Pagi ini Alvin sudah siap dengan kemeja rapi dan jas almamaternya. Semua bahan untuk sidang telah ia bawa. Ia berangkat ke kampus dengan mantap. Rexy dan Agus yang kebetulan ada jadwal kosong di jam itu ikut menemani dan memberi semangat.
Sidang di mulai jam 9 tepat di lantai 2 gedung Teknik Industri. Alvin mendapat giliran kedua. Saat ini ia sedang menunggu di teras bersama yang lain. Sebentar lagi, gilirannya masuk.
Alvin menenangkan diri dengan bercanda dengan teman-temannya. Sesekali membalas pesan masuk yang memberinya dukungan, termasuk orang tuanya. Dia tersenyum dan berkata dalam hati, “Aku pasti lulus!”
“Grogi, Bang?” tanya Rexy.
“Sedikit, berasa demam panggung nih,” jawab Alvin lalu tertawa garing.
Sejak dulu skripsi menjadi suatu hal yang menakutkan, terutama jika pengujinya adalah dosen killer. Jika tidak siap, bisa dibantai habis-habisan. Tak jarang ada mahasiswi yang menangis karena merasa gagal memberi jawaban yang diminta.
Pintu ruangan terbuka dan seorang mahasiswa keluar dengan senyum lega. Dia menyapa Alvin sebelum panggilan berikutnya terdengar dari dalam.
“Malvino Nathanael, silakan masuk!”
Alvin mengambil napas panjang diiringi tepukan ringan di bahu dan punggung oleh teman-temannya.
“Good luck, Bang!”
“Sukses ya, Kak!”
“Jangan ngompol ya!”
Alvin tertawa lalu melangkah masuk dengan yakin. Semuanya telah ia persiapkan dengan baik. Sekarang ia hanya bisa berdoa dan berusaha.
Waktu terus berjalan. Alvin mempresentasikan skripsinya dengan penuh percaya diri. Suaranya lantang dan tegas. Ia dengan tenang menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan menatap langsung para penguji di hadapannya. Sekilas ia melihat senyum puas dosen pembimbingnya.
“Terima kasih. Nilai kelulusan akan diumumkan setelah makan siang nanti. Anda boleh keluar sekarang,” kata salah satu penguji.
Alvin mengangguk hormat lalu keluar dengan perasaan puas dan bahagia. Ia yakin telah melakukan yang terbaik. Ia pasti lulus. Alvin menemui teman-temannya sambil berteriak “Yes!”
Sekali lagi pekik girang menggema di tempat itu. Perasaan lega memenuhi hatinya. Sebentar lagi ia akan memetik hasil usahanya selama ini. Alvin ikut menunggu di sana hingga semua peserta sidang selesai. Nilai akan diumumkan jika semua sudah mengikuti sidang di ruangan itu.
Sekarang giliran temannya yang terakhir. Alvin menunggu sendirian. Rexy dan Agus ada jadwal kuliah siang. Sedangkan yang lain pergi ke kantin.
“Udah selesai?” Suara itu membuatnya menoleh.
Sejenak Alvin heran melihatnya di tempat ini. Ia lalu menjawab, “Iya, udah.”
Maya mendekati Alvin dan duduk di sampingnya. “Selamat ya,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.