Hari ini adalah hari pertama masuk PKL. Setelah berdiskusi panjang tadi malam mengenai makanan, memasak, dan keuangan. Aku memutuskan untuk menyicil Bab 3 ku. Mulai dari rumus besaran sampel yang disarankan Dokter Kelvin. Aku mencarinya satu persatu, Apa itu rumus lovin, analitik berpasangan, dan rumus-rumus lain yang kemungkinan bisa kupakai nanti di penelitian skripsiku.
Meskipun Dokter Kelvin sudah mengabariku untuk mengumpulkan Bab 3, tetap saja tak bisa mengubah fakta bahwa ia akan menikah dan itu berarti kemungkinan terbesarnya adalah ia akan menghilang lama maksudku tidak berada di kampus untuk sementara dan aku tidak tahu apakah proses pengerjaanku akan molor.
"Hah...." Aku berjalan menyusul temanku yang sudah memasuki kantor terlebih dahulu dengan langkah gontai.
"Ayo fokus Sandy, hari ini adalah hari pertama PKL jangan sampai aku lemas cuma gara-gara info begituan." Aku sekuat tenaga menjaga pikiranku untuk tetap fokus pada apa yang kukerjakan saat ini, jangan sampai kekhawatiran soal Dokter Kelvin itu.
Pada hari pertama ini, aku dan teman-teman diberikan orientasi oleh pembimbing lapangan yang nantinya akan membimbing dan bertanggung jawab selama melakukan praktik kerja lapangan di sini. Mula-mula kami ditunjukkan ruangan khusus untuk melakukan layanan kesehatan pada pasien yang datang. Lalu, di belakang ruangan itu terdapat banyak sekali tanaman obat yang dibudidayakan, di sebelah tanaman-tanaman itu ada ruangan yang cukup besar dan tertutup, itu adalah ruangan pengelolaan tanaman pasca panen.
Di ruangan itu nantinya aku dan teman-teman akan diajari untuk melakukan pengolahan tanaman mulai dari tanaman pasca panen yang masih basah hingga menjadi serbuk obat alami. Oiya, pembimbing lapangan yang akan membimbing aku dan teman-temanku saat praktek di sini ternyata adalah kakak tingkatku.
Jujur saja, aku tak terlalu mengenalnya. Karena aku bukan mahasiswa yang aktif di organisasi. Tapi, kata teman-temanku dia adalah lulusan terbaik di tahunnya. Astaga! Kukira jarang sekali mahasiswa laki-laki mendapat predikat seperti itu karena di dalam program studiku jumlah laki-laki terbilang cukup sedikit dibandingkan jumlah perempuannya.
Untuk saat ini, aku benar-benar merasa "kuper" karena dulu saat kuliah selesai aku memilih untuk langsung pulang. Nama kakak tingkat yang akan membimbing adalah Fandi Basuki Hardhan. Panggilannya Mas Basuki, ia dua tingkat di atasku.
Ia menatap tajam ke arahku saat aku ketahuan menggeleng karena tak tahu dan tak mengenalnya. Maksudku Kenapa sampai segitunya. Memang semua orang yang ada di program studi ini harus ya, mengenalnya? Ditambah lagi rambutnya yang agak gondrong dan bergelombang itu membuatku semakin ngeri melihatnya.
"Sandy ... Beneran nggak tahu Mas Basuki?" Betty menghampiriku usai orientasi tadi.