Zoya kembali menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan ucapan Gavi. Ia lebih menyukai Gavi yang blak-blakan di banding ia harus mnerka sikapnya yang berubah dan mulai hilang-hilangan.
“Aeuuuh, sejak kapan lo tumbuh jadi se gede ini?" protes Zoya, lengannya bergerak mengacak-acak rambuat Gavi.
“pikiran dan saumsi lo kejauhan Gav.”
“Sebagai keluarga, itu hal wajar yang harus kita lakuin.”
“Jadi, lo ngga perlu ngerasa ngga enak atau terbebani akan hal itu” tukas Zoya, mengatakan pendapatnya.
Menyadari ucapan itu ada benarnya, membuat Gavi mengangguk setuju. Percakapannya dengan Zoya malam ini, terasa sangat menenangkannya. Beberapa pertanyaan yang semrawut di kepalanya menemukan jawaban dan perlahan menghilangkan keresahan yang selama ini menggangggunya.
“Mulai Sekarang, lo ga boleh nyembunyiin apapun dari gue.”
“Dan Janji ke gue seberat apapun rintangan ke depan, kita akan lewatin ini dengan cara yang menyenangkan” pinta Zoya.
“Lo juga Zoy, Seberat apapun nantinya. Jangan pernah jadiin gue alasan buat air mata lo tumpah” balas gavi mengajukan sebuah permintaan.
Ia tidak ingin menjadi alasan kesedihan yang harus di terima oleh Zoya, sudah cukup ia menangis karenanya. Dan Gavi tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Namun, di sisi lain permintaan itu akan sulit di kabulkan oleh Zoya. Mengetahui hal ini sja sudah membuat air matanya terkuras. Apalagi nanti, ia tidak tahu akan seberat apa hal yang akan di laluinya.
Jari kelingking Gavi terangkat ke udara, menunggu persetujuan dari kakak perempuannya.
Zoya menatapnya, lagi. Mempertanyakan, bisakah ia melakukannya?
Rasa marah kembali memupuk di hatinya, mempertanyakan rencana apa yang akan tuhan siapkan untuk anak ini? Kenapa dia harus menanggung beban yang sangat berat? Di ujung sana, adakah hal baik yang akan menanti mereka?
Keesokkan harinya.
pukul 06.15 wib
Rio masih betah berdiam di dalam mobilnya, menunggu kedatanagan Zoya yang sejak malam tak kunjung pulang.
Perasaaan cemas dan risau saling bergelut di hatinya mempertanyakan dimana kekasihnya berada?
Sepuluh menit yang lalu, ia mencoba untuk mengetuk pintu rumah Zoya. Namun, pembantunya mengatakan bahwa sampai sekarang xoya belum pulang. Menimbulkan perasaan mengganjal di hatinya.
Kemana dia pergi? hal apa yang membuatnya tidak bisa pulang ? dan kenapa sulit sekali ia dihubungi?
Semakin banyak pertanyaan yang masuk di kepalanya, semakin besar rasa khawatir yang Rio rasakan dan selama itu pula, sulit untuknya menghalau pikiran buruk yang perlahan menguasai hatinya.