“Aduuuh gawat aku terlambat!” keluh seorang gadis sambil berlari turun dari bis dan memasuki halte kampus. “Bisa dimarahin panitia nih!”
Dia semakin mempercepat larinya menuju lapangan tempat semua mahasiswi baru Fakultas Psikologi berkumpul. Rambutnya yang dikuncir dua dengan pita ungu tampak berkibar-kibar mengikuti langkahnya.
Langkahnya sudah semakin dekat dengan tempat seharusnya ia berada saat ini ketika ada seseorang yang menabraknya dengan keras dari samping. Spontan gadis berseragam putih hitam itu jatuh terduduk dan menjerit kesakitan, “Aduuuh!”
“Ah, maaf, maaf!” seru suara disampingnya. Ternyata orang yang menabraknya juga terjatuh tapi ia langsung bangkit berdiri dan mengulurkan tangan padanya.
Gadis itu menyambutnya lalu berdiri. Ia mengelus-elus pantatnya yang terasa sakit karena terbentur paving lapangan. Dia melihat seorang laki-laki di depannya memakai seragam yang sama dengannya. Yang membedakannya adalah pita biru dongker yang terikat di lengannya.
“Maaf ya! Aku nggak lihat kamu tadi jadi menabrakmu.” Suara laki-laki itu terdengar gelisah sekaligus merasa bersalah. “Kamu nggak apa-apa?” tanyanya lagi. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan seperti mencari sesuatu.
“Kamu nyasar?” tanya gadis itu yang membuat wajah laki-laki itu sedikit merona merah dan menggaruk-garuk belakang kepalanya dengan canggung. “Kamu dari Teknik kan? Kok bisa ada disini? Kamu mau kemana?”
Pertanyaan beruntun dari gadis yang baru ditabraknya membuat wajah laki-laki itu semakin memerah. “Sial!” umpatnya dalam hati. “Malu-maluin aja jadi cowok sampai nyasar segala!”
“Aku mau ke perpus, tadi ketinggalan karena masih ke toilet. Jadi yang lain udah kesana duluan,” jawabnya cepat.
“Perpustakaan ada disitu.” Gadis itu menunjukkan arah perpustakaan. “Harusnya kamu melewati perpustakaan itu sebelum sampai ke sini. Apa kamu nggak lihat tulisannya tadi?”
“Ah, kelewatan ya … kayaknya tadi aku nggak lihat. Makasih. Dan maaf juga yang tadi….” Laki-laki itu masih terlihat canggung.
“Oh, nggak masalah, aku juga tadi-.” Ucapan gadis itu terpotong oleh suara keras kakak panitia MOS.
“AMMAYA ANDARISTA GUNAWAN!”
Gadis itu langsung menoleh ke arah asal suara dan melihat beberapa kakak panitia MOS melihat ke arahnya dengan galak, diikuti ratusan pasang mata mahasiwa baru di tempat itu.
“Cepat masuk ke barisanmu! Jangan pacaran aja!” Teriakan itu disambut “huuuuhh” dari peserta MOS yang lain.
Cepat-cepat gadis itu berbalik menuju barisannya sebelum panitia mengatakan sesuatu lagi. Dia tak sempat lagi menoleh untuk melihat apakah laki-laki itu sampai ke perpustakaan atau tidak.
Maya memasuki barisannya dengan wajah memerah dan beberapa teman terlihat cekikikan karena kejadian tadi. Bahkan ada yang benar-benar menanyakan, “Tadi itu pacarmu?”
Maya tidak menggubris pertanyaan itu dan sibuk mencatat tugas MOS yang diberikan. Kebetulan saat ini mereka sedang dipisah menjadi beberapa kelompok. Maya dan kelompoknya duduk di dekat kolam ikan.
“Wah Maya keren! Masih MOS begini udah dapat pacar,” goda yang lain.
“Bukan anak sini kan ya?” Yang lain ikut menimpali. “Kayaknya anak Teknik deh! Pitanya biru kan?”
“Tapi kok bisa nyasar kesini sih? Yakin dia bukan sengaja nyasar supaya bisa kenalan sama kamu, May?” Dan banyak lagi pertanyaan serupa yang ditujukan padanya.
“Yaelah! Udah aku bilang bukan!” jawab Maya gusar. “Tadi karena nyasar itu dia jadi nabrak aku. Kayaknya dia nggak ngeliat tulisan perpus makanya kelewatan. Atau mungkin karena panik ketinggalan yang lainnya,” jelas Maya panjang lebar.
Teman-temannya hanya mengangguk dengan senyum nakal. “Tapi dia cakep lho, May. Gebet deh!”
“Iya, May. Kamu cantik, dia ganteng. Cocok tuh kalian berdua!” Yang lain mengangguk setuju.
Maya tidak benar-benar mendengarkan perkataan teman-temannya, tapi benaknya memikirkan anak tadi. Dia memakai seragam MOS yang sama, sudah pasti dia adalah mahasiswa baru juga. Apalagi dia masih tersesat, artinya dia belum mengenal kampus ini keseluruhan. Pita biru dongker menunjukkan dia dari fakultas Teknik.
Dalam kilasan ingatan Maya, anak itu memang cukup tampan. Ekspresinya yang malu-malu terlihat menggemaskan. Postur badan yang cukup bagus dan tinggi itu juga nilai penting bagi Maya.