“Kita jangan pernah mewarisi abunya sumpah pemuda, tetapi kita harus mewarisi apinya sumpah pemuda!"
Pandu mengakhiri pidato calon ketua OSIS dengan sebuah pesan motivasi dari Bung Karno. Butuh jeda beberapa detik sampai audiens memberikan tepuk tangan. Itu juga setelah Pandu mengeluarkan lirikan tajam penuh intimidasi. Pemuda itu menghabiskan tiga malam merangkai pidato, dalam arti mengawasi ajudan-ajudan membuatkan naskah untuknya. Tentu saja dia butuh respons terbaik tak peduli hadirin hampir mati bosan oleh pidato yang lebih mirip pengantar tidur itu.
Akhirnya tepuk tangan lebih meriah terdengar dari baris kanan tempat tim sukses Pandu. Tepukan yang level kerasnya tergantung banyaknya uang jajan yang telah Pandu berikan. Diikuti guru-guru dan siswa lain meskipun terpaksa, sampai berhasil menghidupkan kembali aula sekolah elit itu. Pandu menutup naskah pidato lalu turun dari mimbar dengan senyum di bibirnya.
Bukan tanpa alasan penghuni sekolah tidak bersemangat lagi oleh acara apapun. SMU Merah Putih yang dulunya bangga berdiri di tengah kota yang dekat dengan kampus besar, kini menjadi menakutkan semenjak ada demonstrasi mahasiswa di sepanjang jalan. Kegiatan apapun selalu dibatasi bahkan dibatalkan demi keamanan. Boro-boro pemilihan ketua OSIS, mereka saja tidak yakin Ebtanas tahun ini akan berjalan jika keadaan negeri masih porak poranda.
Alasan kedua adalah, semua orang tau Pandu akan mendapat suara terbanyak. Tidak ada yang berani mencalonkan diri untuk melawannya di pemilihan. Bisa dibilang, Pandu adalah satu-satunya siswa yang cukup peduli dengan keberlangsungan birokrasi sekolah di masa yang kacau ini. Selain tentu saja jabatan ketua OSIS akan terlihat bagus di biodata pendaftaran kuliahnya tahun depan.