Hari Minggu pukul 10 pagi aku pergi ketempat di dekat kampus sesuai degan kesepakatan diskusi kemarin. Aku sengaja datang lebih awal setengah jam karena ingin membaca buku sambil mendengar deru mesin motor yang lalu lalang, sekalian untuk melatih fokusku. Kali ini aku membaca Anne Of Green Gables karya Lucy M. Montgomery. Selama masa penyusunan skripsi ini entah mengapa aku hampir selalu menghindari bacaan self improvement seperti atomic habits, how to influence people, dll. Mungkin saja aku tak mau menambah pikiran lain selain skripsi dan teori-teorinya.
"Sandy... udah dateng dari tadi?" Ayu menyapaku dan duduk tepat di sampingku sambil menggeret koper besarnya yang berwarna ungu.
Aku mengintip jam tanganku yang saat ini menunjukkan pukul 09.45,"Nggak ini.... baru 15 menit an aku di sini. "
Aku melanjutkan aktivitas membacaku usai menjawab Ayu dengan jawaban yang singkat.
"Oh...." Ia mengangguk takzim.
Setelah waktu berlalu, di sekitarku saat ini menjadi cukup ramai oleh obrolan teman teman kelompok PKL ku yang sudah datang. Aku menutup menutup buku dan memasukkanya ke dalam slingbag yang cukup untuk dimasuki satu buku novel ini.
"Itu Violet! Akhirnya dia datang juga," seru Aini sambil menunjuk kearah dua mobil yang mendekat ke arah kita.
"Iya ... benar, itu Violet." Aku, Betty, Ayu mengangguk sambil mencari-cari keberadaan mobil itu.
Setelah mobil itu berhenti tepat di depanku dan teman-teman, Violet turun dari mobil dan mengarahkan kami semua untuk meletakkan barang-barang serta membagi perorangan untuk masuk ke dalam mobil bagian mana.
"Tunggu Vio, uang untuk bensinnya gimana? Nggak dikumpulkan sekarang aja?" tanyaku, sebelum aku benar-benar mengangkat barang-barangku dan meletakkannya di mobil.
"Eh? Oh iya.., dikumpulkan sekarang aja nanti aku bagi dua terus kukasih langsung ke kakak sepupuku."
Aku mengeluarkan dompet kecil dari slingbag dan mengambil uang Rp200.000 untuk iuran transportasi kali ini. Setelah itu buru-buru aku mengangkat barangku dan memilih tempat dudukku di dalam mobil. Aku tak pernah memilih kursi tepat di samping sopir, karena dulu waktu kecil aku punya sindrom mabuk darat dan suatu hari ketika keluargaku bepergian aku diminta untuk duduk di samping sopir, alhasil selama perjalanan aku tak henti-hentinya muntah dan kehilangan isi perutku. Melihat sabuk pengaman di kursi itu saja sudah membuatku mual.
Maka, saat ini aku memilih tempat duduk di samping pintu mobil, tepatnya di kursi belakang samping sopir.
"Sandy nggak mau duduk di depan?" Betty yang menyadari gelagatku langsung melontarkan pertanyaan dan menawarkan kursi itu padaku.
Aku hanya menjawabnya dengan gelengan kepalaku tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutku.
"Oke... kalau gitu aku aja yang duduk di sini. "