Hari Sabtu siang Alvin berdiri di depan rumah berpagar putih itu. Rumah itu tampak kosong. Pagarnya terkunci. Alvin menunggu sambil duduk di motornya.
“Sebentar lagi seharusnya dia datang,” gumamnya setelah melihat arlojinya. Jantungnya berdetak tak keruan. Ia ingin menanyakan dengan jelas pada gadis itu walau ia sudah tahu pasti jawabannya.
Alvin tak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya saat ini. Sedih. Kecewa. Marah. Sakit hati. Semuanya bercampur jadi satu. Rasa bahagia kelulusan, dan hadiah kompetisi, lenyap begitu saja ketika mendengar kabar itu.
Beberapa saat kemudian telinganya menangkap suara mobil mendekat ke arahnya. Ia menoleh dan melihat sebuah mobil berhenti tepat di samping motornya. Seorang gadis yang ia tunggu turun dari kursi penumpang. Tak lama mobil itu berlalu setelah menurunkan koper dari bagasi.
Gadis itu terkejut melihat Alvin sudah menunggunya di sana. Ia lalu tersenyum dan menyapanya, “Oh, hai!” Tangannya membuka kunci pagar.
Alvin hanya membalasnya dengan mengangguk.
“Ayo masuk dulu,” ajak Chika sambil menyeret kopernya.
“Biar aku bawakan,” kata Alvin hendak meraih pegangan koper dari tangan Chika.
“Nggak usah, aku bisa sendiri,” tolak Chika sambil terus berjalan di depan Alvin.
Pemuda itu mendesah pelan lalu mengikuti langkah gadis itu. Ia memandang punggung Chika yang berjalan di depannya, membuka pintu rumah lalu masuk ke dalam.
Alvin berdiri mematung di tengah ruangan. Ruang tamu ini menjadi saksi Alvin yang memberanikan diri mengajak gadis itu pergi bersamanya. Chika meletakkan koper di dekat pintu kamar lalu ke dapur.
“Maaf berantakan, karena kutinggal mendadak jadi belum sempat kubereskan. Kamu juga datang cepat sekali,” kata Chika sambil mengambil air minum untuk dirinya dan Alvin.
“Minum dulu,” tawar Chika ketika ia sudah berada di ruang tamu tempat Alvin berdiri membisu. Ia meletakkan botol air itu di meja ruang tamu. Alvin masih bergeming di tempatnya.
“Nggak duduk?” tanya Chika heran.
“Kak, aku boleh bertanya?” Akhirnya Alvin membuka suara. Nadanya bergetar menahan emosi di dalam hatinya. Ia menatap Chika dengan tajam.
Tanpa menunggu jawaban Chika, Alvin melanjutkan. “Kenapa Kakak seperti ini?”
“Seperti ini gimana?” tanya Chika bingung. Ia melihat rahang Alvin mengeras seperti menahan sesuatu di dalam sana.
“Kenapa Kakak mempermainkan aku?”