“Ahhh ...,” erang Gavi, langkah kakinya terhenti tepat di depan pintu rumahnya.
Tiga detik kemudian, helaan nafas berat kembali keluar dari mulutnya.
Untuk waktu yang lama, lengannya berayun di depan pintu. Ragu dan takut kembali menghantuinya.
Lengannya bergerak mengeluarkan ponsel dari saku celananya, jemarinya bergerak dengan cepat menari di atas layar ponselnya. Mengirim sebuah pesan kepada Zoya, dengan itu ia mengulur waktunya sedikit.
Saat ini, bertemu dengan Papa dan Gilang terasa sulit untuknya.
Trekk.
Pintu rumah terbuka, Gavi memaksakan tubuhnya untuk masuk.
Hening, tak ada seorang pun di ruang tamu maupun ruang keluarga.
Helaan nafas lega, terdengar. Langkah Gavi bergerak maju, segera menuju kamarnya.
“Baru pulang? Dari mana aja nak?” tanya Juna, mengajukan dua pertanyaan sekaligus.
Suara itu menghentikan langkah Gavi, tubuhnya berbalik melihat ke arah Juna dan Gilang yang tengah sibuk membersihkan meja makan. Menandakan, keduanya baru menghabiskan makan malam bersama.
Sudut bibir Gavi, naik tersenyum menyapa keduanya. Diikuti anggukan kepalanya, menjawab pertanyaan yang Juna ajukan sebelumnya.
“Sudah makan? mau papa buatin apa?” lanjutnya, menawarkan makan malam untuk puteranya.
“Dari rumah kak Zoya, ngga usah Pa aku udah makan tadi,” balasnya menjawab pertanyaan Juna sekaligus.
“Oh ya, udah pulang dia?” sahut Gilang, ingin tahu keadaan kakak perempuannya.
Gavi mengangguk, mengiyakan.
Ia merogoh sesuatu dari saku celananya, kemudian melemparnya seara langsung kepada Gilang.
“Titipan dari Zoya,” ujar Gavi menujukkan gantungan kunci yang mirip dengan miliknya.
Mungkin, ia sengaja memberikan benda itu kepada Gavi dan Gilang.
Gilang menerimanya dengan hati yang sangat senang, bibirnya tidak berhenti tersenyum menunjukkan kegembiraannya yang luar biasa. Entah sudah berapa banyak souvenir yang Zoya berikan kepadanya, mendapatnya lagi dan lagi selalu ada perasaan baru yang di terimanya.
"Gavi istirahat duluan ya Pa," lanjut Gavi, berpamitan kepada keduanya.
Setelah memberikan titipannya dan berpamitan, Gavi langsung bergerak menaiki satu persatu anak tangga dan menuju ke kamarnya.
Tap ....
Langkah kakinya, kembali terhenti tepat di ujung tangganya.
Sesuatu terasa menghantam dadanya berulang kali, rasa sakit mulai menjalar di kepala bagian belakangnya.
"Tidak, jangan sekarang," ucap Gavi, memohon.