Dearly

MiiraR
Chapter #39

Bogiend

Perjalanan dua hari satu malam bersama tim basketnya, membuat zoya bisa beristirahat sejenak dari rutinitas padat latihan berat yang di siapkan oleh pelatihnya. Di sini ia melihat berbagai macam tingkah yang di keluarkan teman-temannya, Mereka yang begitu ceria dan menyenangkan. Semua perjalanan ini membuat ia bisa menikmati masa mudanya, menghabiskan hari dengan penuh kegembiraan, bersama mereka ia kembali menumbuhkan persahabatan yang sempat meregang karena intensnya pelatihan.

Kenangan itu akan terus melekat di dalam kepalanya, semua kesulitan yang di lewatinya sepadan dengan hasil yang ia dapatkan. Kemenangan ini membawanya untuk ia bisa bercengkrama lebih lama dengan teman-temannya. Mereka yang memiliki tujuan dan semangat yang sama dengannya.

Di hari berikutnya ia pergi menuju malang bersama dengan seorang personal asisten sekaligus manager nya yang bernama raisa. Keduanya berangkat dengan menggunakan alat transfortasi umum kereta api, dengan perjalanan yang menempuh waktu lebih dari sepuluh jam.

Zoya menikmati setiap perjalanan yang di lewatinya, dari ramainya suasanan perkotaan hingga tenangnya pedesaan, dan sawah hijau yang terhampar begitu luas. Ia juga melewati kota pinggiran yang menunjukan realitas Jakarta. Mereka yang hidup bersebelahan dengan rel kereta api, banyak dari mereka yang terlihat tengah melanjutkan hidupnya.

Semua perasaan itu membawa pandangan baru terhadapnya. Hidup terasa sia-sia jika kita terus mengkhawtirkan apa yang belum terjadi. Sementara di luar sana banyak orang yang mati-matian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, namun masih bisa tertawa dan bersyukur dengan segala keterbatasan yang di milikinya.

Banyak hal yang bisa ia pelajari dan membuatnya ingin tumbuh menjadi lebih baik lagi.

Di hari pertama kedatangannya Zoya memilih untuk beristirahat, dan mengisi ulang tenaganya dengan tidur.

Keesokan harinya, Ia datang ke sebuah kampus untuk menghadiri undangan sebagai salahsatu narasumber yang akan mengisi acara tahunan.

Meski sudah berulang kali melakukannya, Zoya tidak bisa menghentikan rasa gugup yang selalu menyerangnya.

Dengan keyakinan di hatinya, ia berjalan ke arah panggung dengan penuh percaya diri. Pandangannya tertuju melihat dari sudut kanan hingga kiri dengan wajah yang tersenyum sumringah. Menyapa semua audience yang hadir.

Perlahan suasana canggung itu mulai mencari, dengan mudah Zoya bisa membawa semua orang larut dalam pembicaraannya. Membuat waktu satu jam yang ia habiskan untuk mengisi acara terasa lebih singkat. Ia juga menjawab setiap pertanyaan yang masuk dengan tenang dan jawaban yang mudah di mengerti.

“Mungkin apa yang kita lakukan, seperti tidak pernah ada ujungnya. Membuat hati kecil kita merasa lelah dan berbisik meminta kita menyerah. Dan di sisi lain, ada ego kita yang merasa tidak terima dengan apa yang terjadi. Sisi lainnya terus mempertanyakan hasil dari apa yang sudah kita lakukan.”

“Namun, pada kenyataannya kita tidak menemukan hasil itu sesuai dengan harapan kita. Rasanya apa yang kita perjuangkan sampai saat ini tidak bernilai apa-apa. Dan fakta itu sangat melukai diri kita, belum selesai dengan itu kita juga harus mendengar cerita buruk yang orang lain edarkan tentang diri kita. Seolah mereka paling tahu, padahal bertegur sapa pun tidak pernah”

“Namun saat kegagalan itu datang dan membuat kita merasa terhimpit yang perlu kalian ingat bahwa semua itu akan segera berlalu."

"Entah sehebat apa luka itu datang, aku harap kalian tidak terlalu fokus berfikir. Bagaimana ini akan selesai?"

"Kalian hanya perlu membiarkan itu lewat dan selesai dengan sendirinya.”

“Tidak, aku tidak meminta kalian mengabaikan rasa sakit itu.”

Lihat selengkapnya