Zoya dan Gista telah menghabiskan seluruh hidangan yang tersaji, berbeda dengan piring yang Gavi miliki masih menyisakan banyak makanan.
“Aku cuman mau lurusin ini, mungkin apa yang aku sama Gavi lakuin buat kamu terganggu,” ujar Zoya mengawali pembicaraan.
“Tapi, hubungan kita cuman sebatas adik-kakak aja. Dan kamu ngga perlu khawatirin tentang apapun!” lanjutnya, berharap Gista mau mengerti tentang hubungan adik kakak yang di miliki keduanya. Ia juga berharap apapun tindakan yang di lakukan Gavi untuk nya ataupun sebaliknya, Gista tidak perlu merasa cemburu atau terganggu.
“Oh, ya. Menurut kakak hubungan aku sama Gavi itu apa?” tanya Gista, mencari tahu sudut pandang Zoya tentangnya.
“Bukannya kalian pacaran? udah lama kan?” tanya Zoya.
“Kata siapa? Gavi yang bilang?” balas Gista balik bertanya.
“Emangnya belum? bukannya satu sekolah juga tahu tentang kalian?” balas Zoya.
Gista menghela nafasnya.
"Aku juga ngga ngerti sihh ka,” balas Gista
“Kaya semua orang udah yakin tentang hubungan ini.”
“Tapi, aku ngga bisa ngerasain keyakinan itu dari Gavi,” balas Gista mengatakan apa yang tengah di rasakannya.
“Kenapa?” tanya Zoya, merasa bingung. Dari cerita yang Gavi berikan kepadanya. Sudah jelas ia menaruh hati kepada Gista dan tanpa merasa malu ia selalu menunjukkan perasaannya dengan jelas.
“Semua perlakuan yang Gavi lakuin itu manis banget dan berhasil yakinin semua orang kalau kita milik satu sama lain.”
“Tapi, tindakan dia ke aku. Kalau kita Cuma berdua itu selalu bikin aku ragu gitu,” jawab Gista, lagi.
“Contohnya?” tanya Zoya, penasaran.
“Misal nih, dia ajak pergi aku dua minggu kemarin kan. Terus tiba-tiba dia ngga datang”
“Ngga ada satu chat pun yang dia kirim buat ngejelasin kejadian malam itu.”
“Semua kayak ngga pernah terjadi aja gitu.”
“Terus dia yang ajak aku ikut tim pertunjukan, tapi setelah aku ikut dia tiba-tiba mundur.”
“Semua sikap dia tuh bikin ragu.”
“Dan mikir, Apa yang salah? sehingga buat Gavi berubah seperti ini?” ujar Gista mengeluarkan keluh kesahnya.
Percakapan ini berjalan begitu lancar, dengan kemampuannya Zoya berhasil membuka mulut Gista agar terbuka kepadanya.
“Dia buat aku berfikir sendiran, larut dalam semua pertanyaan aku sendiri,” terus Gista, di ikuti helaan nafas berat.
“Aku ngerasa Gavi, mulai jauhin aku,” ujar Gista, mengatakan pendapatnya dan merasa yakin tentang akhir hubungannya.
Dalam dua minggu terakhir, sikapnya benar-benar aneh. Ia selalu mencoba menjauh dan menghindar darinya.
“Dan setelah semua itu, dia tiba-tiba muncul di rumah aku ngajak aku pergi seolah ngga ada yang terjadi.”
“Dalam kondisi ini aku ngga tahu harus ngehadapi Gavi seperti apa?” ujar Gista meluapkan semua kegundahan yang di rasakannya.