"Terima kasih sudah membantu tunangan saya Bas...."
Sayup-sayup kudengar suara Dokter Kelvin yang perlahan terdengar makin jelas di tengah suasana hitam dan berasap yang tak kuketahui di mana ini.
"Terima kasih...." Suaranya yang dingin dan berat itu kini terus menggema dan lama-kelamaan membuat dadaku merasa sesak.
"San...." di sisi lain terdengar suara Betty yang ikut bergabung dalam riuh asap ini.
"Sandy!"
"Ya!? Hah ... hah ... hah...." Aku terkejut sekaligus lega saat menyadari suara yang muncul itu hanyalah mimpi.
Dengan segera aku meraih jam tangan yang biasanya aku taruh di samping bantalku. Jam itu menunjukkan pukul 06.00 pagi. Ini kan masih sangat pagi untuk hari Sabtu. Lagi pula selain libur kerja, hari ini bisa dibilang hari terakhirku di Kota Batu. Jadi harusnya aku bisa istirahat lebih lama lagi kan.
"Kenapa pagi banget sih Bett banguninnya? Bikin kaget pula...." Aku merengek pada Betty sambil meregangkan badanku ke kiri dan ke kanan.
"Kamu udah dijemput sama orang tuamu San, Lagian aku lho Sudah dari tadi bangunin kamu karena kamu seperti orang yang sedang ketakutan begitu sambil mengeluarkan suara pula." Betty balas mengomel padaku, kali ini ia giliran membangunkan Ayu yang tampaknya masih tertidur sangat pulas.
"Eh? Oh iya? Tapi aku udah bilang bareng kalian kok."
"Coba kamu tengok keluar aja deh San, mereka udah nunggu cukup lama itu loh."
Mendengar pernyataan Betty barusan cukup untuk membuatku langsung melompat turun dari kasurku dan bergegas keluar ke depan penginapan, dan betul saja kata Betty. Ketika aku baru saja melangkahkan kakiku keluar. Aku langsung disambut oleh lambaian yang semangat dari Bapak, dengan hati yang masih belum bersemangat kuhampiri Bapak yang sedang bersandar di sisi mobilnya.
"Kenapa Bapak tiba-tiba ke sini menjemputku? Bukannya aku sudah bilang akan bareng teman-teman. Lagipula aku juga sudah membayar sewa mobilnya sampai lunas loh pak," kataku dengan nada kesal dan bibir yang sedikit merengut.
"Bapak selalu begini ya, lebih suka memutuskan apa-apa sendiri tanpa mendengarkan pilihanku dan keputusanku," sambungku usai bersalaman dengan Bapak dan langsung melenggang masuk ke mobil Lewat pintu belakang untuk mencari snack. Barangkali ada snack yang dibelikan khusus untukku.
Saat kubuka pintu belakang ini, tubuhku yang tidak bersemangat dan masih lemas justru malah terkejut bukan main sekaligus merinding mengetahui bahwa kursi belakang tidak sepenuhnya kosong dan diisi oleh snack. Dugaanku betul-betul salah. Ya, untuk snack aku benar, Bapak dan Ibu membelikanku snack kue sus dengan isi coklat kesukaanku. Tapi, kursi belakang tidak diperuntukkan khusus untukku.
Di seberang sana, tepatnya di belakang kursi sopir ada sosok tak asing yang berhasil membuatku merinding melihatnya.
"Dokter Kelvin?!" pekikku pelan.
"Hai Sandy," katanya sambil tersenyum ramah hingga lesung pipi yang tak pernah terlihat saat mengajar di kelasku itu sekarang terlihat dengan jelas di balik brewoknya yang rapi dan tipis seperti Aktor Refal Hady.
"Hai maksudnya? Bukannya Anda harusnya ada tugas luar negeri dan bertemu dengan tunangan Anda di sana?" Kataku tenang, tapi sebetulnya aku takut dan merinding melihatnya ada disampingku sekarang.
"Iya memang, tapi tugas luar negeri saya sudah selesai kok, dan saya sekarang memang sedang bertemu dengan tunangan saya."
"Apa maksudnya sih...." Kenapa Dokter Kelvin mengatakan kalimat itu sih.
Aku mencoba mengabaikan kalimatnya barusan dan meraih kue sus isi coklat yang ada di sampingnya.
"Dek, Sandy, sudah sarapan?"
Ibu yang sejak dari tadi diam tak bergeming, kini mengulurkan tangannya dari kursi depan seraya memberiku isyarat untuk bersalaman.
"Belum Bu, adik baru bangun tidur ini."