuti media sosial dari aplikasi itu yang menjadi persyaratan mengikuti kompetisi.
“Beres! Saatnya melanjutkan desain yang belum selesai dulu,” katanya dalam hati. Lalu dia kembali tenggelam dalam kesibukannya.