Dear, Sweet Hurt

Lovaerina
Chapter #7

Bab 6

“Halo!”

Shanaya gugup ketika menerima panggilan masuk dan terdengar sapaan seorang perempuan dari seberang sambungan. Suara Shanaya seakan tercekat di kerongkongan, susah sekali untuk menyahut.

“Halo, Sayang. Kamu denger Mama, Nak?”

Jantung Shanaya berdegup kencang, seperti genderang pertanda dimulainya perang. 

“Yodha sayang, kamu baik-baik aja?” tanya Sandra lagi.

“Ha-halo,” akhirnya Shanaya menyahut, tapi terdengar ragu.

Hening beberapa detik menandakan penelepon mungkin terheran karena yang menerima panggilannya bukan Yodha.

“Ta–tante, boleh tolong Tante datang ke sini?” Shanaya tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi dan beruntung Sandra menghubungi di waktu yang sangat tepat.

“Ini siapa? Anak saya mana?” cecar Sandra.

Erangan lirih Yodha membagi fokus Shanaya, antara harus menjelaskan kepada Sandra tentang keadaan yang terjadi atau mengkhawatirkan Yodha. 

“Kak Yodha demam,” timpal Shanaya lirih.

“Saya ke sana sekarang,” Panggilan pun diputus sepihak.

Shanaya menggigit bibir, sedikit cemas dengan tindakan barusan yang terbilang nekat. Ada kamera pengawas di garasi dan balkon atas. Wirawan mungkin tidak memiliki waktu luang untuk memeriksa setiap saat, tapi bisa saja dia tiba-tiba melihat rekaman kamera selama tidak sedang di rumah.

“Mama,” Bisikan lemah Yodha membuat Shanaya kembali memperhatikannya.

Tanpa berpikir panjang, Shanaya bergegas ke dapur, mengambil air hangat untuk mengompres. Saat akan kembali ke kamar dengan membawa baskom berisi air hangat, Hendra menghampirinya. 

“Kita bawa Mas Yodha ke rumah sakit, Non?” tanya Hendra.

“Tante Sandra mau ke sjni. Kita tunggu dulu aja.”

Hendra melotot kaget. Itu pelanggaran. “Bapak bisa marah kalau sampai tau, Non.”

“Makanya jangan sampai Om Wira tau,” Shanaya melanjutkan langkahnya.

Baskom berisi air itu Shanaya letakkan dengan hati-hati di tepi ranjang. Perlahan dia menyibak selimut yang menutupi kepala Yodha, dan mulai mengompresnya dengan telaten. Yodha kembai merintih, membuat Shanaya cemas. 

“Rumah Tante Sandra jauh, Mang?” Shanaya menoleh pada Hendra. 

“Lumayan, Non. Kalau naik motor bisa lewat jalan tikus buat ngehindarin macet, sih.”

Shanaya melirik beker di meja belajar Yodha. Jam sarapan sebentar lagi terlewat.

“Mang, tolong temenin Kak Yodha. Aku mau bikin bubur buat sarapan.” Shanaya pikir Yodha perlu mengisi perutnya. 

Shanaya kembali ke dapur, meninggalkan Yodha yang ditemani Hendra. Tinggal bersama neneknya sejak SMP, membuat Shanaya menguasai beberapa resep. Meskipun menurut Yodha masakannya tidak enak, dia tetap percaya diri memasak untuk membuatkan bubur.

Hanya sekitar tujuh belas menit, bubur sudah matang. Shanaya mencicipi satu sendok dan menurutnya masih layak dikonsumsi. Dia mematikan kompor, dan menuang bubur ke dalam mangkuk. 

Shanaya dikejutkan oleh kemunculan Sandra. Tubuhnya mendadak kaki. Untung saja, mangkuk di tangannya tidak jatuh. Sejujurnya dia takut bertemu dengan Sandra. 

Lihat selengkapnya