Gavi membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Di sebuah kamar yang orang tua Zoya siapkan untuknya, ia berusaha untuk membuat matanya tertidur.
Namun, keheningan malam membuat apa yang di alaminya sore tadi kembali muncul di ingatannya. Pukulan telak dari kenyataan hidup yang harus di laluinya membuat ia tak bisa berkutik.
Rasa sesak kembali menyerang dadanya, membuat ia kesulitan untuk bernafas. Ketakutan yang begitu luar biasa mulai terasa mencekam dan membuat tubuhnya bergetar hebat.
Kepala Gavi menggeleng, ia tidak tahu penyebab rasa sakit yang timbul saat ini karena apa.
Apakah dari ketakutan yang selalu di pikirkannya? atau memang reaksi dari penyakit yang tumbuh di dalam tubuhnya.
Sepuluh menit berlalu, namun rasa sakit yang di rasakannya tak kunjung mereda. Membuat ia mulai menyerah, dan beralih kembali mengonsumsi obat-obatan yang ayahnya berikan.
Tubuh Gavi menelungkup di tutupi dengan selimut, menyembunyikan air mata yang mengalir di pipinya.
Merasa bodoh, dengan apa yang di rasakannya. Perlahan ingatannya mulai terbuka, mengingat beberapa kejadian yang sudah berlalu.
Ini, bukan hal pertama ia merasakan rasa sakit seperti ini. Bahkan untuk beberapa kali ia sampai kehilangan kesadarannya.
Tapi, anehnya setelah rasa sakit yang begitu menyiksanya, Gavi selalu bangun dengan keadaan berada di tempat baru, Hotel yang begitu mewah dan ia berada di bagian negara lain.
Tak ayal, ia juga melihat foto terbaru yang di miliki dirinya, Gilang dan papa Juna.
Mengingat hal itu sekarang, membuat Gavi berfikir.
“Apakah semua hal itu hanyalah kebohongan yang di ciptakan papa Juna dan Gilang. Tapi, untuk apa mereka melakukan hal sejauh itu?” tanya Gavi dalam hatinya.
Jika, itu benar. apa yang harus Gavi lakukan sekarang? Haruskah ia bersikap biasa, pura-pura bodoh dan melanjutkan hidup seperti biasa?
Tapi, sampai kapan? Seburuk apapun, Gavi tetap harus mengetahuinya.
Besok, sesuai rencananya ia akan kembali ke rumah sakit, menjalani pemeriksaan dan mencari tahu apa yang sebenarnya dengan kedua mata dan telinganya secara langsung.
Namun, siapa orang yang harus ia bawa untuk menjadi walinya.
Membawa Zoya, itu tidak mungkin ia lakukan. Ia takut, jika apa yang di alaminya akan membuat Zoya kehilangan focus saat bertanding.
Lalu, siapa? Bunda Jasmine, tapi apa reaksinya jika ia mengetahui hal itu. Dia pasti akan sangat sedih, bukan. Lalu, bagaimana jika ia malah mengasihaninya dan memfokuskan hidup yang ia miliki untuk merawat Gavi. Terus bagaimana dengan Zoya, Fatah dan om Evan. Gavi tidak ingin merebut kehangatan yang di miliki keluarga ini.
Trek
Zoya masuk ke dalam kamar Gavi, Ia sengaja pulang penasaran dengan kedatangan Gavi yang begitu tiba-tiba. Raut wajah yang di tunjukkannya malam ini, terlihat begitu murung seolah ada hal yang tengah mengusik pikirannya.
Lengannya bergerak membuka selimut yang menutupi tubuh Gavi. Memastikan, bahwa anak itu sudah benar-benar tertidur.
“Katanya mau nunggu gue, kok tidur duluan sih?” gerutu Zoya.
Gavi diam tak merespon dengan mata yang masih terpejam.