Dear Seventeen

Shela maulidiyah safitri
Chapter #4

Diam-diam suka #4

Alderyan atau cowok yang kerap disapa Alder itu kini sedang mengistirahatkan pikirannya di kantin. Satu hari full mengikuti pelajaran di kelas membuat otaknya hampir meledak. Apalagi sarapan matematika di pagi hari adalah hal yang paling dia hindari. 

Biasanya sih Alder akan bolos atau kalau tidak, dia pasti akan tidur di kelas. Namun hari ini berbeda karena Alder yang terkenal suka bolos di jam pelajaran matematika, belum sempat dia memanjat pagar belakang sekolah tapi sudah ketahuan duluan oleh guru BK. Alder diceramahi panjang lebar di ruangan berdinding kaca itu, kemudian Alder dan kawan-kawan berakhir kembali di kelasnya. Sia-sia sudah hasil rencana mengendap-endap sekaligus menyogok adik kelas untuk berjaga-jaga itu.

Alder berdecak, jadi menyandarkan tubuhnya di kursi sebelum mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang dari balik saku celananya. 

Sembari menunggu Adit dan Kevin yang masih mengantre memesan makanan untuknya, Alder bergerak membuka aplikasi instagram dan mengetikkan nama akun seseorang di sana. Hingga beberapa detik kemudian, mendadak senyum lebar mulai tersunggih di wajah tampannya itu. Hal yang sangat jarang ditampakkan oleh seorang Alderyan Revano.

Tentunya hanya seseorang yang benar-benar berarti di hidupnya lah yang bisa membuat cowok dengan tampang bad itu dapat tersenyum.

Seorang gadis berambut panjang lurus sedang berpose di sebuah kafe. Alder tampak memandangi layar ponselnya yang masih menampakkan wajah gadis itu. Gadis blasteran indonesia-korea yang sempat membuat satu sekolah gempar di hari pertamanya bersekolah karena kecantikannya itu. 

Faradella choiera, siapa yang tidak akan mengenalnya? Bahkan dalam sekali pandangpun, para cowok akan langsung jatuh cinta padanya.

Dari awal Alderyan bertemu, entah bagaimana Faradella yang terlihat dingin cukup menarik di matanya. Ia ingat jelas hari itu, hari di mana pertama kali dirinya bertemu dan berbincang langsung dengan Faradella.

Tepatnya hari kamis. Alderyan berangkat pagi ke sekolah, sudah menjadi hal biasa seorang Alderyan berangkat pagi. Meskipun sangat kontras dengan wajahnya yang tipe-tipe badboy tukang rusuh, namun sebenarnya Alder itu disiplin hanya saja jika bersama teman-temannya dia menjadi nakal dan ikut-ikutan. Padahal dia sendiri bos gengnya, tapi dia juga yang terbawa arus pergaulan, kan aneh.

Alder segera turun begitu motor hitamnya sudah terpakir rapi di halaman. Sekolah terlihat masih sepi, cowok dengan rambut blonde dengan poni jatuh itu menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul 06.35. 

Dia kemudian melangkah santai melanjutkan perjalanan dari koridor menuju kelasnya, sebelum kedua bola matanya menangkap sosok gadis cantik berambut lurus tergerai menggunakan seragam SMAnya sedang fokus memperhatikan sebuah tulisan di papan mading.

Alderyan yang berdiri tidak jauh dari keberadaan gadis itu sontak menghentikan langkahnya, memandangi gadis berkulit putih pucat yang masih tidak menyadari keberadaannya itu. 

Gadis itu, Faradella. Sesaat Alderyan terpaku memandangi aura yang terpancar dari gadis itu. Aura damai dan tenang dengan semilir angin yang mulai menerbangkan poni tipis beserta anak rambut miliknya. Cantik adalah kata pertama yang muncul di benak Alderyan kala itu.

Masih sibuk memandangi gadis cantik itu, hingga secara tiba-tiba Faradella menoleh ke samping dan pandangannya jatuh begitu saja pada pemuda yang berdiri beberapa langkah darinya. 

Faradella sedikit terkejut, kemudian memperhatikan penampilan cowok itu dari atas sampai bawah, sebelum keduanya saling berpandangan satu sama lain.

 Seketika Alderyan mengerjap begitu Faradella mulai bergerak ke arahnya. Gadis itu tersenyum sangat tipis sedikit canggung, meski begitu Alderyan gelagapan dibuatnya.

"Maaf, ruang guru ada di mana ya? Bisa tolong antarkan saya?"

Alder berdeham berusaha menetralkan detak jantungnya yang mulai tidak beraturan.

"Tinggal lurus aja, sebelahan sama lab komputer," ujar Alder dingin, satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

Faradella terlihat ragu, di pandanginya gedung sekolah yang terlihat luas di sampingnya. Sekolah barunya cukup besar, pasti lumayan susah untuk menemukan tempat yang dicarinya itu. Namun gadis itu tetap mengangguk seolah mengerti.

Lihat selengkapnya