Dearly

MiiraR
Chapter #23

Breathe

Setelah mendapati dirinya, terbaring di rumah sakit. Tubuh Gavi beranjak menuruni ranjang, lengannya bergerak melepas jarum infus yang menempel di lengannya. Dengan langkah terburu-buru dan tubuh yang masih menahan rasa sakit. Ia berusaha keluar dari rumah sakit, tanpa meninggalkan sepatah katapun.

Takut, jika Papa Juna atau Gilang akan segera datang dan membawanya ke tempat yang lebih jauh.

Ingatannya juga berhenti, di saat pertengkarannya dengan Zoya. Ia mengingat jelas, melihat ponsel Zoya terpental ke jalanan.

Mengingat itu menimbulkan rasa bersalah dan mendorong Gavi untuk pergi ke tempat yang sama dan mencari ponsel Zoya. Ia tahu jika benda ini sangat penting untuk kakak perempuannya.

Marah, terhadap dirinya sendiri pun taak luput dari perasaan Gavi. Ia tidak mengerti kenapa bisa kehilangan kendali seperti itu.

##

Obrolan yang cukup dalam dengan dokter Fita membuat seluruh tubuh Zoya terasa melayang. Enggan, untuknya bisa mengiyakan ucapan dokter Fita. Namun, bagaimana pun ia sudah mengetahui sejak awal dan mendengarnya untuk kesekian kalinya menimbulkan goresan luka yang semakin membesar di hatinya.

Perasaan marah dan kecewa terhadap dirinya sendiri masih belum usai dan kini ia harus merasakan emosi lain karena Gavi yang tiba-tiba menghilang di ruang perawatan.

Mengetahui kejadian ini, dokter Fita juga ikut mencarinya. Ia bisa membuka akses untuk melihat area CCTV dan memastikan ke arah mana pria itu pergi.

Banyak keraguan, rasa takut, bingung dan kecea yang harus ia hadapi secara bersamaan. Di tengah semua perasaan itu, Zoya mencoba berfikir jernih. untk mengetahui tempat mana yang akna di kunjungi Gavi.

Sesuai dengan firasatnya, ia kembali ke tempat dimana mereka bertengkar tiga jam sebelumnya.

Anak itu juga berada di sana, dengan raut wajah yang kebingungan ia terus berkeliaran untuk mencari sesuatu.

Zoya memarkirkan mobilnya, kemudian berjalan keluar dari dalam mobil dengan cara yang kasar.

Berharap Gavi akan menghentikan tingkah lakuknya, menoleh dan menyadari kehadirannya.

Namun, nihil anak itu terlalu larut dalam fikiran yang tengah mengganggunya.

“Yaaa ..., lagi ngapain lo? ” teriak Zoya dari kejauhan, perasaan cemas, khawatir sekaligus marah di rasakannya.

Tidak bisakah ia lebih mementingkan dirinya sendiri, harusnya sekarang ia tengah beristirahat menerima pengobatanbukannya malah berkeliaran di tengah malam ini untuk mencari ponselnya.

“Yeaaay ..., ketemu Zoy!” ujar Gavi, melompat kecil sembari menunjukkan ponsel Zoya yang sudah di temukannya.

“Apa sekarang itu hal yang penting?” tanya Zoya, kemudian menghampirinya memperpendek jarak yang di milikinya.

Perlahan bola mata Gavi menyadari, sorot mata Zoya yang mulai berkaca-kaca menahan air mata yang berada di pelupuk matanya. Sadar, jika keadaan anak ini tidak baik-baik saja

Tiga detik kemudian, kedua pandangan mereka berada di satu titik. Dan, untuk waktu yang ama mereka bertatapan dengan pikiran yang berkecamuk di kepala masing.

“Lo udah tahu semuanya kan Zoy?” tanya Gavi, mengatakan asumsinya.

“Pasti, dokter Fita yang bilang?” timpalnya.

Lihat selengkapnya