Rumah berpagar putih itu tampak sunyi. Suasana temaram menyelimuti perumahan itu. Matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya.
Di salah satu kamar rumah itu, tampak seorang gadis sedang terduduk di kasurnya. Kamar itu masih gelap. Hanya ada sedikit cahaya dari lampu luar yang menelusup masuk melalui sela-sela gorden.
Gadis itu diam tak bergerak. Ia tak menghiraukan ponselnya yang berbunyi terus-menerus. Sebuah nomor tanpa nama terlihat memanggil. Ia mengenali angka-angka itu tapi tidak mengangkatnya. Ia sengaja tak pernah menyimpan nomor itu untuk suatu alasan. Ponsel itu akhirnya berhenti berdering. Layarnya menunjukkan banyaknya panggilan tak terjawab.
Chika sudah tahu alasan Alvin meneleponnya di pagi buta begini. Ia sudah membaca semuanya. Ia tak tahu siapa orang yang membuatnya tampak seperti penjahat dengan kata-kata yang ditulisnya. Bahkan grup Random pun sedang ramai membahasnya sejak ia bangun tadi.
Ia tak tahu apa maksud tulisan itu ditujukan padanya. Dirinya sama sekali tidak mengenal akun bernama Amore123 itu. Ia merasa tak pernah melakukan sesuatu seperti yang dituduhkan padanya dalam komentar-komentar itu.
Chika sempat memeriksa profil penulis itu. Di menu “mengikuti” hanya ada akun miliknya dan Alvin. Jika Amore123 hanya mengikuti mereka berdua di Kawaiiku, artinya dia mengenal salah satu dari mereka. Jawabannya sudah jelas.
Lama gadis itu terdiam di tempatnya. Ketika cahaya pagi mulai terang, ia baru keluar kamar dan menuju dapur. Ia lalu menyibukkan diri di sana.
Chika membuat segelas teh hangat dan membuat nasi goreng dari sisa nasi yang ada di kulkas. Dengan lincah ia menyiapkan semuanya dengan rapi di meja makan. Setelah itu ia mulai membereskan sampah dan membersihkan rumah.
Tak perlu waktu lama baginya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Chika mengambil kantong sampah itu dan membawanya keluar.
Begitu ia membuka pintu, ia melihat ada sebuah motor terparkir di depan pagar rumahnya. Matanya mengenali motor itu.
Chika membuka pagar dengan pelan dan tampak olehnya ada seseorang yang sedang duduk menunduk di tembok pagar. Dilihat dari bahunya yang naik turun, sepertinya orang itu tidur.
“Kenapa dia di sini?” tanya Chika dalam hati. “Sejak kapan ia di sini?” Sambil berpikir ia meletakkan kantong itu di tempatnya dengan hati-hati. Namun bunyi derit tempat sampah itu terdengar begitu keras di pagi yang sunyi.
Laki-laki itu segera terbangun mendengar suara itu. Mata lelahnya terbuka lebar. Ia melihat Chika yang hanya mengenakan celana pendek dan kaus longgar berdiri membelakangi tak jauh dari tempatnya.
Dengan sempoyongan ia berdiri. Ia lalu berlari dan memeluk gadis itu dari belakang. Chika terkejut. Dengan sekuat tenaga ia berusaha melepaskan lengan laki-laki yang memeluknya dengan erat. Ia mendengar desah napas yang tak beraturan di telinganya.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Alvin lirih, nyaris tak terdengar.
Chika diam tak bergerak. Ia tak menyangka akan mendapat kejutan kedua secepat ini. “Kenapa dia seperti ini?” batinnya bertanya-tanya.
“Vin… lepasin aku,” katanya pelan. Alvin mendengarnya tapi ia tak mau melakukannya. Ia malah mempererat dekapannya. Kepalanya bersandar pada bahu gadis yang bingung itu.